Pinangki Sebut Dapat Action Plan dari Andi Irfan 

Namun, action plan itu ditolak Djoko Tjandra.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/1). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan terdakwa Pinangki Sirna Malasari terkait perkara dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas nama Djoko Tjandra. Republika/Thoudy Badai
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pinangki Sirna Malasari mengaku, tak tahu menahu ihwal action plan dalam upaya fatwa Mahkamah Agung (MA) Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Dia justru mengetahui action plan tersebut dari Andi Irfan Jaya melalui aplikasi WhatsApp. 

Hal tersebut Pinangki ungkapkan dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1). Dalam persidangan, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung tersebut  mengaku mengetahui action plan dari Andi Irfan Jaya melalui aplikasi WhatsApp. Awalnya, jaksa menanyakan pengetahuan Pinangki terkait action plan. "Apakah saudara mengenal dengan action plan atau istilah saudara sebut dengan power plan?," tanya Jaksa KMS Roni. 

"Pertama detail saya tidak buat action plan. Saya tidak minta dibuatkan action plan. Tetapi, pada Februari itu saya pernah diforward apakah itu dokumen yang sama atau tidak--saya lupa--oleh Andi Irfan diforward ke saya bulan Februari, " jawab Pinangki. 

"Februari tahun 2020?, " cecar Jaksa. 

"Februari 2020, iya pak, " jawab Pinangki. 

 

 

Pinangki mengaku, diforward oleh Andi Irfan terkait action plan itu. Kemudian, Pinangki meneruskan action plan itu ke Anita Kolopaking. 

"Mendapat forward dari Andi Irfa?, " tanya Jaksa lagi. 

"Iya (dari) Andi Irfan, karena chatnya ada di situ. Kemudian waktu itu saya forward lagi ke Anita. Kita waktu itu membahas masalah, si Anita bilang ini katanya adalah action plan yang ditolak Djoko Tjandra, pernah ditolak pada Desember. Jadi wakru itu kita membahas mengenai penolakan bulan Desember, tapi saya tidak membaca detailnya," jelas Pinangki. 

Jaksa lantas mencecar Pinangki kenapa Pinangki tahu setelah ditolak oleh Djoko Tjandra. Menjawab pertanyaan Jaksa Pinangki kembali mengaku, tidak tahu karena bukan dia yang mengirim action plan itu. 

"Yang mengirim kan bukan saya," ucap Pinangki.

Dalam persidangan, jaksa juga menanyakan  Pinangki terkait cuitan Twitter salah satu akun di media sosial yang menyebut Pinangki meminta 100 juta dollar AS ke Djoko Tjandra. Pinangki pun membantah itu. 

"Tidak benar pak. Tidak masuk akal, tidak mungkin Kejaksaan ajukan fatwa untuk lakukan eksekusi," tegasnya. 

"Kalau tidak ada apa-apa uang dari mana Saudara keluarkan untuk berangkat ke Malaysia? Kemudian kedua, ada cuitan Twitter yang Saudara deal terima 10 juta dollar AS?" cecar jaksa lagi. 

"Itu tidak pernah Pak. Sampai saya ketemu nggak ada pembicaraan uang," jelas Pinangki. 

 

Pinangki juga mengaku, tidak menerima uang 500 ribu dollar AS seperti yang disebutkan dalam dakwaan dirinya. Pinangki mengaku, tidak pernah menerima langsung ataupun melalui Andi Irfan. 

"Saya tidak tahu (500 ribu dollar AS). Saya tidak pernah terima dari Andi Irfan. Saya yakin, kalau Anita terima, Andi Irfan terima, mereka pasti bilang ke saya. Sampai Februari belum ada uang masuk kok ujug-ujug, tiba-tiba Anita minta uang," terang Pinangki. 

Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Pinangki didakwa telah menerima suap 500 ribu dollar AS dari 1 juta dollar AS yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

 

Dalam dakwaan kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.

 
Berita Terpopuler