KPK Tetapkan Dua Tersangka Korupsi Pengadaan CSRT

KPK tetapkan dua tersangka kasus korupsi pengadaan citra satelit resolusi tinggi

Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Informasi Geospasial tahun 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan LAPAN tahun 2015. KPK juga menetapkan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) 2013-2015, Muchamad Muchlis (MUM) sebagai tersangka untuk kasus yang sama.

Baca Juga

"Para tersangka dilakukan penahanan masing-masing selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 20 Januari 2021 sampai dengan 8 Februari 2021," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/1).

PRK dan MUM ditempatkan di dua sel tahanan berbeda. Lili mengungkapkan, PRK ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1 sedangkan MUM ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. "Sebagai pemenuhan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK maka sebelumnya kedua tersangka dilakukan isolasi mandiri di Rutan KPK cabang Kavling C1," katanya.

Dia mengatakan, perbuatan kedua tersangka berpotensi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT tersebut. Dia melanjutkan, dugaan tindakan korupsi dalam pengadaan proyek CSRT itu diyakini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar Rp 179,1 miliar. Lili menjelaskan, pengadaan citra satelit sangat penting untuk kepentingan tata ruang dan lingkungan di Indonesia. Foto citra satelit resolusi tinggi bisa menjadi dasar untuk penerbitan izin dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran tata ruang wilayah.

Dia meminta seluruh penyelenggara negara agar menggunakan anggaran negara adalah untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat dan bukan untuk kepentingan pribadi. "Sudah sepatutnya pengadaannya dilakukan dengan penuh integritas dan sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya.

Sementara, perkara bermula pada  2015 saat BIG melaksanakan kerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. Namun, PRK dan MUM diduga telah bersepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh pemerintah sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut. 

Sebelum proyek mulai berjalan telah diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah di tentukan sebelumnya yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa (AIP) dan PT Bhumi Prasaja (BP) untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.

Atas perintah para tersangka maka penyusunan berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT AIP dan PT BP agar “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut. Kedua tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC) kepada setiap rekanan.

 

Atas perbuatannya itu, PRK dan MUM disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

 

Rizkyan Adiyudha

 
Berita Terpopuler