Muslim Khawatir dengan Kebangkitan Islamofobia di Jerman

Makin banyak masjid dan Muslim di Jerman jadi sasaran islamofobia.

Reuters/Fabrizio Bensch
Muslim Khawatir dengan Kebangkitan Islamofobia di Jerman. Gereja Martha Lutheran di Berlin, Jerman menjadi lokasi sholat Jumat umat Muslim karena keterbatasan ruang di masjid imbas Covid-19, Jumat (22/5).
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Komunitas Muslim Turki-Jerman khawatir dengan meningkatnya kejahatan rasial islamofobia. Presiden Asosiasi Turki-Muslim IGMG, Kemal Ergun, mengatakan semakin banyak masjid menjadi sasaran ancaman, vandalisme, atau pembakaran dalam beberapa bulan terakhir.

"Sedikitnya 122 masjid menjadi sasaran serangan di tahun lalu," kata Ergun dilansir dari Anadolu Agency, Selasa (5/1).

Bukan hanya itu, kata dia, masih ada puluhan masjid yang juga menerima banyak ancaman bom oleh neo-Nazi atau kelompok ekstremis lainnya. Hal ini memicu kekhawatiran di antara anggota komunitas.

"Kami meminta aparat kepolisian melakukan investigasi yang lebih efektif dan menangkap para pelaku penyerangan tersebut," katanya.

Menurut Ergun, Muslim mengalami lebih banyak permusuhan dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari karena meningkatnya prasangka anti-Muslim. Terutama kelompok Muslimah bercadar yang kerap kali memperoleh serangan verbal. 

"Perempuan Muslim khususnya yang memakai jilbab sering dilecehkan secara verbal di jalanan, dan insiden penyerangan fisik dilaporkan juga meningkat," ucapnya.

 

Menurut angka resmi, polisi mencatat 632 kejahatan Islamofobia terjadi di Jerman dari Januari hingga November 2020. Termasuk di dalamnya penghinaan, surat ancaman, gangguan praktik keagamaan, serangan fisik dan kerusakan properti.

Menurut Ergun, bisa jadi angka sebenarnya lebih tinggi karena masih banyak korban yang tidak mengajukan pengaduan pidana ke polisi. Alasan mereka tidak melaporkan karena ketidakpercayaan mereka pada penegak hukum di negaranya.

Ketua ATIB, salah satu organisasi kebudayaan Muslim-Turki terbesar di Jerman, Durmus Yildirim mengkritik politikus populis sayap kanan karena menghasut kebencian dan diskriminasi terhadap imigran dan Muslim. "Kami ingin mengakhiri retorika rasialis dan populis ini, upaya harus dilakukan untuk hidup berdampingan secara damai," kata Yildirim.

Menurut Yildirim, komunitas Turki yang berjumlah tiga juta orang di negara itu tidak akan menyerah pada ancaman oleh kelompok dan partai sayap kanan. “Kami bagian dari Eropa, kami hidup bersama di sini. Generasi ketiga, keempat kami lahir dan besar di Jerman, ini juga menjadi tanah air kami,” ujarnya.

Sebagai negara berpenduduk lebih dari 80 juta orang, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Di antara hampir 4,7 juta Muslim di negara itu, tiga juta berasal dari Turki.

Negara ini telah menyaksikan meningkatnya rasialisme dan islamofobia dalam beberapa tahun terakhir, yang dipicu oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai oposisi sayap kanan AfD. Mereka berusaha untuk menimbulkan ketakutan terhadap Muslim dan imigran untuk memenangkan lebih banyak suara.

 

https://www.aa.com.tr/en/europe/muslims-concerned-about-rise-of-islamophobia-in-germany/2098097

 
Berita Terpopuler