China Bangun Fasilitas Karantina Baru Covid-19

Fasilitas ini akan memiliki kapasitas 3.000 unit.

www.freepik.com
virus corona (ilustrasi).
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Fasilitas karantina virus Corona sedang dibangun di kota Cina utara. Tempat ini akan berkapasitas 3.000 unit untuk menangani kenaikan pasien akibat perjalanan libur Imlek.

Media pemerintah pada Jumat (15/1) menunjukkan kru meratakan tanah dan menuangkan beton. Tim pembangunam pun telah mulai memasang kamar yang sudah dibuat sebelumnya di tanah pertanian di luar Shijiazhuang, ibu kota provinsi provinsi Hebei yang telah melaporkan sebagian besar kasus baru.

China sebagian besar telah menahan penyebaran domestik lebih lanjut dari virus Corona. Namun, lonjakan baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran, terlebih lagi rencana warga mudik selama perayaan tahun baru Imlek.

Komisi Kesehatan Nasional pada Jumat mengatakan, 1.001 pasien dirawat karena penyakit tersebut. Sebanyak 26 di antaranya dalam kondisi serius. Adapun 144 kasus baru tercatat selama 24 jam terakhir. Hebei menyumbang 90 kasus baru, sementara provinsi Heilongjiang jauh di utara melaporkan 43 kasus.

Baca Juga

Lapor baru menunjukan, sembilan kasus dibawa dari luar negeri. Sementara penularan lokal juga terjadi di wilayah selatan Guangxi dan provinsi utara Shaanxi. Secara keseluruhan, China telah melaporkan 87.988 kasus yang dikonfirmasi dengan 4.635 kematian.

Kondisi terbaru ini menunjukkan kemampuan virus untuk menyebar di negara yang luas berpenduduk 1,4 miliar itu meskipun dikarantina, pembatasan perjalanan, dan pemantauan elektronik. Shijiazhuang telah ditempatkan di bawah penguncian virtual, bersama dengan kota Xingtai dan Langfang di Hebei, sebagian dari Beijing, serta kota-kota lain di timur laut. Pengaturan ini telah memutus rute perjalanan. Sementara lebih dari 20 juta orang telah diberitahu untuk tinggal di rumah selama beberapa hari mendatang.

Lonjakan di China utara terjadi ketika para ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersiap untuk mengumpulkan data tentang asal-usul pandemi setelah tiba di Wuhan pada Kamis (14/1). Wilayah ini menjadi tempat virus Corona pertama kali terdeteksi pada akhir 2019.

Anggota tim WHO harus menjalani karantina selama dua minggu sebelum dapat memulai kunjungan lapangan. Sebanyak dua dari 15 anggota ditahan di Singapura karena status kesehatan.

Kementerian Luar Negeri mengumumkan, salah satunya, warga negara Inggris, disetujui untuk bepergian pada Jumat setelah dinyatakan negatif untuk virus Corona. Sementara yang kedua, seorang warga Sudan dari Qatar, kembali dites positif.

Kunjungan tersebut disetujui oleh pemerintah Presiden Xi Jinping setelah perselisihan diplomatik berbulan-bulan. Masalah tersebut pun memicu keluhan publik yang tidak biasa dari kepala WHO.

Para ilmuwan menduga virus yang telah menewaskan lebih dari 1,9 juta orang sejak akhir 2019 itu menular ke manusia dari kelelawar atau hewan lain, kemungkinan besar di barat daya China. Mantan pejabat WHO, Keiji Fukuda, memperingatkan agar tidak meningkatkan ekspektasi untuk setiap terobosan dari kunjungan tersebut.

Fukuda yang tidak masuk dalam tim kunjungan ini mengatakan, mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun sebelum kesimpulan jelas dapat dibuat. "China akan keluar untuk menghindari kesalahan, mungkin mengubah narasi, mereka ingin tampil sebagai orang yang kompeten dan transparan," katanya.

 
Berita Terpopuler