Ratusan Ribu Muslim di Jepang, Minim Makam Muslim

Umat Islam di Jepang kesulitan mendapatkan makam khusus Muslim.

onislam
Umat Islam di Jepang kesulitan mendapatkan makam khusus Muslim. Masjid Camii Tokyo, Jepang
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, OITA –  Jumlah Muslim di Jepang telah mencapai 230 ribu orang. Gaya hidup halal dan bagian lain dari budaya serta adat istiadat mereka telah tersebar luas di negara ini.

Baca Juga

Tapi ada masalah yang menjadi perhatian besar komunitas Muslim. Hampir tidak ada kuburan bagi mereka untuk dimakamkan sesuai dengan keyakinan mereka.  

Dalam artikel yang ditulis Tomohiro Tsujimoto dan dipublikasikan The Mainichi ada Rabu (28/10) diceritakan di Prefektur Oita sebelah Barat Daya Jepang, salah satu rencana untuk membangun pemakaman Muslim mengalami kemunduran akibat penolakan tidak terduga dari penduduk.

Dalam agama Buddha, jenazah dikremasi kemudian dimakamkan, tetapi Muslim dikuburkan setelah kematian. Tampaknya penolakan warga Jepang bukan didasari atas murni pada kebutuhan kuburan Muslim, tetapi kecemasan agama.   

Saeed Zafar (39 tuhan) lahir di Pakistan dan bekerja sebagai karyawan perusahaan di kota prefektur Oita, Beppu. Dia juga tertekan dengan masalah penguburan Muslim. Pada Desember 2011, ia kehilangan putra pertamanya setelah lahir prematur.  

Namun di wilayah Kyushu di Barat Daya Jepang, tidak ada kuburan untuk umat Islam. Bagi Zafar yang datang ke sini pada tahun 2000 dan telah memperoleh kewarganegaraan, Jepang adalah negara asalnya.

Sebuah kuburan yang dijalankan sebuah gereja Katolik di kota itu menawarkan untuk membiarkan putranya dimakamkan di sana. Zafar akhirnya dapat mengirim anaknya ke alam baka.  

Tapi sekarang tidak ada lagi petak kosong di kuburan itu, dan umat Islam di sekitar Zafar khawatir tentang apa yang harus dilakukan. Kemudian, Asosiasi Muslim Beppu, sebuah lembaga keagamaan mencoba membangun pemakaman Muslim pertama di Kyushu. Pada Desember 2018 membeli sebidang tanah seluas sekitar 8.000 meter persegi di Kota Prefektur Hiji. 

Undang-Undang Makam dan Penguburan Jepang tidak menetapkan batasan apa pun tentang lahan makam untuk penguburan. Beberapa otoritas kota memiliki peraturan yang melarang penguburan, tetapi Hiji tidak memiliki larangan penguburan terkait pemakaman lokal. Selama Wali Kota Hirofumi Honda memberikan izin, pemakaman untuk umat Islam dapat dibangun.

Tanah yang dibeli terletak di daerah pegunungan sekitar tiga kilometer dari pemukiman terdekat dari rumah dan ladang, dan berdampingan dengan kuburan yang memungkinkan untuk interniran umum dan pemakaman Katolik.  “Saya pikir kami akan mampu menyelesaikan masalah ini,” kata Tahir Khan (53) perwakilan asosiasi kepada Mainichi Shimbun.

Namun dalam rapat penjelasan yang diadakan dari Februari hingga Mei 2020 di sejumlah wilayah setempat, penyelenggara menghadapi gangguan yang tidak terduga terhadap rencana mereka. 

Di antara komentar-komentar yang menentang kuburan diantaranya adalah, “Jika ada gempa bumi yang kuat, apakah mayat-mayat itu tidak akan keluar dari tanah?" dan "Itu akan merusak citra kota ini." 

Beberapa warga bahkan mengajukan petisi kepada pemerintah kota dan majelis untuk menghentikan pembangunan kuburan tersebut. Awalnya asosiasi berencana membuka situs tersebut untuk penguburan pada September 2020. Namun hingga kini mereka masih belum mendapat izin untuk membangun pemakaman tersebut.

Hiji memang memiliki peraturan yang meminta penduduk untuk membuat pertimbangan agar tidak menimbulkan kekhawatiran atas sanitasi, tetapi bagian kehidupan dan lingkungan pemerintah kota telah mengambil sikap bahwa situs yang diusulkan "tidak memiliki masalah terkait kesehatan masyarakat."  

Khan mengungkapkan keputusasaannya dengan mengatakan, "Saya khawatir apa yang akan terjadi pada kita setelah kita mati. Jika ini terus berlanjut seperti ini kita bahkan tidak akan dapat berduka atas kematian kita." 

Dia menambahkan, "Dahulu kala di Jepang adalah hal biasa untuk dimakamkan. Kami ingin Jepang lebih toleran terhadap agama dan budaya yang berbeda." 

Peraturan daerah tidak membutuhkan persetujuan warga. Ditanya apakah  Wali Kota Honda akan memberikan izin, dia menyatakan, "Kami sedang memeriksa dokumen yang diserahkan Asosiasi. Kami akan membuat keputusan yang sesuai dengan peraturan kota dan pedoman pemerintah nasional."

Dalam periode setelah perang, sekitar setengah dari semua orang Jepang yang meninggal dimakamkan. Tetapi sekarang hampir semua orang dikremasi. Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan pada 2018, 99,97 persen dari sekitar 1,4 juta orang di Jepang dikremasi, dan 472 orang yang dimakamkan, 355 di antaranya adalah janin yang lahir mati. 

Bahkan di kalangan umat Katolik di Jepang, yang dulunya sering dikuburkan, menjadi lebih umum bagi mereka untuk dikremasi. Sehingga semakin mempersulit umat Islam untuk mengamankan situs pemakaman.  

Muslim Jepang - ( (AP Photo/Eugene Hoshiko))

Pada 2010, Japan Islamic Trust yang berasis di Tokyo, membuat rencana untuk membangun pemakaman di bagian pegunungan kota Ashikaga di Prefektur Tochigi, Jepang Timur.

Namun proyek tersebut terpaksa dibatalkan karena upaya penentangan dari warga. Sekretaris Jenderal Japan Islamic Trust tersebut, Haroon Qureshi yang berusia 54 tahun, merefleksikan kejadian pada saat itu.  

Dia mengatakan, "Orang-orang bahkan mengatakan hal-hal yang diskriminatif kepada kami seperti Islam itu menakutkan. Kami tidak berpikir untuk memaksa pembangunan kuburan, kami harus menerima bahwa yang bisa kami lakukan hanyalah menyerah.”

Tapi ada juga tindakan kerjasama yang melampaui perbedaan agama yang memungkinkan penguburan. Sebuah pemakaman non-religius yang dikelola sebuah kuil di kota Joso di Prefektur Ibaraki, Jepang Timur, membuat sudut tanahnya dengan 500 plot tersedia untuk pemakaman Muslim. Kepala kuil memutuskan untuk menerima mereka setelah mengetahui tentang situasi sulit mereka.

Menurut sejumlah asosiasi Muslim Jepang yang berbasis di Tokyo, terdapat lebih dari 100 ribu Muslim di Jepang pada 2010. Pada 2019, jumlah itu meningkat menjadi sekitar 230 ribu orang. Populasi mereka diperkirakan akan terus bertambah, namun hanya ada sekitar 10 kuburan di Jepang yang menerima penguburan, termasuk yang tidak eksklusif untuk umat Islam. Selain itu, tidak ada tempat bagi mereka untuk dimakamkan selain kota Kobe.  

Yoko Nagae, seorang profesor di Universitas Seitoku dan ahli budaya pemakaman, mengatakan kepada Mainichi Shimbun, "Tampaknya ada ketidaknyamanan tentang gagasan dimakamkan di Jepang, tetapi bagi umat Islam, kuburan adalah tempat yang menghibur orang mati dan berfungsi sebagai tempat bagi mereka untuk menunggu sampai dihidupkan kembali.”  

 

Dia mengatakan, dalam kasus Prefektur Oita, penyelenggara telah memilih tanah yang tidak menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, dan yang terletak di pegunungan di mana penduduk setempat tidak akan diganggu. Keragaman budaya pemakaman untuk hidup berdampingan. “Kita harus memperdalam pemahaman kita tentang satu sama lain dan bergerak maju,” kata Yoko.

Sumber:  https://mainichi.jp/english/articles/20201027/p2a/00m/0fe/026000c

 

 
Berita Terpopuler