Tidak Bermasker Dominasi Pelanggar Prokes di Surabaya

Satpol PP Surabaya catat pelanggar prokes rata-rata ada di fasilitas publik

Antara/M Risyal Hidayat
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengarahkan pengendara sepeda motor untuk mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di kawasan Pasar Keputran, Surabaya, Jawa Timur.
Rep: Dadang Kurnia Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Eddy Christijanto mengungkapkan, pihaknya telah menindak lebih dari seribuan pelanggar protokol kesehatan selama 11 hari diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pelanggaran protokol kesehatan didominasi masyarakat yang tidak memakai masker. Pelanggaran lain yang juga banyak ditemui adalah masyarakat yang tidak menjaga jarak atau berkerumun.

"Di Satpol PP sendiri yang sudah tercatat warga melakukan pelanggaran mencapai 650 orang. Kemudian BPB Linmas juga mencapai sekitar 600-an. Di kecamatan, laporan terakhir itu juga pelanggar prokes sekitar rata-rata 300-an," kata Eddy di Surabaya, Jumat (22/1).

Berdasarkan catatan yang ada, kata Eddy, masih banyak masyarakat yang abai mengenakan masker. Terutama saat berada di kampung-kampung dan fasilitas publik. Sedangkan di pusat perbelanjaan atau mal, masyarakat relatif lebih disiplin memakai masker.

"Di restoran kita juga edukasi agar buka masker pas makan, selesai makan tolong dipakai lagi maskernya. Itu yang sering kita ingatkan kepada mereka. Ketika selesai makan, mereka ngobrol ini tidak pakai masker. Nah ini yang kita ketati juga," ujarnya.

Eddy menegaskan, di sisa penerapan PPKM, pihaknya akan lebih tegas kepada setiap pengunjung kafe dan restoran yang terlihat melepas masker ketika selesai makan. Eddy juga mengakui masih ada kafe atau restoran yang menerima pelanggan melebihi 25 persen dari kapasitas yang ada.

"Bahkan, ada yang 50 persen dan lebih. Kalau kita temukan di lapangan kita tindak," ujarnya.

Eddy juga mengakui masih ada tempat rekreaksi hiburan umum (RHU) seperti rumah karaoke, panti pijat, serta diskotek yang beroperasi. Sementara dalam Perwali nomor 67 tahun 2020 dan perubahannya di Perwali nomor 2 Tahun 2021 selama masa pandemi Covid-19, RHU belum diperbolehkan untuk beroperasi.

Eddy mengaku, selama penerapan PPKM, jajaran Satpol PP telah menghentikan kegiatan 6 RHU yang kedapatan beroperasi. Sedangkan di jajaran Linmas, sudah melakukan penindakan erhadap 7 RHU yang beroperasi.

Eddy menjelaskan, sanksi administratif yang dibebankan bagi pelanggar protokol kesehatan nominalnya bervariasi. Pelanggar perorangan dikenakan denda Rp 150 ribu. Sedangkan tempat usaha mulai Rp 500 ribu sampai dengan Rp 25 juta.

"Usaha itu ada juga yang warung kopi itu Rp 500 ribu, usaha menengah itu Rp 1 juta juga ada, kemudian tempat hiburan malam kita denda Rp 5 juta karena masuk (kategori) menengah," kata dia.

Eddy menegaskan, para pelanggar protokol kesehatan itu pertama-tama dineri sanksi administratif, yakni penyitaan KTP. Agar KTP dikembalikan, mereka diwajibkan membayar denda.

Apabila dalam kurun waktu 7 hari mereka tidak melakukan pembayaran, pihaknya kemudian melaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya untuk dilakukan pemblokiran data kependudukan.

 

Eddy menambahkan, dari hasil penindakan yang dilakukan Satpol PP, ada sekitar 200 warga yang sudah dilakukan pemblokiran KTP. Sementara di jajaran 31 kecamatan, sekitar 70 orang sudah dilakukan pemblokiran.

 
Berita Terpopuler