China Blokir Upaya DK PBB Kecam Kudeta Militer Myanmar

China menganggap tekanan internasional hanya akan membuat kondisi di Myanmar kian bur

republika
Kudeta militer Myanmar
Rep: Lintar Satria Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Pemerintah China memblokir Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan pernyataan mengecam kudeta militer di Myanmar. Dewan Keamanan menggelar rapat pada Selasa (2/2) kemarin tapi gagal mengeluarkan pernyataan bersama mengenai kudeta di Myanmar.

Seperti Prancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Rusia, Negeri Tirai Bambu itu juga memiliki hak veto di Dewan Keamanan.

Baca Juga

Hingga kini militer Myanmar masih belum membebaskan Aung San Suu Kyi dan pemimpin politik lainnya yang ditahan sejak Senin (1/2) lalu.Pemimpin-pemimpin kudeta telah membentuk dewan tertinggi yang akan mengusai kabinet.

Terlihat tanda-tanda perlawanan di kota terbesar Myanmar, Yangon. Dokter dan petugas medis di puluhan rumah sakit di seluruh negeri mogok bekerja untuk memprotes kudeta dan mendesak Suu Kyi dibebaskan.

Sejak awal kudeta, China sudah memperingatkan tekanan internasional hanya akan membuat gejolak politik di Myanmar semakin memburuk. Beijing sudah lama berperan melindungi Myanmar dari berbagai sanksi internasional.

China merupakan mitra perdagangan dan salah satu sekutu terdekat Myanmar. Bersama Rusia mereka berulang kali melindungi Myanmar dari tekanan PBB atas penindakan keras terhadap masyarakat muslim Rohingya.

Sebelum pertemuan Dewan Keamanan, perwakilan PBB di Myanmar Christine Schraner, mengecam keras aksi militer Myanmar. Kudeta digelar usai Angkatan Bersenjata Myanmar menolak hasil pemilu.

Pakar Myanmar di National University of Singapore Elliott Prasse-Freeman mengatakan melalui kebijakan luar negerinya China tampaknya memberi dukungan diam-diam pada aksi para jenderal.

"Berdasarkan laporan media-media China, Beiing tampaknya memproses hal ini seperti 'masalah internal' Myanmar seperti ketika kita sedang menyaksikan 'reshuffle kabinet'," kata Prasse-Freeman.

Ia mengakui pernyataan PBB tidak akan membuat perbedaan berarti. Namun masih dapat berperan sebagai 'langkah pertama respon internasional yang koheren. "Tampaknya hal itu tidak akan terjadi," tambah Prasse-Freeman.

 
Berita Terpopuler