Rp 1,4 Juta untuk Setiap Pasien Isolasi Mandiri di Rumah

Kemenkes akan memberikan uang makan bagi pasien isolasi mandiri di rumah.

ANTARA/Arif Firmansyah
Anggota Polresta Bogor Kota menempel stiker di rumah warga yang sedang menjalani isolasi mandiri, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/2/2021). Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Kota Bogor masuk dalam zona merah berisiko tinggi penularan COVID-19 di Jawa Barat karena kasus penularan COVID-19 dalam sehari mencapai di atas 150 orang dan angka kematian mencapai tiga orang per hari.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Antara

Kementerian Kesehatan merencanakan penganggaran dana bagi warga yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Rencananya, pemerintah menganggarkan dana Rp 1,4 juta bagi warga yang harus isolasi mandiri di rumah.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan alasan pemerintah menganggarkan dana untuk warga yang melakukan isolasi mandiri di rumah. "Jadi walaupun dia sudah teridentifikasi, tapi ringan, dia dimasukkan di rumah, kalau dia positif konfirmasi kita kasih minimum obat-obatan, vitamin, dan anti virus oseltamivir. Tapi kalau dia hanya kontak erat kita kasih vitamin-vitamin saja," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/2).

Lebih lanjut Budi mengatakan, berdasarkan aturan WHO, setiap 1 juta kasus yang terkonfirmasi positif maka 80 persen hanya butuh dirawat di rumah. Sementara hanya 20 persen saja yang perlu dilakukan perawatan di rumah sakit.

"Itu yang jadi dasar kita untuk hitung berapa banyak anggaran untuk isolasi, dan berapa banyak anggaran untuk terapeutik ini," ujarnya.

Untuk diketahui Kementerian Kesehatan menganggarkan dana untuk isolasi sebesar Rp 5,5 triliun. Di dalamnya terdapat anggaran untuk isolasi mandiri sebesar Rp 479 miliar untuk 273.662 orang yang melakukan isolasi mandiri karena positif Covid-19.

Melalui dana tersebut, setiap pasien total akan dibiayai Rp 1.753.040. Dengan rincian biaya supervisi puskesmas Rp 100 ribu, biaya pemeriksaan sederhana (lab) Rp 249.500, untuk biaya obat simptomatis Rp 3.540. Serta penambahan dana Rp 1,4 juta yang dialokasikan untuk biaya konsumsi atau gizi.

Sementara itu Kemenkes juga menganggarkan biaya untuk isolasi terpusat sebesar Rp 5,038 triliun. Besaran angka tersebut dialokasikan untuk 1.094.650 orang yang melakukan isolasi terpusat baik di hotel maupun di wisma karena positif Covid-19.

Dari dana tersebut, total setiap pasien yang lakukan isolasi mandiri di fasilitas kesehatan akan mendapat dana unit cost (UC) per hari sebesar Rp 328.789 setiap harinya selama 14 hari. Selain itu pasien juga mendapatkan biaya supervisi puskesmas Rp 150 ribu, biaya pemeriksaan sederhana (lab) Rp 249.500, dan biaya obat simptomatis Rp 3.540.

Kemudian biaya akomodasi dan konsumsi dialokasikan sebesar Rp 4,2 juta. Total dana untuk setiap pasien isolasi terpusat mencapai mencapai Rp 4,93 juta.

Anggota Komisi IX DPR, Darul Siska, menyoroti terkait rencana pemerintah membiayai masyarakat yang lakukan isolasi mandiri tersebut. Politikus Partai Golkar tersebut mempertanyakan teknis kebijakan itu.

"Apakah memang masuk akal orang yang isolasi mandiri di rumah kita bayari? Dan ini teknisnya bagaimana?" kata Darul.

Ia menilai kebijakan tersebut akan sulit dipertanggungjawabkan saat diimplementasikan nantinya. Ia khawatir adanya kebijakan tersebut justru akan disalahgunakan di tingkat bawah.

"Apakah ini tidak jadi sesuatu yang bisa disimpangkan atau bisa disalahgunakan oleh pengelolanya di tingkat bawah?" ujanya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo. Rahmad menilai ada potensi moral hazard jika bantuan tersebut tidak sampai kepada mereka yang membutuhkan.

"Kalau setiap penduduk itu yang isolasi mandiri mendapatkan hak konsumsi maupun gizi Rp 1,4 juta per 14 hari tentu uang besar," ungkapnya.

"Saya setuju, kalau benar-benar itu haknya sampai. tapi kalau ternyata saudara kita yang mendapatkan isolasi mandiri didata 'oh yang isolasi mandiri jumlahnya sekian ribu', ternyata tidak sampai, itu bentuk moral hazard," imbuhnya. Politikus PDI Perjuangan itu meminta agar Kementerian Kesehatan betul-betul memperhatikan hal tersebut sebelum diterapkan.

Sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono mengungkapkan isolasi mandiri sangat penting untuk mencegah terjadinya outbreak. Unutk itu Kemenkes mengalokasikan dana hampir Rp 480 miliar untuk masyarakat yang melakukan isolasi mandiri di rumah.

"Isolasi terpusat kita lakukan berdasarkan atas data yang kami peroleh, maka 80 persen dari kasus tersebut harus melakukan isolasi yang dilakukan secara terpusat di hotel dan wisma, sedangkan 20 persennya dilakukan secara mandiri di rumah, mengingat banyak sekali rumah yang sulit untuk menjangkau untuk memenuhi persyaratan untuk melakukan isolasi mandiri sehingga akhirnya isolasi terpusat merupakan salah satu pilihan utama dengan total anggaran sebesar Rp 5 triliun," jelasnya





Baca Juga

Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) sekaligus epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Dr Ridwan Amiruddin, menyebut, seiring bertambahnya kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir, proporsi orang yang melakukan isolasi mandiri menjadi sekitar 35-40 persen. Isolasi mandiri yang tidak sesuai namun berpotensi tinggi menjadi klaster keluarga.

"Ada beberapa kebocoran memang diisolasi mandiri sehingga terbentuk kluster keluarga, transmisi di komunitas, pergerakan populasi di tempat-tempat umum sebenarnya menjadi pemicu kasus naik," kata Ridwan dalam webinar yang digelar Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Jumat (5/2) malam.

Isolasi mandiri dilakukan dengan memisahkan si sakit agar dia tidak menjadi sumber penularan. Selama isolasi mandiri, pasien perlu berada di dalam rumah atau ruangan selama 14 hari, namun harus memeriksakan diri ke klinik atau rumah sakit jika gejala memburuk.

Tetapi pada kenyataannya, pasien masih keliru mengenai hal ini, salah satunya tidak berdiam di rumah atau ruangan selama 14 hari. Dia tetap berinteraksi sosial secara langsung dengan anggota keluarga lain sehingga dia menjadi sumber penularan bagi keluarganya atau tetangga.

"Semakin tinggi tingkat pertemuan seperti makan bersama maka tingkat penularan makin tinggi. Apabila mobilitas penduduk naik satu persen maka kasus Covid-19 bisa naik 8-15 persen," tutur Ridwan.

Masalahnya, selain pasien tidak disiplin, kurangnya pengawasan dari petugas puskesmas atau layanan medis menyebabkan kebocoran dalam pelaksanaan isolasi mandiri. "Karena ketidakdisiplinan dalam melakukan isolasi mandiri maka terbentuk kluster keluarga, tetangga, kantor. Karena itu beberapa provinsi mendorong supaya isolasi mandiri dapat dikontrol oleh RT, RW atau dilaksanakan secara terpusat," kata Ridwan.

Sebelum mengisolasi diri, pasien sebaiknya menghubungi dinas kesehatan menyampaikan dia melaksanakan isolasi mandiri. Anggota keluarga juga segera perlu diungsikan jika memiliki daya tahan tubuh rendah, seperti lansia, atau sedang dalam pengobatan penyakit kronik seperti diabetes atau kanker, penyakit auto imun, kondisi pernapasan tidak prima. Mereka perlu dipisahkan karena berisiko lebih tinggi terpapar Covid-19.

Pasien isolasi mandiri juga harus memeriksakan kondisi status kesehatan setiap pagi. Cek, apakah terjadi perburukan, sesak napas, demam, dan memahami risiko penularan saat berada di luar rumah.

Mereka yang bergejala harus diisolasi mandiri minimal selama 10 hari setelah hari pertama mengembangkan gejala, ditambah 3 hari setelah gejala berakhir atau saat mereka tidak demam dan tanpa gejala pernapasan. Sementara orang tanpa gejala (OTG) disarankan melakukan isolasi mandiri selama minimal 10 hari setelah dites positif.

Isolasi mandiri (ilustrasi) - (republika)

 
Berita Terpopuler