Syahwat Politik Moeldoko, Antara Demokrat dan Pilpres 2024

Moeldoko sudah tegaskan, tidak mungkin ambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.

Republika/Putra M. Akbar
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan pers di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2). Keterangan pers tersebut untuk menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono terkait tudingan kudeta AHY dari kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat demi kepentingan Pilpres 2024. Republika/Putra M. Akbar
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, disebut sudah menerima teguran dari Presiden Joko Widodo. Teguran terkait kabar keterlibatannnya dalam dugaan upaya kudeta kepemimpinan Partai Demokrat.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapillu) Partai Demokrat, Andi Arief, adalah pihak yang menyebut kalau Presiden sudah menegur Moeldoko. "KSP Moeldoko sudah ditegur Pak Jokowi. Mudah-mudahan, tidak mengulangi perbuatan tercela terhadap Partai Demokrat," cicit Andi lewat akun Twitter pribadinya yang sudah dikonfirmasi, Jumat (5/2).

Ia juga memaklumi, ada senior di Demokrat yang kecewa partai dipimpin oleh seorang yang masih tergolong muda. Menurutnya, itu adalah sisa feodalisme di partai berlambang bintang mercy itu.

"Buat beberapa senior partai yang kecewa dan kurang legowo dipimpin generasi muda (AHY), kami maklumi. Itu sisa-sisa feodalisme, tugas partai untuk mendidik," ujar Andi.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, memandang, pejabat tinggi pemerintahan seharusnya tidak terlibat upaya penjatuhan partai mana pun. Firman mencermati manuver Moeldoko membuktikan lemahnya mentalitas untuk membangun partai politik (parpol) secara sungguh-sungguh. Ada pola yang cenderung memilih pembajakan parpol demi kepentingan individu.

"Tampaknya, punya syahwat politik. Tapi, caranya ini tidak elegan karena tunjukkan partai dianggap sekadar alat penguasa," kata Firman.

Baca Juga

Baca juga : Demokrat: Moeldoko Klaim Didukung PKB-Nasdem di Pilpres 2024

Firman menangkap fenomena Moeldoko dan Demokrat sebagai bukti syahwat politik yang ingin disalurkan secara praktis. Moeldoko dianggap tak mau repot mengurus parpol.

"Mindset mereka sesederhana itu untuk melihat politik, demokrasi. Kondisi demokrasi kita begitu ya pilih yang instan (membajak parpol) ketimbang buat partai dan lakukan pembinaan," ucap Firman.

Firman merasa prihatin atas isu kudeta partai Demokrat. Ia menyarankan Moeldoko lebih baik membuat parpol sendiri, kemudian membinanya hingga bisa berkompetisi di pentas nasional.

Moeldoko bukan termasuk kader atau bahkan mantan kader Demokrat. Moeldoko tercatat pernah menjabat sebagai wakil ketua umum Dewan Pembina Partai Hanura. Ia mengundurkan diri pada 2018.

"Kalau dilihat dari gesturnya tidak terlalu ingin lelah membuat partai sejak awal, tapi langsung jadi atau membajak saja. Hal-hal kayak gini mencoreng kehidupan politik, demokrasi yang sebenarnya sudah jelek," ujar Firman.

Baca juga : Kudeta Demokrat, Andi Arief: Moeldoko Sudah Ditegur Jokowi

Moeldoko memang sudah tegas membantah terlibat dalam upaya kudeta kepimpinan Partai Demokrat. Namun, Moeldoko mengakui, bertemu dengan sejumlah kader dan eks kader partai yang identik dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

Firman pun mengkritisi kedekatan yang dijalani Moeldoko dengan Partai Demokrat. Menurutnya, kedekatan itu cenderung malah memengaruhi internal Demokrat. "Harusnya, sebagai pihak pemerintah lakukan pembinaan pada parpol beri saran, bukan malah memperkeruh suasana dengan terjun langsung di dalam partai itu atas nama perbaikan," kata Firman.

Firman memandang, hubungan Moeldoko dengan Demokrat tak pantas dilakukan jika mengarahkan pada hal-hal yang bersifat internal partai. Apalagi, jika Moeldoko membisiki Demokrat agar melaksakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang menjadi jalan kudeta kekuasaan ke AHY.

"Sebetulnya tidak etis karena itu di luar posisinya sebagai elemen penguasa dan eksternal parpol. Apalagi, hingga mengarah ke KLB itu bahaya, padahal kita perlu parpol yang kuat bukan lemah," ujar Firman.

Sebelumnya, AHY mengatakan, ada upaya dari sejumlah pihak yang ingin menggulingkan posisinya dari ketum partai. Ia menyebut, gerakan politik itu disebut mendapat dukungan pejabat pemerintahan Presiden Jokowi. Belakangan, kader Demokrat menyebut, sosok tersebut adalah Moeldoko. AHY pun melayangkan surat ke Presiden Jokowi atas dugaan kudeta tersebut.

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan, Presiden telah menerima surat yang dikirimkan AHY. Namun, Pratikno mengungkapkan, Presiden Jokowi tidak akan membalas surat terkait isu kudeta kepemimpinan di Partai Demokrat.

Pratikno melanjutkan, apa yang terjadi di Partai Demokrat sudah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai sehingga Presiden Jokowi tidak perlu membalas surat itu. "Karena itu adalah perihal dinamika internal partai, itu perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semua sudah diatur di AD/ART Partai Demokrat, itu saja," ungkap Pratikno.



Dalam keterangan persnya, Rabu (3/2) sore, Moeldoko membantah tudingan yang menyebut dirinya ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat. Bagi Moeldoko, kudeta tak mungkin dia lakukan karena ia menghormati SBY. "Beliau pernah atasan saya, senior saya yang saya hormati, saya respek kepada beliau," ujar Moeldoko.

Moeldoko menegaskan, dia hanya sosok di luar partai yang tidak mungkin mengambil alih kepemimpinan Demokrat. Tudingan kudeta yang ditujukan kepadanya hanya dinilai sebagai dagelan saja.

"Biasa-biasa aja. Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi, kenapa mesti takut dia," ujar Moeldoko.

Ditanya, apakah Moeldoko akan melakukan pertemuan dengan SBY usai lahirnya tudingan kudeta Demokrat? Ia menjawab tidak. Pasalnya, ia merasa selama ini tak memiliki permasalahan dengan Presiden ke-6 Republik Indonesia itu.

"Saya tidak ngerti ya, wong menurut saya sih tidak ada apa-apa itu. Saya sih tidak ada apa-apa," ujar mantan Panglima TNI itu.

Meski begitu, Moeldoko mengaku marah dengan tudingan yang menyebut dirinya ingin mengambil alih kepemimpinan Demokrat. Ia pun memberi peringatan kepada pihak-pihak yang melayangkan fitnah kepadanya.

"Juga marah (saya), jadi saya ingatkan, hati-hati. Jangan memfitnah orang, hati-hati, saya ingatkan itu," tegas Moeldoko.

Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng, memberi penjelasan alasan Moeldoko diduga terlibat upaya kudeta. Ia mengatakan Moeldoko didukung oleh Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk pencapresan di 2024. Informasi tersebut didapatkannya dari kader partai yang disebut bertemu dengan Moeldoko.

Ia menceritakan, awalnya ada pihak yang menelepon kader Demokrat untuk melakukan pertemuan. Disebut pertemuannya terjadi di sebuah hotel, tetapi yang datang hanya segelintir orang saja.

"Dari kader kami, di situ (pertemuan) Pak Moel cerita bahwa dia memang mau maju di 2024 dan sudah didukung oleh PKB dan didukung oleh Nasdem," ujar Andi, saat dihubungi Republika.

Setelah diklaim mendapatkan dua dukungan partai tersebut, Moeldoko disebut masih membutuhkan Demokrat. Dari situ timbul wacana untuk menjadi ketua umum partai lewat KLB.

"Butuh Demokrat dia (Moeldoko), siap menjadi ketua umum melalui kongres luar biasa dan sudah diplanning untuk 300 lebih suara," ujar Andi.

Namun, sejumlah kader mempertanyakan hal yang ingin dilakukan oleh Moeldoko. Sebab jika ingin maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024, ia dapat membicarakannya dengan petinggi Demokrat. "Makanya kemudian kita kirim surat kepada Pak Jokowi, suratnya sangat sopan, menanyakan apa benar yang dikatakan Pak Moeldoko ini. Begitu mudah-mudahan tidak benar," ujar Andi.

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, namun membantah kabar partainya sudah menggadang-gadang capres untuk 2024. "Itu tidak benar, PKB belum ngurusi capres, apalagi nama calon. Soal capres itu tergantung Gus Ami (Muhaimin Iskandar), Ketum PKB," ujar Jazilul.

Ia melihat, permasalahan dugaan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat melebar ke pihak lain yang tak ada hubungannya. Diharapkannya, konflik antara Moeldoko dan Demokrat dapat segera selesai.

"Kami cuma berdoa semoga ketemu akar masalah dan solusinya. Jangan libatkan PKB dalam masalah rumah tangga orang lain," ujar Jazilul.

Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, juga menegaskan hal yang serupa. Partainya hingga saat ini belum melalukan komunikasi dengan siapapun, termasuk kepada Moeldoko dan Anies Baswedan terkait Pilpres 2024.

"Halusinasi kali ya, karena Nasdem sampai hari ini belum pernah membangun komunikasi dengan siapapun. Apalagi personal tentang pencapresan 2024," ujar Ahmad.

Nasdem, kata Ahmad, masih melakukan konsolidasi di internal partai. Sehingga keputusan politik terkait kontestasi di 2024 merupakan kewenangan Surya Paloh sebagai ketua umum. "Hari ini Nasdem lebih fokus bagaimana bicara konsolidasi internal membuat struktur partai Nasdem secara kelembagaan. Kita belum bicarakan isu politik," ujar Ahmad.

 
Berita Terpopuler