Inggris Enggan Tergesa-gesa Longgarkan Lockdown
Inggris kemungkinan baru melonggarkan lockdown pada Maret
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Meski telah melakukan kampanye vaksinasi Covid-19, Inggris enggan terburu-buru melonggarkan penerapan karantina wilayah atau lockdown berskala nasionalnya. Inggris kemungkinan baru akan memperlunak peraturan lockdown pada Maret mendatang.
Menteri Luar Negeri Inggri Dominic Raab mengungkapkan pemerintahan saat ini sedang berupaya agar bisa mencabut peraturan lockdown secepat mungkin. “Pada awal musim semi, semoga pada bulan Maret, kami akan berada dalam posisi untuk membuat keputusan itu. Saya pikir benar untuk mengatakan kita tidak akan melakukan semuanya dalam satu ledakan besar," katanya saat diwawancara Sky News pada Ahad (17/1).
Ia menyebut pencabutan lockdown memang bakal dilakukan secara bertahap. "Saat kami menghentikan penguncian nasional, saya pikir kami akan melakukannya melalui pendekatan berjenjang (regional)," ujar Raab.
Menurut laporan The Sunday Times, para menteri Inggris telah menyepakati tiga indikator yang harus terpenuhi sebelum lockdown dicabut pada Maret. Pertama diizinkan memperlunak atau mencabut lockdown jika tingkat kematian akibat Covid-19 menurun. Kedua jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit berkurang. Terakhir beberapa orang berusia antara 50 dan 70 tahun telah divaksinasi.
Juru bicara di kantor Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menolak mengomentari laporan tersebut. Johnson telah menetapkan target memvaksinasi kelompok manula, pekerja yang secara klinis rentan dan berada di garis depan pada pertengahan Februari.
Johnson mengatakan Inggris dapat mempertimbangkan melonggarkan lockdown jika semuanya berjalan lancar. Sejauh ini Inggris telah mencatatkan lebih dari 3,4 juta kasus Covid-19. Angka itu menempatkannya sebagai negara kelima dengan kasus virus corona tertinggi di dunia. Korban meninggal akibat pandemi di negara tersebut melampaui 89 ribu jiwa.