Penumpang AirAsia Tujuan Pontianak Harus Uji Swab PCR

Pemprov Kalbar memberikan sanksi kepada dua maskapai.

ANTARA/fauzan
Sejumlah armada pesawat AirAsia terparkir di Apron Terminal 1D Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten (ilustrasi). Maskapai AirAsia kembali beroperasi melayani penerbangan ke Pontianak mulai Rabu (30/12).
Rep: Rahayu Subekti Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maskapai AirAsia kembali beroperasi melayani penerbangan ke Pontianak mulai Rabu (30/12). Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (28/12), penumpang AirAsia yang menuju Pontianak harus melengkapi syarat perjalanan dengan surat negatif Covid-19 berdasarkan uji swab atau PCR test.

Baca Juga

“AirAsia mengimbau seluruh tamu yang akan menuju Pontianak untuk mempersiapkan persyaratan surat keterangan hasil negatif uji swab berbasis PCR paling lama tujuh hari sebelum keberangkatan,” jelas keterangan resmi AirAsia, Senin (28/12).

AirAsia memastikan calon penumpang menuju Pontianak dengan tanggal keberangkatan pada 28 dan 29 Desember 2020 telah menerima informasi pembatalan penerbangan. Selain itu juga terdapat pilihan kompensasi melalui email atau SMS yang terdaftar.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memberikan sanksi kepada dua maskapai yakni Batik Air dan Air Asia dengan melarang terbang ke Pontianak. Indonesia National Air Carrier Association (INACA) menganggap sanksi tersebut tidak relevan.

“Maskapai Air Asia dan Batik tidak seharusnya mendapatkan sanksi larangan terbang akibat penumpang teridentifikasi positif Covid-19 menuju Pontianak atas surat Gubernur Kalimantan Barat,” kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja, Sabtu (26/12).

 

Dia menjelaskan, maskapai maupun pengelola bandara tidak memiliki tanggung jawab atas pemeriksaan calon penumpang. Khususnya terhadap status kesehatan dan Covid-19.

“Petugas KKP di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memiliki tanggung jawab atas prosedur tersebut,” ujar Denon.

Denon mengatakan, INACA memohon pemerintah pusat mempertiimbangkan sikap pemerintah daerah tersebut. Menurutnya, sanksi tersebut tidak relevan dan tidak adil bagi operator penerbangan dan bandara.

“Kita sama-sama memahami bahwa izin penerbangan ke suatu daerah kewenangan tersebut berada di Kementerian Perhubungan. Mohon agar pemerintah dapat mangambil sikap atas pemberlakuan hal tersebut,” jelas Denon.

 
Berita Terpopuler