Kinerja Keuangan Syariah Stabil di Saat Pandemi

Penguasaan pasar keuangan syariah di Indonesia mencapai 9,69 persen

Republika/Aditya Pradana Putra
Teller bank syariah sedang menghitung uang nasabah (ilustrasi)
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) mengatakan industri keuangan syariah memiliki kinerja yang relatif stabil di masa pandemi bila dibandingkan dengan kinerja keuangan konvensional.

Ketua Umum IAEI yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perkembangan keuangan syariah sangat menggembirakan sejak pertama berdiri bank syariah di Indonesia pada 1992.

“Sampai September 2020 total aset keuangan syariah kita, tidak termasuk saham syariah, mencapai Rp 1.710,16 triliun atau 114,64 miliar dolar AS dengan penguasaan pasar 9,69 persen,” ujar Menteri Sri Mulyani dalam diskusi virtual, Selasa.

Dia menjabarkan aset keuangan syariah meliputi aset perbankan Rp 575,85 triliun, aset industri keuangan syariah bukan bank Rp 111,44 triliun, dan aset pasar modal syariah Rp 1.022,87 triliun.

Menteri Sri Mulyani mengatakan dalam kondisi Covid-19 yang penuh tekanan membuat intermediasi perbankan nasional cenderung turun, namun kinerja perbankan syariah justru stabil dan tumbuh lebih tinggi dari perbankan konvensional.

“Ini sering terjadi dalam suasanya krisis seperti tahun 2008 lalu,” imbuh dia.

Menteri Sri Mulyani menambahkan hingga September 2020 aset perbankan syariah tumbuh 10,97 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan aset perbankan konvensional yang sebesar 7,77 persen.

Begitu pun dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah tumbuh 11,56 persen, sedikit di atas kenaikan DPK perbankan konvensional yang tumbuh 11,49 persen.

Dia menambahkan penyaluran kredit perbankan syariah juga masih tinggi dengan pertumbuhan 9,42 persen, sementara pertumbuhan penyaluran kredit perbankan konvensional hanya 0,55 persen.

“Artinya, industri perbankan syariah ada di posisi yang stabil dengan loyalitas dari seluruh ekosistemnya,” ungkap Menteri Sri Mulyani.

Dia mengatakan kinerja perbankan syariah perlu menjadi salah satu jembatan dan modal awal untuk mengembangkan ekosistem keuangan syariah yang berkualitas baik.

Kemudian resiliensi dari perbankan syariah dapat dilihat dari angka rasio kecukupan modal yang sebesar 23,5 persen serta pembiayaan macet atau non-performing finance sebesar 3,31 persen.

 

Sementara itu, Menteri Sri Mulyani mengatakan dari sisi pasar modal syariah pada periode Januari-Juni 2020 mengalami perlambatan pertumbuhan karena hanya tumbuh 32 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 dengan pertumbuhan saat itu 108 persen.

Transaksi saham syariah pada Januari-Juni 2020 meningkat 26 persen dengan 633 ribu transaksi dibandingkan periode yang sama tahun 2019 dengan jumlah transaksi 501 ribu.

Volume transaksi saham syariah Januari-Juni 2020 sebesar 6,2 miliar saham meningkat 57 persen dari 3,9 miliar saham pada periode Januari-Juni 2019.

“Pengembangan keuangan syariah di Indonesia dapat penghargaan internasional berdasarkan data Global Islamic Economic Indicator, dengan sektor keuangan syariah Indonesia tahun 2019 naik 5 peringkat dari sebelumnya posisi 10 pada 2018 menjadi peringkat 5 tahun 2019,” ungkap dia.

Menteri Sri Mulyani mengatakan kondisi tersebut menggambarkan adanya potensi besar pada sektor keuangan syariah di Indonesia karena memiliki penduduk muslim terbesar di dunia dan juga ada kenaikan kelas menengah yang meningkatkan permintaan pada layanan keuangan syariah sehingga memiliki daya tahan yang stabil pada masa krisis.

 
Berita Terpopuler