Kemampuan Fisik Anak Indonesia Lampaui Sosial Emosional

Kalimantan Timur merupakan provisin dengan kemampuan fisik anak tertinggi.

dok. Unicef 2018
Duta Kehormatan Unicef, David Beckham bersama Sripun, saat berkunjung di Semarang. (Ilustrasi)
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anak PBB (UNICEF) melakukan analisis terhadap perkembangan anak usia dini di Indonesia. Berdasarkan analisis tersebut, skor total perkembangan anak Indonesia yakni sebanyak 88,3.

UNICEF Education Specialist Nugroho Indera Warman menjelaskan, berdasarkan penilaian yang dilakukan anak Indonesia tinggi pada kemampuan fisik. Namun, untuk kemampuan sosial emosional dan literasi numerasi memiliki nilai yang masih rendah.

"Kita lihat di sana kemampuan fisik ternyata adalah kemampuan yang paling tinggi yang dimiliki anak Indonesia dengan skor 92,8, diikuti oleh kemampuan belajar anak 95,2. Tapi ketika kita lihat kemampuan sosial emosionalnya, ternyata skornya drop menjadi 69,9. Literasi numerasi tambah drop lagi di 64,6," kata Nugroho, dalam sebuah webinar, Senin (1/2).

Jika dilihat berdasarkan provinsi, Nugroho menjelaskan, di Indonesia nilai tertinggi berada di Kalimantan Timur. Sementara itu, nilai terendah berada di Sulawesi Tengah.

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil analisis ECDI dapat disimpulkan bahwa masih perlu didorong terkait dengan sosial emosional dan literasi numerasi. Namun, jangan sampai literasi numerasi diterjemahkan dengan memaksa anak belajar membaca dan menghitung di usia dini.

 

 

Menurut dia, cara paling tepat untuk meningkatkan literasi numerasi adalah pengenalan praliterasi dan pra numerasi pada anak usia dini. "Tentunya, dengan cara-cara yang menyenangkan ya sambil bermain dan anak-anak itu belajar," kata dia lagi.

Angka ini diambil menggunakan analisis Early Childhood Development Index (ECDI). Di dalam analisis ini, UNICEF menyediakan sebanyak 20 pertanyaan untuk mengukur tiga indikator yakni kesehatan, pembelajaran, dan kesehatan psikososial anak.

Nantinya, hasil analisis dapat digunakan untuk melihat apakah terdapat keterlambatan dalam perkembangan anak-anak di suatu populasi. ECDI digunakan untuk mengukur anak dari umur 24-39 bulan.

 

"Ini memang sesuai untuk kebutuhan laporan SDGs, ini juga sesuai dengan domain perkembangan anak yang sudah ditetapkan di Indonesia," kata Nugroho.

 
Berita Terpopuler