Komisi II Cecar DKPP Soal Putusan Memberhentikan Ketua KPU

Anggota Komisi II DPR menyoroti pemberhentian Arief Budiman sebagai Ketua KPU.

Republika/Mimi Kartika
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR menyoroti soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia meminta agar laporan masyarakat atau pengaduan yang masuk ke DKPP perlu juga diteliti.

Baca Juga

"Bisa saja kita menyuruh orang membuat laporan masyarakat yang kemudian itu belum tentu juga objektif," kata Doli dalam rapat kerja Komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan DKPP, Selasa (19/1).

Doli juga menyinggung soal komisioner KPU dan DKPP yang hadir secara lengkap dalam rapat tersebut. Menurutnya, pemandangan tersebut jarang terjadi bahkan pada saat pembahasan pilkada kemarin.

"Mungkin karena ada sengketa itu tadi makanya lengkap," ucapnya.

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus berharap agar dugaan pengaduan masyarakat yang direkayasa sebagaimana yang disampaikan Doli tidak benar terjadi. Namun demikian, dirinya juga mempertanyakan putusan DKPP terkait pelanggaran etik yang dilakukan Arief Budiman.

"Apakah etik yang berkaitan dengan prosesi pelaksanaan pilkada pemilu dan sebagainya atau juga ada ranah yang di luar itu sehingga ini menjadi perdebatan bagi masyarakat banyak. Terkesan ada dinamika yang tidak pas, nggak usah saya ungkapkan tadi juga sudah disampaikan ketua," ungkap politikus PAN tersebut.

 

Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat, Mohamad Muraz melihat, KPU berada dalam keadaan sulit. Sebab Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam putusannya telah membatalkan keputusan presiden (keppres) pemberhentian Evi Novida Ginting dari jabatan komisioner  KPU periode 2017-2022. 

"Kalau KPU tidak mengangkat kembali, putusan PTUN-nya sudah ada, jadi agak bingung juga di KPU ini. Apakah itu betul-betul kesalahan etik di dalam penyelenggaraan kepemiluan atau ada hal lain yang berkaitan dengan  integritas yang bersangkutan selaku ketua KPU," ucapnya.

Anggota Komisi II DPR Wahyu Sanjaya mengaku heran dengan cara DKPP yang dengan cepat memproses persidangan pemberhentian Arief Budiman. Di saat bersamaan proses pilkada juga tengah berjalan.

"Kan lucu tadi pilkada dinyatakan selesai tidak bermasalah, mendapat pujian dari seluruh republik ini bahkan dari dunia, begitu nanti putus DKPP orangnya dipecat jadi penyelenggara," tuturnya. 

 

Sebelumnya DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1).

Perkara ini terkait pengaktifan kembali Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik pascaputusan PTUN yang mengabulkan gugatannya. Sehingga, dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 83/P Tahun 2020 yang mencabut Keppres pemberhentian Evi sebelumnya. 

Anggota DKPP Ida Budhiati mempersoalkan surat KPU RI Nomor 663/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tertanggal 18 Agustus 2020 meminta Evi segera aktif kembali sebagai komisioner KPU RI. Sedangkan, menurut dia, amar keempat putusan Nomor 82/G/2020/PTUN merupakan putusan yang tidak dapat dilaksanakan atau noneksekutabel dan tidak menjadi bagian dari Keppres Nomor 83/P Tahun 2020. Sehingga, kata Ida, Arief Budiman tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Evi Novida Manik kembali sebagai anggota KPU RI.

"Karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting Manik tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan putusan DKPP Nomor 317 dan seterusnya," kata Ida.

 

 

 

 
Berita Terpopuler