Yuk, Belajar Bikin Start Up di Solocon Valley

Nama Solocon Valley merupakan pelesetan dari Silicon Valley.

Republika/Binti Sholikah
Kegiatan anggota komunitas Solocon Valley saat mengembangkan produk start up masing-masing.
Rep: Binti Sholikah Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Bisnis perusahaan rintisan (start up) kini cukup banyak diminati generasi muda. Berbagai macam aplikasi diciptakan untuk mempermudah kegiatan masyarakat.

Di Kota Solo, Jawa Tengah, perkembangan dunia start up juga mulai bergerak. Sejumlah anak muda yang menggemari perkembangan dunia start up menggagas adaya komunitas yang diberi nama Solocon Valley pada 2015. Namanya memang mirip dengan kiblat start up di Amerika Serikat yakni Silicon Valley.

Pendiri Solocon Valley, Soekma Agus Sulistyo, mengatakan, tujuan awal mendirikan Solocon Valley karena adanya antusias terhadap dunia start up dan kesamaan minat terhadap teknologi. Soekma dan sejumlah temannya kemudian mendirikan komunitas Solocon Valley untuk menjembatani minat tersebut.

"Secara bahasa memang melesetin, karena kiblatnya start up kan di Silicon Valley, karena di Solo dinamain Solocon Valley. Awalnya anggota kami belum banyak, sekarang sudah 150 orang," kata Soekma saat ditemui Republika.co.id di markas Solocon Valley, pekan lalu.

Pada awalnya, para anggota rutin mengadakan pertemuan untuk melakukan diskusi perihal perkembangan dunia start up. Mereka juga menghadirkan pembicara yang kredibel dari luar kota.

Baca Juga

Pertemuan rutin dilaksanakan setiap Selasa yang dinamakan Selasacon Valley Day. Dalam pertemuan tersebut membahas berbagai hal, seperti bisnis start up, desain, teknologi baru, serta teori-teori start up, termasuk perihal pendanaan. Namun, Solocon Valley sifatnya hanya menjembatani ketika ada investor yang tertarik mendanai start up anggota mereka.

Kemudian, selama pandemi Covid-19 ini, komunitas tersebut menyetop pertemuan secara fisik. Pertemuan kebanyakan dilakukam secara virtual. "Tetapi para anggota tetap produktif mengembangkan start up masing-masing," imbuhnya.

Sampai saat ini, sudah ada beberapa start up yang didirikan oleh anggota-anggota Solocon Valley. Di antaranya, Soku (aplikasi layanan pesan antar makanan), UMBI (IOT), iRing (virtual wedding platform), Koonco (On Demand Guide), Grovery (logistik), Leslesan (Edtech), Ricemill (SAAS), Teman Belajar (Edtech), Auke (New Ritel), Awezoome (media sosial), Triponyu (trip on demand), Dengarkan (location based podcast), Impuls (Edtech,) Dolan Kreasi Indonesia (tourismtech), dan Meca (On demand bengkel). Totalnya ada 30-an start up. Namun, sebagian ada yang berkembang, ada yang bubar, dan ada yang masih berlanjut sampai sekarang.

Soekma menargetkan, tahun ini Solocon Valley bisa lebih aktif. Saat ini, para anggota lebih fokus ke start up masing-masing, sehingga kegiatan komunitas sedikit berkurang. "Kami berharap Solocon Valley tetap berjalan sampai di Solo ada start up yang secara esensi produk yang dibuat bisa menyelesaikan masalah masyarakat," kata dia.

Sementara itu, salah satu inisiator Solocon Valley, Yohannes Widya Santoso, menyatakan, Solocon Valley merupakan wadah untuk menyatukan orang-orang yang senang teknokogi. Melalui komunitas tersebut, para anggota sama-sama belajar bisnis start up.

"Ekosistem start up di Solo belum terbangun. Solocon Valley harus menjadi rujukan start up. Kami melihat orang Solo punya kemampuan yang lebih," ujarnya.

Yohannes menambahkan, Solocon Valley diharapkan bisa menjadi semacam hub atau penghubung untuk para pegiat start up bisa berkomunikasi, berinteraksi dan bekerja sama. Dia menekankan pentingnya komunitas ketika ada hal yg perlu didukung, termasuk jaringan (networking). Sehingga, produk yang dihasilkan nantinya bisa membantu kepentingan lebih besar. "Misalnya masyarakat ada yang butuh bantuan implementasi teknologi untuk menyelesaikan persoalan, kami bisa membantu," ucapnya.

 
Berita Terpopuler