Hukum Angkat Telepon Saat Berdzikir Menurut KH Muhyiddin

Dzikir tidak harus diekspresikan dalam sholat saja.

Thoudy Badai/Republika
Hukum Angkat Telepon Saat Berdzikir Menurut KH Muhyiddin
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah melaksanakan sholat lima waktu, biasanya umat Islam melanjutkannya dengan berdzikir. Namun, saat sedang berdzikir tiba-tiba ponsel berdering karena ada panggilan telepon.

Baca Juga

Lalu, bagaimana hukumnya orang yang mengangkat teleponnya saat sedang berdzikir? Dosen Ma'had Aly Sukorejo Situbondo, KH Muhyiddin Khatib menjelaskan dalam perspektif fikih dan tasawuf.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

"Dan barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepadaku, maka baginya kehidupan yang sempit dan di akhirat akan dikumpulkan di mahsyar dalam keadaan buta," (QS. Taha [20]:124).

Menurut Kiai Muhyiddin, pada prinsipnya berpaling dari dzikir kepada Allah terhadap selain-Nya, hukumnya haram, dengan dalil firman Allah SWT tersebut. "Baca dzikir setelah sholat, masuk kepada keumuman kata ذكري. Dalam ayat ini mengandung satu ancaman yang tidak hanya di dunia," ujarnya dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (4/2). 

Dalam kaidah fikih dikatakan,

وكل مافيه مفسدة اكبر من مصلحتها او ما فيه وعد فحكمه حرام

"Setiap sesuatu yang mengandung mafasadat yang kadarnya lebih besar dari kemaslahatannya atau mengandung suatu ancaman, maka hukumnya haram," jelasnya. 

 

Kiai Muhyiddin menjelaskan, kata-kata "berpaling" pada ayat di atas dalam pelbagai kitab tafsir dijelaskan dengan orang kafir yang tidak beriman kepada Allah SWT. Menurut dia, penjelasan ini sangat jelas dan disepakati oleh semua ulama.

Sedangkan dalam perspektif tasawuf, menurut dia, kata اعرض diartikan lupa kepada Allah SWT dan sibuk untuk selain-Nya. Oleh karena itu, sering didengar dari berbagai kalam al-shufiyyah, lupa kepada Allah itu merupakan siksaan yang besar. Satu detik tidak ingat Allah SWT akan berpengaruh terhadap maqam (posisi) yang telah ia capai di sisi Allah SWT.  

"Bagi mereka, dzikir tidak harus diekspresikan dalam sholat saja. Sholat dikerjakan untuk menyatukan raga dengan batin dalam satu kata dzikrullah," kata kiai kelahiran Pulau Bawean, Gresik ini. 

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

أقم الصلاة لذكري

"Laksanakanlah sholat semata-mata untuk mengingatku."

Menurut dia, dalam berbagai literatur fikih dikatakan قطع الصلاة (memutus sholat sebelum salam) hukumnya haram,. Memutus itu mengandung arti berpaling kepada selain Allah.  Ia pun memasukkan doa dan dzikir itu pada arti sholat secara bahasa. 

"Oleh karena itu, hukum asal dari sibuk menerima ponsel ketika sedang wiridan adalah berpaling dari dzikrullah kepada selain Allah," kata Kiai Muhyiddin. 

 

Lalu bagaimana jika misalnya isi telepon itu isinya sangat penting, seperti orang yang minta pertolongan dari sesuatu yang menyebabkan kematian atau paling tidak memiliki nilai hajat yang diposisikan pada posisi darurat?

Kiai Muhyiddin menjawab, jika orang yang sedang wiridan itu mengetahuinya maka boleh menerimanya bahkan bisa wajib. Berdasarkan kaidah,

الواجب لايترك الا لواجب

"Kewajiban tidak bisa ditinggal kecuali dengan alasan adanya kewajiban yang lain."

Kiai Muhyiddin menjelaskan, tindakan kemanusiaan itu merupakan suatu kewajiban, bahkan orang yang sedang sholat, boleh membatalkan sholatnya manakala dia melihat ada orang lain yang akan digigit ular dan dia harus mengingatkannya.

"Masuk dalam kategori wajib menerima di sini, apabila yang menelepon adalah orang tuanya. Ijabah (memenuhi)  panggilan orang tua hukumnya wajib," kata Dosen Universitas Ibramihy Sukorejo Situbondo ini. 

Akan tetapi, jika orang yang sedang dzikir tidak mengetahui kalau yang menelepon orang tuanya atau tidak mengetahui kalau ada orang yang minta tolong untuk urusan kemanusiaan, maka tidak menerima telepon tersebut tidak apa-apa. 

 

"Bahkan haram karena alasan berpaling dari dzikir sebagaimana penjelasan di atas," ujarnya. 

 
Berita Terpopuler