3 Tips Hadapi Anak Kecanduan Game

Bermain game yang menjadi candu bagi anak bisa menimbulkan ragam masalah.

flickr
Bermain game yang menjadi candu bagi anak bisa menimbulkan ragam masalah.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bermain game di gawai memang dapat menjadi sarana bersenang-senang yang membawa keseruan tersendiri. Namun bila bermain game sudah menjadi "candu", kebiasaan tersebut juga dapat memunculkan masalah.

Bila anak sudah terlanjur keranjingan atau bahkan kecanduan game, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua. Berikut ini adalah tiga di antaranya seperti disampaikan oleh psikolog anak dan remaja dari Klinik Kancil dan RS Mitra Keluarga Depok Ratih Zulhaqqi MPsi Psikolog kepada republika.co.id, Ahad (14/2).

Baca Juga

Manajemen Pola Asuh
Bila usia anak masih kecil, orang tua mungkin bisa langsung membatasi penggunaan gawai. Namun bila anak sudah memasuki usia remaja, orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda.

"Kalau anaknya sudah remaja, orang tua harus lebih banyak ngobrol sama anaknya," timpal Ratih.

Coba ajak anak untuk bicara mengenai dampak positif dan negatif dari bermain game. Tanyakan pula apa yang sebenarnya anak cari dari bermain game secara berlebihan.

Misalnya anak bermain game karena mencari perasaan bahagia, orang tua bisa menanyakan kegiatan-kegiatan lain apa yang dapat memberikan perasaan bahagia juga pada anak. Orang tua mungkin dapat menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain tersebut bersama anak.

"Jadi ngobrol sih sebenarnya, itu yang pertama," pungkas Ratih.

Detoks Gawai
Sebagian anak mungkin sudah mengalami kecanduan yang cukup berat. Ketika diambil gawainya, mereka bisa menunjukkan reaksi seperti menangis, marah, atau bahkan memukul.

Pada kondisi tersebut, orang tua perlu melakukan detoks gawai. Untuk melakukan detoks gawai, orang tua perlu mengambil akses anak terhadap gawai dan game. Detoks gawai dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk membentuk ulang perilaku mereka.

"Hak untuk bermain gawainya diambil, kecuali untuk belajar," tutur Ratih.

Sebagian anak mungkin anak menunjukkan sikap marah atau memusuhi orang tua bila akses terhadap gawai dan game mereka diambil. Untuk mencegah agar hubungan tetap baik, orang tua perlu melakukan detoks gawai dalam kondisi tidak marah-marah kepada anak. Misalnya dengan tidak langsung mengambil paksa gawai sambil menggunakan nada yang tinggi kepada anak.

Orang tua perlu membuat anak menyadari bahwa detoks gawai yang akan dilakukan bertujuan untuk membantu sang anak. Berikan pula alasan dan penjelasan kepada anak mengapai detoks gawai tersebut perlu dilakukan. Sampaikan hal ini dengan cara yang baik kepada anak.

"Untuk berapa lama, minimal tiga minggu. Nanti kita lihat kalau tiga minggu belum oke, berarti ditambah lagi waktunya," jelas Ratih.

Ada beberapa indikator yang dapat menunjukkan bahwa anak sudah dapat dikatakan "oke" setelah detoks gawai. Misalnya, anak sudah tidak lagi kesal ketika gawainya diambil atau anak sudah tidak mencari-cari kesempatan untuk bermain game.

Pertolongan Profesional
Ada kalanya orang tua memerlukan bantuan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater untuk menghadapi kecanduan game pada anak. Misalnya, ketika anak sampai mogok sekolah atau tidak mau bertanggung jawab atas hal-hal yang seharusnya dia lakukan hanya karena game.

"Jadi fungsi hidup kesehariannya sudah benar-benar berkurang, nah itu perlu datang ke expert untuk dibantu manajemen perilakunya," papar Ratih.

Untuk terapi, Ratih mencontohkan beberapa hal yang dapat dilakukan. Salah satunya, psikolog akan melatih kemampuan anak dalam menempatkan diri di situasi. Anak akan diajak untuk membingkai ulang perilaku yang sebenarnya merugikan mereka atau perilaku yang menguntungkan mereka.

"Sampai akhirnya dia memutuskan bahwa, oke ternyata boleh bermain game tapi yang penting harus tahu waktu," pungkas Ratih.

Saat kecanduan game, kemampuan anak dalam menentukan prioritas juga bisa terganggu. Mereka mungkin akan lebih memilih dan mengutamakan bermain game dibandingkan belajar. Oleh karena itu, psikolog juga akan membantu anak untuk mengasah kembali kemampuan mereka untuk menentukan prioritas melalui terapi.

 
Berita Terpopuler