Utang Luar Negeri Indonesia Terus Melonjak

Utang luar negeri Indonesia hampir menyentuh Rp 6.000 triliun per akhir November 2020

republika
Utang luar negeri tahun ke tahun
Rep: Lida Puspaningtyas/Novita Intan Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menargetkan utang baru pada 2021 sebesar Rp 1.177,4 triliun. Sebagian besar utang ini didapat melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp 1.207,3 triliun. 

Posisi utang luar negeri pada akhir November 2020 tercatat 416,6 miliar dolar AS atau Rp 5.863,16 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) sebesar 206,5 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 210,1 miliar dolar AS.

Rasio utang pemerintah telah mencapai 38,13 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rasio tersebut lebih besar dibandingkan catatan pada November 2019 di level 30,03 persen dari PDB.

Meski mengalami kenaikan, angka tersebut masih berada di bawah batas atas rasio utang yang tercantum pada UU Nomor 17 Tahun 2003. Peraturan tersebut menyebutkan, batasan maksimal rasio utang pemerintah sebesar 60 persen dari PDB.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan pertumbuhan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2020 tercatat sebesar 3,9 persen (yoy). Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,3 persen (yoy).

"Terutama disebabkan oleh peningkatan penarikan neto ULN Pemerintah," katanya dalam keterangan pers, Jumat (15/1).

Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS juga berkontribusi pada peningkatan nilai ULN berdenominasi Rupiah. ULN Pemerintah tumbuh meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. 

Posisi ULN Pemerintah pada akhir November 2020 tumbuh 2,5 persen (yoy) menjadi sebesar 203,7 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Oktober 2020 sebesar 0,3 persen (yoy). 

Perkembangan ini dipengaruhi oleh kepercayaan investor yang terjaga sehingga mendorong aliran masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Juga, penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas.

Di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,8 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,6 persen), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,8 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,2 persen).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan realisasi pembiayaan utang sepanjang 2020 mencapai Rp 1.226,8 triliun atau tumbuh 180,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 437,5 triliun.

Sri Mulyani menyatakan realisasi yang telah memenuhi 100,5 persen target dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.220,5 triliun ini meningkat karena dilakukan dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Sri Mulyani menjelaskan pembiayaan utang disebabkan oleh peningkatan sangat tinggi dari penerbitan SBN netto yang mencapai Rp1.177,2 triliun atau meningkat 163,8 persen (yoy) dari periode yang sama 2019 sebesar Rp446,3 triliun.

Sri Mulyani memastikan pembiayaan utang akan tetap dilaksanakan secara prudent, fleksibel, dan terukur dengan mengoptimalkan sumber pembiayaan yang paling efisien.

Sri Mulyani menilai rasio utang Indonesia dengan defisit 6,34 persen masih lebih baik dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan Prancis yang telah mencapai lebih dari 100 persen serta Jerman, China dan India di atas 60 persen.

Ekonom Indef Dradjad Wibowo menjelaskan akibat tidak disiplin dalam tindakan kesehatan maka pandemi Covid-19 di Indonesia tidak juga selesai, resesi ekonomi terjadi, dan utang luar negeri bertambah.

Dradjad mengatakan banyak hal yang perlu diwaspadai dari statistik utang luar negeri yang diterbitkan Bank Indonesia (BI). 

"Tapi saya akan fokus ke efektivitas utang luar negeri dalam mengendalikan pandemi dan memulihkan ekonomi,” kata Dradjad, Jumat (14/1).

Dijelaskannya, hanya dalam waktu empat bulan selama April-Juli 2020, untuk membiayai APBN 2020 dan program pemulihan ekonomi nasional selama pandemi Covid-19, Kemenkeu menerbitkan 11 surat berharga negara (SBN) internasional. 

Di sisi lain, posisi ULN pemerintah per November 2020 naik sekitar Rp 318 triliun jika dibandingkan posisi Maret 2020 pada saat Indonesia resmi mengonfirmasi kasus Covid-19. 

Posisi yang melonjak ini, kata Dradjad, lebih disebabkan oleh kembalinya asing memegang SBN Indonesia. Secara netto, jika dibandingkan dengan Januari/Februari 2020, posisi asing di SBN relatif sedikit turun. 

Justru yang menarik, kata politikus PAN ini, ULN dari kreditor pemerintah dan lembaga internasional naik sekitar 3 miliar dolar AS selama bulan-bulan tersebut. 

"Pertanyaannya, efektifkah tambahan ULN mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi?” ungkap Dradjad.

Jika dibandingkan dengan Vietnam dan Taiwan, menurut Dradjad, Indonesia tidak disiplin menjalankan tindakan kesehatan publik. Penyebabnya, karena khawatir ekonomi terpuruk. 

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi minus 5,32% di kuartal II/2020 dan minus 3,49% di kuartal III/2020. 

Vietnam tumbuh positif terus selama tiga kuartal 2020, yaitu 3,82%, 0,39% dan 2,62%. Taiwan tumbuh negatif di kuartal II/2020, yaitu -0,58%. Tapi di kuartal III, Taiwan sudah pulih, tumbuh 1,59%.

Dalam hal pandemi Covid-19, hingga 6 Desember 2020, jumlah kasus di Vietnam hanya 1.365, Taiwan 693. Jika dihitung per 100 ribu penduduk, jumlah kasus di Indonesia itu 72-149 kali lipat Vietnam dan Taiwan. 

Jumlah yang meninggal per 100 ribu penduduk di Indonesia 161-214 kali lipat di dua negara tersebut.

 
Berita Terpopuler