Manifestasi Syukur

Puasalah sebagai manifestasi rasa syukur kita

Youtube
Belajar bersyukur (Ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salmah Febriani*

Baca Juga

Alhamdulillah, dengan penuh suka cita, sebagian besar umat Islam menyambut salah satu bulan mulia (syahr haram), bulan rajab yang kian mendekatkan kita ke bulan suci Ramadhan. Ungkapan suka cita itu termanifes dalam beragam bentuk, ada yang lebih rajin mengkaji al-Qur’an, memperbanyak shalat malam, merutinkan sedekah, sampai berupaya puasa sunnah.

Terkait berpuasa di bulan Rajab, memang tidak ada ketentuan khusus atau hadits yang dijadikan rujukan. Jikapun ada, hadits itu dha’if (lemah) dan tertolak. Namun demikian, ada satu hadits yang menganjurkan umat Islam untuk merutinkan berpuasa sunnah pada bulan-bulan haram, meski tidak khusus hanya di bulan rajab karena bulan haram itu ada empat yakni Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang.

Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya tentang puasa sunnah kepada beliau: “Berpuasalah kamu di bulan kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah tiga hari setelahnya, dan kemudian berpuasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).

Hadits di atas dijadikan landasan oleh kalangan mu’minin di masa setelahnya untuk juga meningkatkan puasa sunnah di empat bulan haram tersebut sebagai bentuk pemuliaan terhadap bulan haram. Beberapa ulama salaf yang melakukan puasa di semua bulan haram, di antaranya: Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri, dan Abu Ishaq As-Subai’i. Bahkan, dalam kitab Latha’iful Ma’arif,  Imam Ats-Tsauri mengatakan, “Bulan-bulan haram, lebih aku cintai untuk dijadikan waktu berpuasa.”

 

Ghirah ibadah puasa yang dilaksanakan para ulama di atas sesungguhnya selain sebagai bentuk ketaatan pada Allah juga upaya mendekatkan diri pada-Nya. Tentu upaya ini patut kita teladani bahkan perlu dicontoh jika bukan dalam bentuk ketaatan pada-Nya, paling tidak— sebagai ungkapan syukur dari seorang hamba yang dha’if, yang selalu memeroleh ni’mat yang banyak lagi gratis setiap harinya, untuk sejenak mengosongkan saluran pencernaan yang hanya beberapa hari dalam sebulan.

Proses ‘pengosongan’ pencernaan dari makanan dan minuman, dinilai sebagai amalan terbaik sebagai detox alami yang dibutuhkan tubuh. Meski bagi sebagian orang, puasa sunnah mungkin mudah, namun bagi orang yang mengabdikan dirinya pada pekerjaan yang berat, sangat mungkin puasa sunnah (apalagi Ramadhan) adalah amalan yang sarat perjuangan. 

Oleh karenanya, karena  ‘berat’nya ibadah puasa ini dan dimampukan bagi mereka yang benar-benar siap jasmani dan ruhani, maka ada ganjaran menanti. Allah menyediakan pintu khusus untuk mereka yang senantiasa berpuasa karena Allah. Pintu itu adalah ar-Rayyan. Ar Rayyan secara bahasa berarti puas, segar dan tidak haus. Ar Rayyan ini adalah salah satu pintu di surga dari delapan pintu yang ada yang disediakan khusus bagi orang yang berpuasa.

 Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda “Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).

 

Ganjaran luar biasa dari-Nya ini adalah janji yang akan diperoleh untuk mereka yang senantiasa merutinkan puasa. Baik puasa  sunnah apalagi puasa wajib. Puasa sunnah yang dikuatkan misalnya puasa Senin-Kamis, puasa tiga hari setiap bulan, puasa 6 hari pada bulan Syawal, puasa pada bulan-bulan haram (termasuk puasa beberapa hari di bulan Rajab), atau puasa yang paling Allah sukai yaitu puasa Dawud. 

Tentu, ganjaran memeroleh Rayyan adalah ‘final destination’ yang akan diperoleh bagi mereka yang mampu dan ikhlas berlapar juga menahan dahaga. Namun, tentu bukan karena hanya ingin meraih ar-Rayyan, puasa hendaknya juga menjadi jalan (cara) kita mensyukuri ni’mat-ni’mat Allah yang tak bisa terhitung (juga takkan pernah mampu menghitung) banyaknya.

Masih diberi nafas hari ini, terhindar dari marabahaya, keluarga dan orang tercinta sehat sentosa; adalah ni’mat yang tiada tandingannya. Puasalah karena ingin mengungkapkan rasa cinta dan syukur kita pada-Nya. Puasalah sebagai manifestasi rasa syukur kita yang masih lebih sering ‘lupa’ cara untuk berterimakasih pada-Nya. Rasa terimakasih dari relung hati terdalam untuk-Nya yang Maha Barr; Sang Pelimpah Kebaikan yang kebalikannya melimpah ruah tiada tara. Wallahu a’lam.

 

*Penulis Buku, Dosen

 
Berita Terpopuler