Zaim Saidi yang Baru Ditangkap Sekarang oleh Polisi

Penangkapan Zaim Saidi akibat transaksi dinar dirham dianggap kurang bijak.

Antara/Asprilla Dwi Adha
Seorang warga melintas depan ruko pasar muamalah yang disegel polisi di Tanah Baru, Depok, Jawa Barat, Rabu (3/2/2021). Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap pendiri Pasar Mualamah Zaim Saidi dan menyegel ruko yang digunakan sebagai tempat transaksi pembayaran menggunakan koin dinar, dirham, dan emas.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Rossi Handayani, Fuji E Permana, Novita Intan

Bareskrim Polri telah menangkap pendiri Pasar Muamalah Depok, Jawa Barat, Zaim Saidi, pada Selasa (2/2) malam WIB. Penangkapan tersebut terkait kasus perdagangan dengan menggunakan alat tukar selain rupiah. Padahal Pasar Muamalah yang digagas Zaim menggunakan dinar dan dirham dalam transaksi jual belinya sudah beroperasi sejak tujuh tahun lalu.

"Pengungkapan kasus ini berasal dari informasi yang diperoleh tim penyidik hari Kamis tanggal 28 Januari 2021. Terkait dengan adanya video viral tentang penggunaan alat tukar selain rupiah yaitu dinar dan dirham sebagai alat transaksi jual beli di Jalan Tanah Baru, Depok," ungkap Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/2).

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus atau Dirtipideksus Polri lalu melakukan penangkapan terhadap pelaku Zaim Saidi di kediamannya. Polisi menyebut Zaim berperan sebagai inisiator dan penyedia lapak Pasar Muamalah, sekaligus sebagai pengelolah dan sebagai 'Wakalainduk'.

"Yaitu tempat menukarkan rupiah menjadi alat tukar dinar atau dan dirham yang digunakan sebagai alat tukar jual beli dan perdagangan di pasar tersebut," ungkap Ramadhan.

Pasar Muamalah yang digunakan sebagai kegiatan perdagangan atau bazar telah dilakukan sejak tahun 2014. Pasar tersebut dilaksanakan dua pekan sekali, di hari Ahad pukul 10.00-12.00 WIB.

"Pasar Muamalah diadakan di sebuah lahan milik seorang bernama ZS, yang merupakan Amir Amirat Nusantara di mana dibentuk oleh tersangka ZS untuk komunitas masyarakat yang ingin berdagang. Tentunya dengan aturan yang mengikuti tradisi pasar di masa nabi," terang Ramadhan.

Berdasarkan penelusuran polisi, jumlah pedagang di Pasar Muamalah antara 10-15 orang. Adapun, barang yang dijual adalah sembako, makanan, minuman, dan pakaian. Kemudian, Zaim menentukan harga beli koin dinar dan dirham sesuai harga PT Aneka Tambang (Antam) ditambah 2,5 persen sebagai margin keuntungannya.

Dinar yang digunakan sebagai alat pembayaran di Pasar Muammalah adalah koin emas sebesar 4,25 gram dan emas 22 karat. "Sedangkan dirham yang digunakan adalah koin perak murni seberat 2,975 gram. Saat ini nilai tukar satu dinar setara dengan 4 juta rupiah, sedangkan dirham setara dengan nilai Rp 73.500," jelas Ramadhan.

Dinar dan dirham tersebut, menurut Ramadhan, dipesan dari PT Antam Kesultanan Bintang, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Ternate dengan harga sesuai acuan PT Antam. Kemudian dirham perak diperoleh dari pengrajin daerah Pulo Mas Jakarta, dengan harga lebih murah dari acuan PT Antam. Dinar dan dirham yang digunakan menggunakan nama pelaku Zaim Saidi bertujuan sebagai penanggungjawab atas kandungan berat koin dinar dan dirham tersebut

"Atas perbuatannya, Zaim dipersangkakan dengan pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang hukum pidana dan pasal 33 Undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah," tegas Ramadhan.












Baca Juga

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, menanggapi penangkapan Zaim Saidi akibat penggunaan dinar dan dirham. Ia berpesan agar polisi berhati-hati. "Jangan sampai polisi menghambat ekonomi yang didorong oleh pemerintah," kata Marsudi pada Rabu (3/2).

Dia mengatakan, kepolisian harus menjelaskan pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik Pasar Muamalah tersebut. Menurut dia, pada dasarnya kegiatan ekonomi syariah didukung oleh pemerintah dan juga ada peraturannya.

"Terlebih dulu polisi harus bisa menjelaskan ke publik, kegiatan apa yang melanggar hukum di Indonesia. Jangan sampai di gebyah uyah, bahwa kegiatan Muamalah melanggar hukum. Polisi harus menjelaskan hal ini," ucap Marsudi.

Marsudi menjelaskan, Pasar Muamalah merupakan sebuah pasar untuk kegiatan bisnis ataupun jual beli atau kegiatan transaksi lainnya secara syariah. Kegiatan syariah sudah banyak kegiatannya digelar di Indonesia, karena undang-undang dan perangkat organisasinya sudah banyak, bahkan Pemerintah juga mendukung kegiatan syariah tersebut.

Dia melanjutkan, organisasi kemasyarakatannya sudah lengkap dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IAEI) atau bahkan sampai organisasi Ekonomi, yang di dalamnya ada Presiden dan Wakil presiden. Bahkan para menteri masuk di dalam kepengurusan MES, yang intinya adalah untuk mendukung kegiatan ekonomi syariah di Indonesia.

"Kegiatan Pasar Muamalah di Depok yang penyelenggaranya ditangkap, saya harap Polisi harus hati-hati nangani kasus ini," kata dia.

Sedangkan menurut Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, seharusnya Zaim tidak langsung ditangkap. Ia menyarankan sebaiknya pendiri pasar itu dibina.

"Jadi bila masih bisa dibina ya diusahakan dilakukan pembinaan," kata Ikhsan.

Ikhsan mengatakan, muamalahnya sudah benar karena muamalah yang baik itu dengan cara-cara syariah. Muamalah syariah juga sedang digalakkan oleh pemerintah melalui berbagai macam instrumen termasuk memperkuat ekonomi syariah.

Dulu hanya disebut keuangan syariah sekarang menjadi ekonomi syariah. Pemerintah telah memperluas dari hanya keuangan menjadi ekonomi syariah. Termasuk di dalamnya ada zakat, infak, sedekah, wakaf, filantropi dan lain-lain itu semua berbasis syariah.

"Hanya saja ada kekeliruan dalam praktik transaksinya (di Pasar Muamalah) itu menggunakan dinar dan mata uang lain, sementara kita ketahui di Republik Indonesia ini alat tukar yang sah hanya satu yaitu rupiah," ujarnya.

Ikhsan menerangkan, terjadi pelanggaran di penggunaan mata uang asing itu. Menurutnya, pendekatan hukum seharusnya bisa dilakukan dengan cara persuasif.

Pendiri Pasar Muamalah itu sebaiknya dipanggil dulu untuk diperingatkan agar tidak melakukan hal-hal yang demikian. Artinya dilakukan semacam pembinaan. Kalau ia masih melakukan pelanggaran setelah dibina, maka ia melakukan perbuatan yang melanggar hukum karena tidak menggunakan mata uang yang sah.

"Sebaiknya sih kalau bisa dilakukan pembinaan agar pasar muamalahnya berjalan, tetapi dengan menggunakan instrumen alat tukar yang sah yaitu rupiah," jelasnya. Ikhsan mengingatkan bahwa kewajiban Polisi melakukan pembinaan ke masyarakat. Masyarakat perlu diedukasi dengan cara yang baik dan diperingatkan dengan keras bila perlu.

"Kalau dia terus melakukan dan melanggar ya baru terapkan pidananya, sehingga tujuan dari penegakan hukum dan pembinaan ke masyarakat juga tercapai, hukum itu untuk keadilan kan," kata Ikhsan.

Zaim Saidi - (Agung Supriyanto/Republika)



Dalam wawancara dengan Republika di tahun 2016, Zaim memaparkan alasannya menggunakan dinar dan dirham sebagai alat tukar. Katanya, seperti diketahui uang kertas tidak memiliki nilai selain nominal yang tertera di atasnya.

Zaim mencontohkan, gaji pegawai yang seolah mengalami kenaikan tidak turut meningkatkan daya beli. Lain halnya dengan dinar yang masih bisa untuk ditukarkan dengan kambing. "Pegang rupiah kita makin miskin, pegang emas kita selamat dari kemiskinan. Itulah riba," ujar Zaim menjelaskan.

Selain mengembalikan sunah, penggunaan dinar dan dirham juga mengurangi riba karena tidak bertransaksi dengan uang kertas. Uang kertas dianggap riba karena semuanya terbuat dari bahan kertas namun hanya dibedakan dari angka yang tertera.

Uang kertas tidak memiliki nilai, dirobek uang tersebut sudah tidak berlaku. Lain halnya dengan dirham dan dinar. "Dalam Islam, uang itu mesti punya nilai, nilainya bukan karena angka nominal," ujar dia.

Bahkan saat ini transaksi internasional dilakukan secara elektronik, dengan menggunakan sistem digital dengan hanya memasukkan nominal angka. Padahal, semestinya harta ditukar dengan harta yang lebih baik dilakukan dengan dinar dan dirham.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, mengingatkan soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti diatur UUD 1945 dan UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

”Seiring adanya indikasi penggunaan alat pembayaran selain rupiah masyarakat, Bank Indonesia menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 23B UUD 1945. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya dalam keterangan resmi.

Pasal 23 B dalam UUD 1945 berbunyi macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan Pasal 21 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dijelaskan sebagai berikut:  

(1) Rupiah wajib digunakan dalam
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Adapun soal sanksi dan ketentuan pidana penjara hingga denda atas pelanggaran pasal tersebut, diatur dalam Pasal 33 pada undang-undang yang sama. Bunyinya:

(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta

Maka itu, Bank Indonesia mengingatkan masyarakat berhati-hati dan menghindari penggunaan alat pembayaran selain uang rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. “Bank Indonesia mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan rupiah sebagai mata uang NKRI," ucapnya.

Dinar dan dirham. - (Republika/Agung Supriyanto)

 
Berita Terpopuler