Neraca Dagang China Surplus 535 Miliar Dolar AS 

Surplus perdagangan China pada 2020 menjadi yang tertinggi yang pernah dilaporkan.

Chinatopix via AP
Barisan kontainer tersusun di Pelabuhan Qingdao di Provinsi Shandong, China, Selasa (1/9). Sepanjang 2020, ekspor China justru mengalami kenaikan hingga meningkatkan surplus perdagangannya menjadi 535 miliar dolar AS.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tekanan ekonomi akibat virus corona (Covid-19) dan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) tidak menggoyahkan neraca perdagangan China. Sepanjang 2020, ekspor China justru mengalami kenaikan hingga meningkatkan surplus perdagangannya menjadi 535 miliar dolar AS. Nilai tersebut merupakan surplus tertinggi yang pernah dilaporkan China.

Ekspor China meningkat 3,6 persen dibandingkan 2019, menjadi 2,6 triliun dolar AS, membaik dari pertumbuhan 0,5 persen pada tahun sebelumnya. Data ini disampaikan Bea Cukai setempat pada Kamis (14/1).

Sedangkan, kinerja impor turun tipis 1,1 persen menjadi lebih dari 2 triliun dolar AS. Tetapi, pertumbuhannya menguat di paruh kedua setelah China menjadi ekonomi utama pertama yang bangkit kembali setelah pandemi.

China diketahui menjadi satu-satunya ekonomi besar yang tumbuh pada tahun lalu, sementara aktivitas di AS, Eropa dan Jepang turun. China sempat kontraksi 6,8 persen pada kuartal I 2020, namun kembali tumbuh 3,2 persen dan 4,9 persen pada kuartal II  dan III berturut-turut.

Seperti dilansir di AP News, Kamis, ekspor China ke AS naik 7,9 persen dibandingkan 2019 menjadi 45,2 miliar dolar AS. Realisasi ini terjadi di tengah kenaikan tarif terhadap sebagian besar barang China yang dilakukan pemerintahan Trump dalam perselisihan antara Beijing dengan Washington terkait teknologi dan keamanan.

Di sisi lain, impor barang-barang dari AS juga naik 9,8 persen menjadi 13,5 miliar dolar AS. Hal ini didorong oleh janji Beijing untuk membeli lebih banyak kedelai, gas alam dan komoditas ekspor AS lainnya sebagai bagian dari upaya gencatan senjata.

Eksportir China diuntungkan dengan adanya pembukaan kembali aktivitas ekonomi yang relatif lebih awal. Selain itu, permintaan terhadap masker dan persediaan medis buatan China pun terbilang tinggi.

Para eksportir China telah mengambil pangsa pasar dari pesaing asingnya yang kini masih menghadapi pembatasan akibat pandemi. Tapi, keuntungan ini diperkirakan akan menurun ketika vaksin virus corona diluncurkan dan aktivitas ekonomi negara lain kembali normal. Permintaan untuk barang-barang medis China pun sudah berkurang.

 

Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics menyebutkan, kekuatan ekspor China saat ini tidak mungkin berlangsung tanpa batas waktu. Impor akan cenderung turun kembali karena pemerintah mengurangi pengeluaran yang tinggi dan dukungannya untuk kegiatan ekonomi.

Khusus pada Desember, ekspor China secara keseluruhan melonjak 18,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 281,9 miliar dolar AS. Impor naik 6,5 persen menjadi 203,7 miliar dolar AS, mencerminkan pemulihan permintaan konsumen China setelah Partai Komunis yang berkuasa membuka kembali pabrik, pusat perbelanjaan, kantor dan dealer mobil.

Ekspor China ke AS pada Desember mencapai 4,6 miliar dolar AS. Sedangkan, impor barang-barang Negeri Paman Sam mencapai 1,6 miliar dolar AS, sehingga China surplus 3 miliar dolar AS.

Administrasi Umum Kepabeanan China mengatakan, China mencatatkan pencapaian luar biasa dalam perdagangan luar negeri yang tidak datang dengan mudah. Lembaga ini juga memperingatkan agar tidak berpuas diri mengingat situasi ekonomi global yang masih serius dan kompleks.

Terpilihnya Joe Biden untuk menggantikan Presiden Donald Trump telah menimbulkan pertanyaan mengenai selisih Beijing dengan Washington di kemudian hari. Ekonom dan analis politik memperkirakan, akan ada sedikit perubahan karena rasa frustasi yang meluas di Washington terkait kinerja perdagangan.

 

Pada Fase 1 pada Januari lalu, Beijing berjanji untuk membeli lebih banyak prpduk ekspor Amerika. Langkah ini bertujuan mengakhiri perang tarif terhadap komoditas kedua negara. Mereka sepakat menunda kenaikan tarif yang sebelumnya sudah direncanakan.

 
Berita Terpopuler