Gonjang Ganjing GAR-ITB vs Din Syamsuddin

Pelaporan GAR-ITB makin menguatkan dugaan publik akan kentalnya sikap antikritik.

MPR
Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB menuntut Din Syamsuddin dikeluarkan sebagai anggota Majelis Wali Amanat ITB dari unsur masyarakat. GAR ITB menuduh Din atas dugaan pelanggaran kode etik ASN dan perilaku dengan tuduhan radikalisme.

Baca Juga

Pelaporan tersebut dilayangkan GAR-ITB ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melalui email dan surat pada Oktober 2020. Kemudian, pengurus GAR ITB mendatangi langsung KASN dengan membuat laporan sikap Din yang dianggap mengeksploitasi sentimen agama. Din memang tercatat sebagai ASN pengajar di UIN Syarif Hidayatullah.

 

Aksi GAR-ITB ini tentu mendapat kritik pedas dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). HNW memandang, laporan yang ditujukan GAR-ITB kepada Din Syamsuddin tak pantas hingga mengarah pada arogansi "kubu kekuasaan". Ia sepakat, jika pelaporan ini sebagai upaya meredam Din Syamsuddin yang selama ini kritis pada pemerintahan Joko Widodo.

HNW mendukung jika ada kubu yang ingin melaporkan GAR-ITB ke kepolisian karena dianggap mencemarkan nama baik Din Syamsuddin. Beberapa tokoh Muhammadiyah mengancam akan melakukan pelaporan terkait tuduhan GAR-ITB itu.

"Jelas itu tindakan tarogansi, ketidakintelektual dan semangat islamophobia, fitnah, pelanggaran hukum. Makanya, bagus juga kalau ada ancaman untuk adukan ke hukum bila tidak minta maaf," kata HNW pada Republika.

 

 

HNW merasa prihatin atas tuduhan yang dialamatkan GAR-ITB pada Din Syamsuddin. Secara nalar, ia sulit menerima jika Din Syamsuddin dikatakan radikal. HNW menganggap pelaporan ini makin menguatkan dugaan publik akan kentalnya sikap anti kritik pemerintahan Jokowi hingga perlu memberangus pengkritik.

Dari rekam jejaknya selama ini, Din Syamsuddin justru aktif dalam upaya perdamaian dan toleransi di dalam hingga luar negeri. Tercatat, Din pernah menjadi mantan Ketum MUI dan Muhammadiyah dua periode. Di kancah global, Din duduk sebagai Chairman, World Peace Forum, Honorary President, World Conference on Religions for Peace dan President, Asian Committee on Religions for Peace.

"Kalau yang dipakai hukum dan akal sehat tentu ini adalah blunder. Tapi masalahnya di Indonesia sekarang dipakai logika kekuasaan, logika mentang-mentang berkuasa," ujar HNW.

HNW turut menyinggung budaya asal lapor ke polisi terhadap para pengkritik pemerintah. HNW memantau pelaporan ini jumlahnya tak sedikit. Sedangkan ketika ada pelaporan terhadap "pembela pemerintah" justru tak ditindak atau berujung dipeti eskan kasusnya.

Oleh karena itu, HNW menuntut supaya GAR-ITB melampirkan bukti atas tuduhannya ke Din Syamsuddin. Ia khawatir jika pelaporan ini tak didasari bukti yang kuat. "Harus ada bukti. Jangan terus budaya asal lapor," tegas HNW.

 

Tanpa bukti kuat, HNW menilai, akan muncul preseden buruk terhadap hukum di Tanah Air. HNW ragu akan nasib penegakan hukum pada rakyat biasa jika tokoh sekaliber Din Syamsuddin saja bisa disangkakan atas tuduhan radikal. 

"Kalau ini pelaporan pak Din dibiarkan itu seolah akal sehat dicampakkan. Ini memberi ruang besar untuk penyalahgunaan hukum dan arogansi yang tidak didasarkan fakta," ucap Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Bagaimana nasib pelaporan ini di pemerintah?

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemdikbud), Nizam menyatakan tak ikut campur dalam hal tuntutan GAR-ITB. Nizam menjelaskan berdasarkan statuta ITB, anggota MWA seperti Din Syamsuddin dipilih dan diusulkan oleh Senat ke Mendikbud. Selanjutnya tugas Mendikbud tinggal menetapkan saja.

"Kalau tidak ada usulan dari Senat ya tidak akan dilakukan apa-apa," ujar Nizam.

Kemendikbud memang mengambil sikap netral dalam perkara ini. Menurut Nizam, pihaknya tak punya banyak peran dalam penentuan atau pencabutan MWA.

"Kami tugasnya tinggal menetapkan saja. Pengusulan, pemberhentian, pergantian berdasarkan usulan dari Perguruan Tinggi melalui Senat," ucap Nizam.

Kemudian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menolak berkomentar mengenai permasalahan ini. Tjahjo mengikuti sikap yang dikeluarkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Adapun KASN belum memenuhi permintaan Republika untuk wawancara.

"Sudah ada pernyataan Menkopolhukam, jadi saya tidak bisa ikut bicara," ujar Tjahjo singkat.

 

Sebelumnya, Mahfud menyatakan pemerintah tidak pernah menganggap Din Syamsuddin sebagai sosok radikal atau penganut radikalisme. Din, kata Mahfud, merupakan salah satu penguat konsep negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila sejalan dengan Islam yang dikampanyekan oleh Muhammadiyah.

Di sisi lain, HNW memantau alumni ITB pecah kongsi akibat isu pelaporan ke Din Syamsuddin. Ia merasa perpecahan ini wajar terjadi sebagai gejolak akal sehat masyarakat. 

HNW hanya berpesan agar ITB mestinya mengambil sikap tegas agar para alumni tak sembarangan membawa nama kampus demi kepentingan tertentu.  Ia juga mengingatkan para alumni ITB supaya tak lupa dengan kualitas intelektual diri.

"Mestinya ITB hadirkan manusia-manusia yang intelek dan bertanggungjawab. Ke depankan sikap kenegarawanan. Bukan laporan absurd tidak sesuai fakta," tutur HNW.

ITB sendiri memilih tak mengambil sikap apa-apa atau terkesan netral. Pihak Rektorat ITB tak mau berkomentar soal dampak laporan GAR-ITB terhadap nama baik kampus.

 

"ITB tetap fokus pada implementasi rencana strategisnya, yang didukung oleh SA, MWA, Sivitas Akademika serta alumni," tutur Rektor ITB Prof Reini Wirahadikusumah. 

 
Berita Terpopuler