APBN 2020 Defisit Rp 956,3 T, Lebih Baik dari Proyeksi Awal

Defisit APBN sepanjang 2020 setara 6,09 persen.

Antara/Sigid Kurniawan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2020 mengalami defisit Rp 956,3 triliun. Nominal tersebut setara dengan 6,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan naik lebih dari 100 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 348,7 triliun.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2020 mengalami defisit Rp 956,3 triliun. Nominal tersebut setara dengan 6,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan naik lebih dari 100 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 348,7 triliun.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kenaikan defisit yang signifikan pada tahun ini tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan pendapatan negara, terutama dari pajak, menurun. Di sisi lain, pemerintah harus menambah belanja negara untuk penanganan kesehatan dan dampak pandemi terhadap masyarakat dan dunia usaha.

Pendapatan negara sepanjang tahun lalu tercatat mencapai Rp 1.633,6 triliun, kontraksi 16,7 persen dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar Rp 1.960 triliun. Realisasi ini juga lebih Rp 599,6 triliun lebih rendah dari Undang-Undang APBN awal yang menetapkan target Rp 2.233 triliun.

"Itu adalah shock yang terjadi karena kombinasi penerimaan pajak yang turun dan insentif diberikan ke sektor usaha," kata Sri dalam Konferensi Pers Realisasi Pelaksanaan APBN 2020 secara virtual, Rabu (6/1).

Meski defisit melebar, Sri menjelaskan, realisasinya tidak separah seperti yang diproyeksikan. Semula, dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020, pemerintah memperhitungkan defisit tahun lalu akan mencapai 6,34 persen terhadap PDB atau sekitar Rp 1.039 triliun.

 

Tapi, jika dibandingkan postur APBN awal, besaran defisit naik signifikan dari semula 1,76 persen atau setara dengan Rp 307,2 triliun. Sri mengatakan, pelebaran ini menunjukkan perubahan yang luar biasa akibat pandemi.

Sementara pendapatan mengalami penyusutan, belanja negara mengalami kenaikan 12,2 persen menjadi Rp 2.589 triliun dari Rp 2.309 triliun pada 2019. Kenaikan terutama terjadi untuk belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 1.827 triliun atau tumbuh 22,1 persen dari 2019.

Di sisi lain, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami penurunan 6,2 persen menjadi Rp 762,5 triliun dari Rp 813 triliun pada 2019. Realisasi TKDD hampir mencapai target dalam Perpres 72 Tahun 2020, yakni Rp 763,9 triliun.

Sri mengatakan, penurunan realisasi TKDD yang lebih kecil dibandingkan penurunan pendapatan negara menggambarkan dukungan pemerintah pusat secara signifikan ke daerah. "Harusnya, transfer ke daerah mengikuti pendapatan negara. Tapi, pemerintah berupaya menjaga agar daerah tidak shock, sehingga penurunannya tidak setajam dibandingkan pendapatan negara," tuturnya.

 

Secara keseluruhan, realisasi APBN 2020 meninggalkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 234,7 triliun. Di dalamnya termasuk Rp 66,75 triliun untuk dukungan dunia usaha melalui perbankan, serta Rp 50,9 triliun akan di-carry over untuk penanganan kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lainnya tahun ini.

 
Berita Terpopuler