Vaksinasi Mandiri dan Harapan Jokowi Percepat Herd Immunity

Vaksinasi mandiri sejalan dengan HAM karena publik punya hak memilih vaksin.

Republika/Putra M. Akbar
Petugas memasukan vaksin Covid-19 ke suntikan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Jakarta, Rabu (20/1). Selain memberikan vaksin secara gratis, pemerintah juga sedang menyiapkan rencana vaksinasi mandiri.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rizky Suryarandika, Antara

Pemerintah menyiapkan regulasi pengadaan vaksin Covid-19 secara mandiri alias berbayar. Menteri Koordinator bidang Perekonomian sekaligus Ketua KPCPEN, Airlangga Hartarto, menyampaikan, regulasi vaksin mandiri yang tengah disiapkan tersebut untuk mengatur pembelian vaksin Covid-19 oleh sektor-sektor industri tertentu.

“Terkait persiapan untuk akselerasi vaksin di mana akselerasi melalui program mandiri sedang dipersiapkan regulasinya. Karena itu akan mengatur pembelian oleh sektor-sektor industri tertentu,” jelas Airlangga saat konferensi pers usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21/1).

Vaksin mandiri tersebut akan dibeli oleh para pengusaha dan diberikan secara gratis kepada karyawannya. Selain itu, kata Airlangga, program vaksin mandiri ini nantinya akan menggunakan merek vaksin yang berbeda dengan vaksin gratis dari pemerintah.

“Terkait teknis akan dipersiapkan, dan itu juga dimintakan agar sumber daripada vaksinnya berbeda dengan vaksin yang gratis,” kata Airlangga.

Pernyataan Airlangga juga dipertegas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia mengatakan, opsi vaksin mandiri memberi peluang perusahaan membeli Covid-19 bagi pekerjanya secara mandiri.

“Ada yang bertanya bagaimana mempercepat (vaksinasi) lagi, banyak dari perusahaan, para pengusaha menyampaikan, ‘Pak bisa tidak kita vaksin mandiri? Ini yang baru kita akan putuskan,” ujarnya.

Jokowi mengatakan, opsi vaksin mandiri alias berbayar ini bisa saja diterapkan seperti rencana awal vaksinasi Covid-19. Presiden menyebut, vaksin mandiri dapat dilakukan dengan merek vaksin yang berbeda serta dilaksanakan di tempat yang berbeda.

Menurutnya, vaksin mandiri ini akan membantu pemerintah untuk mempercepat terbentuknya herd immunity di masyarakat guna mencegah penularan pandemi yang lebih luas lagi. “Kita memang perlu mempercepat, perlu sebanyak-banyaknya. Apalagi biayanya ditanggung oleh perusahaan sendiri. Kenapa tidak?” kata dia.

Presiden memang menargetkan, program vaksinasi Covid-19 bisa selesai dalam waktu kurang dari setahun. Ia mengatakan, Indonesia memiliki sekitar 30 ribu vaksinator, 10 ribu puskesmas, dan tiga ribu rumah sakit yang dapat digerakkan untuk mempercepat program ini.

Berdasarkan perhitungan yang ia lakukan, setiap vaksinator dapat melakukan vaksinasi terhadap 30 orang dalam sehari. Sehingga, vaksinasi ditargetkan dapat dilakukan terhadap hampir 1 juta orang dalam sehari oleh sekitar 30 ribu vaksinator.

“Juga kesiapan vaksinnya jangan sampai terlambat. Ini kenapa pernah saya bilang, sebetulnya tidak ada setahun harusnya vaksinasi kita ini sudah bisa kita selesaikan. Karena angka-angkanya yang saya hitung, kita bisa,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, pemerintah akan mengoptimalkan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang ada di seluruh Indonesia untuk mempercepat proses vaksinasi. "Angka yang besar sekali, ini kekuatan kita ada di sini. Negara lain tidak punya puskesmas, tapi kita memiliki, yang setiap tahun juga melakukan imunisasi terhadap anak-anak kita," katanya.

Baca Juga

 

Pendiri Lokataru sekaligus aktivis HAM, Haris Azhar, setuju jika wacana vaksin mandiri direalisasi oleh pemerintah. Namun ia memberi sejumlah catatan agar pelaksanaannya efektif.

Haris menyoroti pelaksanaan vaksinasi mandiri nantinya wajib menjunjung standar tinggi. Sehingga pemberi vaksin tidak asal-asalan menyuntik pasiennya tanpa jaminan aman.

Haris juga meminta pengawasannya perlu diperketat guna mencegah penyimpangan. "Vaksin mandiri, selama memenuhi standar kesehatan, seperti kualitas uji klinis, aksesibilitas (bagi berbagai kelompok, misalnya) dan tidak diskriminatif serta ada pengawasan dari sisi kesehatan dan bisnis, maka vaksin mandiri boleh," kata Haris pada Republika.

Haris mendukung vaksinasi mandiri sebagai bentuk alternatif dari vaksin gratis yang diberikan pemerintah. Menurutnya, masyarakat berhak menentukan vaksin mana yang pantas untuk dirinya. Hal itu sejalan dengan prinsip HAM di mana pemberian layanan kesehatan harus mendapat persetujuan pasien.

"Termasuk juga untuk menjamin kontrol bagi penyedia vaksin mandiri tersebut; jaminan bagi masyarakat bahwa mereka tidak terjebak pada vaksin yang diwajibkan oleh Negara," ucap Haris.

Selain itu, Haris memandang dibutuhkannya aturan hukum yang jelas dalam pelaksanaan vaksinasi mandiri. Aturan tersebut dibutuhkan sebagai bentuk kepastian hukum terhadap penyuntik dan penerima vaksin.

"Landasan hukum bisa diperlukan, untuk menjamin hal-hal di atas, juga semacam sarana panduan bagi masyarakat untuk mengakses atau mendapati vaksin mandiri tersebut," ujar alumnus Universitas Trisaksi itu.

Wacana vaksin mandiri namun dipandang Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena tak perlu secepatnya direalisasi oleh pemerintah. Menurutnya, wacana tersebut perlu dipertimbangkan secara hati-hati.

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya di DPR, Melki sepakat menjeda pembahasan vaksinasi mandiri setidaknya hingga vaksinasi gratis pemerintah digulirkan. "Pembahasan di komisi 9 selama 3 hari berturut turut Selasa sampai Kamis minggu lalu tentang vaksin dan vaksinasi dengan Menkes, BPOM, Biofarma terkait isu vaksin mandiri disepakati ditunda dulu setelah vaksin dan vaksinasi gratis oleh pemerintah selesai dijalankan," kata Melki pada Republika.

Penundaan pembahasan vaksinasi mandiri sejalan dengan masukan Melki dalam rapat tersebut. Politikus asal partai Golkar itu menilai vaksinasi mandiri berpotensi menghadirkan intrik baru saat vaksinasi gratis berlangsung. Sehingga pembahasannya perlu ditaguhkan untuk sementara ini.

"Perkembangan kebijakan apapun ke depan termasuk rencana program vaksinasi mandiri perlu dikaji secara mendalam baik di internal pemerintah juga libatkan DPR RI dan kalangan terkait lainnya sebelum diputuskan jadi kebijakan," ujar Melki.

Selain itu, Melki juga mencermati dinamika yang berkembang menyangkut vaksinasi mandiri baik di internal pemerintah maupun di taraf internasional. Oleh karena itu, ia menganggap vaksinasi mandiri belum diperlukan dalam waktu dekat.

"Soal ketersediaan vaksin di dunia yang oleh WHO disebut masih timpang karena rebutan vaksin yang terbatas, izin BPOM terkait vaksin yang lagi berproses di Indonesia untuk dapatkan EUA selain Sinovac, pelaksanaan vaksinasi yang lagi berjalan saat ini dan tentunya kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid sesuai situasi pandemi yang ada di Tanah Air," ungkap Melki.

Sebelumnya, wacana pengadaan vaksin mandiri awalnya diungkapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 15 Januari. Ia mengatakan, vaksin mandiri ditujukan untuk perusahaan, dengan syarat untuk semua karyawannya bukan hanya untuk direksi dan jajaran atas perusahaan saja.

"Namun itu belum final. Masih dalam diskusi. Kami terbuka untuk diskusi karena objektif kami adalah vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semurah-murahnya," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang diikuti melalui akun Youtube DPR RI di Jakarta, Kamis (15/1). Sedangkan kemarin Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan vaksin Covid-19 secara mandiri bukan prioritas pemerintah.

Pemerintah berencana memvaksinasi 181,5 juta penduduk untuk mewujudkan kekebalan komunal terhadap Covid-19. Vaksinasi gelombang pertama dilaksanakan Januari hingga April 2021 dengan sasaran 1,3 juta petugas kesehatan di 34 provinsi, sebanyak 17,4 juta petugas publik, dan 21,5 juta warga lanjut usia.

Vaksinasi gelombang kedua akan dilaksanakan pada April 2021 sampai Maret 2022 dengan target 63,9 juta warga di daerah dengan risiko penularan tinggi dan 77,4 juta anggota masyarakat lain dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

Pemerintah sudah mengonfirmasi pemesanan 329,5 juta dosis vaksin Covid-19 dari beberapa produsen vaksin. Termasuk perusahaan farmasi China, Sinovac; produsen vaksin Amerika Serikat-Kanada Novavax; perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca; serta perusahaan farmasi Jerman dan Amerika Serikat Pfizer BioNTech

Gejala Covid-19 paling umum pada anak. - (Republika)

 
Berita Terpopuler