Skenario Mencap FPI adalah Teroris Versi Munarman

Tolong dong cara-cara kotor ini dihentikan dan berlaku secara adil, kata Munarman.

Republika/Raisan Al Farisi
Eks Sekum FPI, Munarman.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Eva Rianti, Zainur Mashir Ramadhan

Baca Juga

Belakangan, beredar video di media sosial yang berisi pengakuan pemimpin JAD sekaligus narapidana kasus terorisme, Zainal Anshori. Ia mengaku, JAD pernah menjadi organisasi sayap FPI di Kabupaten Lamongan.

Penggabungan struktur JAD dan FPI di Lamongan itu bertujuan untuk memperlebar sayap dan memperkuat struktur jaringan JAD untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar di dalam masyarakat.

"Kegiatan yang pernah kami ikuti ketika pada 2005 yaitu kegiatan yang berkaitan dengan amar ma'ruf nahi munkar. Memang sebelumnya amar ma'ruf nahi munkar sudah kita laksanakan kegiatan di Lamongan, tapi untuk memperlebar sayap dan memperkuat struktur ini, maka kita koneksi dan kita menyambung dengan FPI pada waktu itu. Sehingga kurang lebih 2005 kita resmi menjadi sayap dari organisasi FPI. FPI dari Dewan Pimpinan Wilayah Kabupaten Lamongan," kata Zainal dikutip dalam video yang berada di media sosial, Rabu (10/2).

Kemudian, Zainal melanjutkan, FPI maupun JAD memiliki kesamaan dalam melakukan kegiatan tersebut. Seiring berjalannya waktu, Zainal mengatakan, JAD yang sudah terafiliasi dengan FPI di Lamongan kerap melakukan berbagai aksi dengan dalih menegakkan nilai-nilai Islam. Aksi yang mereka lakukan seperti menutup tempat maksiat, tempat perjudian, tempat minuman keras hingga warung remang-remang.

"Dan tidak jarang kita berbenturan dengan masyarakat. Sehingga kami di stigma sebagai organisasi yang keras, organisasi yang mengedepankan dengan kekerasan. Sampai kemudian kami mendapat peringatan keras dari DPW (FPI) dan kami juga terhubung dengan Habib Rizieq," kata dia.

Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman menanggapi pengakuan Zainal Anshori terkait JAD pernah menjadi sayap FPI di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Menurutnya, hal tersebut merupakan skenario untuk menjatuhkan FPI.

"FPI Lamongan sudah dibekukan sebelum saya masuk FPI. Saya bergabung di FPI pada 2009. Saya juga tidak kenal orang itu. Jadi, dia mau jadi JAD atau personel Majapahit atau apa kek bukan urusan saya dan jangan dikaitkan dengan FPI. Di balik tuduhan ini semua pasti ada skenario yang membuat FPI ini semakin buruk di mata masyarakat," katanya dalam keterangan video yang diterima Republika, Rabu (10/2).

Kemudian, ia melanjutkan, di dalam video tersebut Zainal berbicara sambil membaca di bawahnya layaknya ada sesuatu seperti tulisan di kertas. Hal ini pastinya sudah direncanakan oleh kelompok atau seseorang yang ingin membuat citra FPI menjadi buruk.

"Coba deh lihat di video itu dia (Zainal) mengaku sambil melihat ke bawah? Berarti baca kan? Sudah direncanakan? Terus dibuat video dan disebarkan. Biar masyarakat berpikir kalau FPI memang teroris," kata dia.

Ia menambahkan adanya video tersebut bertujuan agar kasus penembakan enam laskar FPI tidak diusut dan diselidiki. Padahal, kasus tersebut sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sampai sekarang pun kasus tersebut tersendat dan tidak diselesaikan.

"Rasanya pemberitaan FPI akan diserang terus menjadi yang tidak benar sampai saya masuk penjara atau saya dibunuh ya. Tolong dong cara-cara kotor ini diberhentikan dan berlaku secara adil. Jangan menuduh yang tidak benar," kata dia.

Sementara itu, Eks Wakil Sekretaris Umum FPI,  Aziz Yanuar mengatakan yang dikatakan Zainal dalam video yang beredar merupakan hal yang tidak benar atau ngawur. Sehingga, ia ingin hal ini diluruskan.

"Tidak sekalian ngaku organisasi sayap PBB atau NATO? Kalau mau ngawur jangan tanggung tanggung," kata dia.

Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

FPI belakangan terseret dengan jaringan terorisme sejak 19 orang terduga teroris dari Makassar, Sulawesi Selatan tiba di Jakarta, Kamis (4/2). Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono saat itu mengatakan, 19 orang yang disebut juga merupakan anggota FPI.

"Sembilan belas semua terlibat menjadi anggota FPI di Makassar. Tentunya akan ditindaklanjuti Densus 88 untuk menyelesaikan aksi terorisme di Indonesia," kata Rusdi, Kamis (4/2).

Rusdi menambahkan, ke-19 terduga teroris yang dibawa ke Jakarta dari Makasar adalah anggota kelompok JAD yang berafiliasi pada ISIS. Mereka ditangkap pada 6 dan 7 Januari 2021.

Rusdi melanjutkan, kelompok tersebut memiliki sejumlah rencana kegiatan yang akan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat di Indonesia. Mereka disebut memiliki sejumlah kemampuan yang terlatih.

"Mereka mempersiapkan diri melakukan latihan fisik, latihan bela diri, latihan memanah, melempar pisau, dan menembak dengan senapan angin serta kemampuan merakit bom," ujar Rusdi.

Eks Dewan Pimpinan Daerah FPI Sulawesi Selatan, Agussalim Syam telah membantah bahwa 19 terduga teroris yang dibawa dari Makassar ke Jakarta oleh Mabes Polri adalah anggota FPI. Menurutnya, terduga teroris inisial AA memang sempat mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh FPI.

"Tapi, tidak secara otomatis AA menjadi anggota FPI,’’ ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (4/2).

Dia menambahkan, hingga kini AA juga tidak pernah terdaftar sebagai anggota FPI Makassar. Termasuk, di kota/kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan.

 

Anggota Densus 88 membawa terduga teroris dari Makasar setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (4/2/2021). Sebanyak 26 orang terduga teroris yaitu 19 orang dari Makasar dan 7 orang dari Gorontalo yang tergabung dalam Jamaah Anshor Daullah atau JAD dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh Densus 88. - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA )

 

 


Membahas acara 2015 silam, Agussalim juga membantah jika acara tersebut adalah baiat kepada ISIS. Menurutnya, acara yang dilaksanakan pada saat itu adalah Diskusi Umum menyoal Kondisi Perpolitikan Dunia Secara Global.

"Itu dihadiri tiga orang narasumber, Munarman, M Basri (almarhum) dan Ustadz Fauzan (almarhum)’’ tambahnya.

Dirinya menjelaskan, kedatangan Munarman dari Jakarta pada saat itu, murni untuk memberikan materi. Bahkan, undangannya pada Munarman ia tegaskan tidak ada hubungan dengan permasalahan ISIS.

"Apalagi, dikaitkan dengan baiat seperti yang dinyatakan oleh saudara AA," ungkap dia.

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai, asumsi mencap FPI sebagai organisasi terafiliasi dengan terorisme sulit dibuktikan.

"Asumsi seperti ini (branding) tidak mudah dibuktikan. Penegak hukum tentunya harus berdasar fakta dan bukti atas branding teroris FPI yang dikaitkan dengan kelompok teroris FPI," ungkap  saat dihubungi melalui pesan singkat, Ahad (7/2).

Lebih lanjut, Suparji menegaskan, saat ini adalah momentum bagi pihak Kepolisian, untuk buktikan implementasi konsep presisi. Kemudian sekaligus menepis adanya asumsi dan spekulasi branding tersebut. Maka jika tidak cepat diklarifikasi, tidak menutup kemungkinan asumsi masyarakat terhadap kasus branding teroris untuk FPI semakin mencuat.

Suparji tidak membantah asumsi bahwa branding terorisme untuk FPI berkaitan dengan kasus menjerat anggota polisi dan juga FPI sendiri. Karena Polisi, memang lebih agresif mengusut kasus pada saat FPI jadi terduga atau tersangka dibanding saat jadi korban. Hanya saja kecurigaan masyarakat tersebut tidak bisa dibuktikan.

"Kecurigaan tersebut mengemuka di sebagian masyarakat, tapi lagi-lagi tidak bisa dibuktikan," kata Suparji.

 

 
Berita Terpopuler