Berawal dari Ragu, Kaci Starbuck Jemput Hidayah Islam

Kaci mulia mendalami Islam ketika masuk kuliah.

Mgrol120
Berawal dari Ragu, Kaci Starbuck Jemput Hidayah Islam
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaci memiliki latar belakang agama yang taat sebelum memeluk Islam. Berbagai kegiatan rutin selalu dia jalani termasuk kewajiban sebagaimana yang dilakukan penganut agama terdahulunya sejak kanak-kanak. 

Baca Juga

Ketika remaja, Kaci pernah menghadiri perkemahan dengan anggota yang lebih tua dari kelompok pemuda.  Meskipun tidak menghabiskan banyak waktu dengan mereka sebelumnya, mereka mengenali dia sebagai aktivis agama.  

Suatu malam di kamp ini seorang pria berbicara tentang pernikahannya.  Di AS berkencan adalah hal biasa. Namun, dalam budaya gadis pasangan pria tersebut, mereka hanya bisa bersama jika mereka memiliki wali.  Karena dia menyukainya, pria tersebut memutuskan terus menemuinya.  

Mereka juga tidak boleh saling bersentuhan sampai dia melamar.  Begitu dia melamarnya, mereka diizinkan berpegangan tangan.

"Ini membuatku bingung, namun membuatku kagum.  Sangat indah untuk berpikir bahwa berhubungan seperti itu dapat langgeng sampai menikah," ujar dia.

Meskipun dia menikmati ceritanya, Kaci tidak pernah menyangka kejadian yang sama bisa terjadi lagi.  Beberapa tahun kemudian, orang tuanya bercerai dan peran agama berubah dalam hidupnya.  

Sebagai anak, dia melihat keluarganya sangat harmonis dan sempurna. Ayah yang seorang aktivis agama dihormati dan dikenal oleh semua orang.  Ibu yang juga aktif dengan kelompok pemuda. 

"Ketika ibuku pergi, aku mengambil peran sebagai pengasuh ayah dan dua saudara laki-lakiku.  Kami terus pergi ibadah, tetapi ketika mengunjungi ibu di akhir pekan, beribadah menjadi lebih jarang," ujar dia, dilansir di Muslim Library.

Namun berdoa bagi Kaci merupakan sumber dukungan untuk ayahnya, meskipun tidak mengerti alasannya. Dalam jangka waktu tiga tahun berturut-turut, Kaci dan kakak laki-lakinya memutuskan pindah ke rumah ibu. 

Pada saat itu ibu tidak lagi pergi ibadah, jadi saudara-saudaranya menganggap kehadiran di tempat ibadah kurang penting.  Setelah pindah ke rumah ibu selama tahun pertama di sekolah menengah, Kaci menemukan teman baru dan cara hidup yang berbeda. 

 

 

Hari pertama sekolah dia bertemu dengan seorang gadis yang sangat ramah. Hari kedua sekolah, dia mengundang Kaci ke rumahnya untuk akhir pekan bertemu keluarganya dan mengunjungi tempat ibadahnya.  

"Saya seperti telah diadopsi ke dalam keluarganya sebagai anak yang baik  dan pengaruh yang baik untuknya," ujar dia.

Dia disambut di lingkungan ibadahnya yang baru, namun memiliki ajaran yang berbeda. Dan aturan di sana membuatnya terkejut. 

Dia pun memutuskan berdiskusi tentang iman dengan ibunya. Dia bercerita tentang kebingungannya dan hanya ingin seseorang menjelaskan semuanya untuk dia.  

Dia menjadi kritis tentang ajaran agamanya tersebut. Selama dua tahun dia masih memiliki keyakinan sendiri dan tidak mengikuti aturan di tempat ibadah barunya. 

Tahun berikutnya Kaci telah menempuh perguruan tinggi dan menjadi terpisah dari semua tempat ibadah sebagai mahasiswa baru. Dia mencoba bergabung dengan komunitas agama yang saat itu ia anut, tetapi dia pun merasa tidak nyaman. Dia tetap datang beribadah tetapi tidak menjalani aturan dan ajaran yang tidak sesuai dengan pemikirannya hingga tahun kedua perguruan tinggi. 

 
Mengenal Islam

"Pada Oktober tahun kedua saya, saya bertemu dengan seorang Muslim yang tinggal di asrama saya.  Dia adalah seorang pria ramah yang sepertinya selalu merenungkan pertanyaan atau membawa pemikiran yang dalam," tutur dia.

Suatu malam dia menghabiskan sepanjang malam menanyakan pertanyaan filosofis tentang keyakinan dan agama.  Dia berbicara tentang keyakinannya sebagai seorang Muslim, pernyataan awalnya membuat dia mempertanyakan keyakinan agamanya sendiri,  apakah kita dilahirkan dalam sebuah agama, oleh karena itu menjadikannya agama yang benar?  

Setiap hari Kaci selalu bertemu dengannya dan mengajukan pertanyaan karena ingin bertukar pikiran yang lebih serius. Tetapi dia tidak lagi menjawab pertanyaan atau memenuhi kebutuhan spiritual Kaci.  

Musim panas berikutnya Kaci bekerja di toko buku dan membeli buku apa pun yang dapat dia temukan tentang Islam. Kaci memperkenalkan diri kepada Muslim lain di kampus dan mulai menanyakan pertanyaan tentang Islam. Alih-alih mencari jawabannya, dia diarahkan kepada Alquran.  

 

 

Setiap kali memiliki pertanyaan umum tentang Islam, dia akan menjawabnya.  Dia pergi ke masjid setempat dua kali selama tahun itu dan senang merasakan kebersamaan lagi.  Setelah membaca tentang Islam selama musim panas, Kaci menjadi lebih sensitif terhadap pernyataan yang dibuat tentang Muslim.  

Saat mengambil mata kuliah pengantar setengah semester tentang Islam, dia merasa frustasi ketika profesor memberikan komentar yang salah, tetapi dia tidak tahu bagaimana memperbaikinya. 

Di luar studi pribadi dan kelas universitas, dia menjadi pekerja aktif dan pendukung Organisasi Kesadaran Islam kampus yang baru dibentuk. Sebagai satu-satunya anggota perempuan, dia diperkenalkan sebagai non-Muslim yang bergabung dalam komunitas. Setiap kali seorang muslim mengatakan itu, Kaci akan memandangnya dengan bingung karena Kaci yakin dia telah melakukan semua mereka lakukan sehingga bisa disebut Muslim.  

"Saya berhenti makan daging babi dan menjadi vegetarian, tidak pernah menyukai alkohol, dan mulai berpuasa selama Ramadhan. Tapi, masih ada perbedaan. Di akhir tahun itu (tahun junior) perubahan lain dilakukan. Saya memutuskan mulai memakai kerudung.  Sekali lagi, saya menganggap ini sebagai sesuatu yang indah, memiliki gagasan hanya suami saya yang dapat melihat rambut saya," ujar dia.

Kaci belum pernah bercerita tentang hijab karena banyak teman Muslimnya di masjid yang tidak memakainya. Musim panas itu dia sedang duduk di sekolah menjelajahi internet dan mencari situs tentang Islam.  

Kaci ingin mencari alamat website untuk muslim, tetapi tidak dapat menemukan caranya.  Dia akhirnya berselancar ke beranda yang merupakan tautan pernikahan.  

"Saya membaca beberapa iklan dan mencoba menemukan beberapa orang dalam rentang usia saya untuk menulis tentang Islam. Saya mengawali dengan 'Saya tidak mencari pernikahan, saya hanya ingin belajar tentang Islam'," kata dia.

Dalam beberapa hari kemudian dia telah menerima balasan dari tiga Muslim, satu dari Pakistan-India yang sedang belajar di AS, satu dari India tetapi belajar di Inggris, dan satu lagi tinggal di UEA. Mereka sangat membantu dengan cara yang unik, tetapi dia mulai lebih sering berkorespondensi lebih banyak dengan yang berada di AS karena berada di zona waktu yang sama.  Kaci mulai mengirimkan pertanyaan kepadanya dan dia akan menjawab dengan jawaban yang menyeluruh dan logis.  

Masjid (ilustrasi). - (Republika/ Tahta Aidilla)

Pada titik ini dia tahu Islam itu benar, semua orang setara tanpa memandang warna kulit, usia, jenis kelamin, ras, dan sebagainya. Dia telah mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sulit  ketika membaca Alquran.

Dia bisa merasakan kebersamaan dengan Muslim, dan memiliki kebutuhan yang kuat dan luar biasa untuk menyatakan syahadat di masjid. "Saya tidak lagi memiliki ketakutan tentang agama sebelumnya untuk mengkritisi ajarannya karena saya percaya hanya ada satu Tuhan dan tidak boleh ada hubungan dengan Tuhan," ujar dia.

Tepat pada Kamis malam di bulan Juli 1997 Kaci berbicara dengan sahabat penanya melalui telepon. Dia mengajukan lebih banyak pertanyaan dan menerima lebih banyak jawaban logis yang relevan.  Kaci memutuskan keesokan harinya akan pergi ke masjid.  Dia pergi ke masjid bersama saudara laki-laki Muslim dari Wake Forest dan saudara perempuan non-Muslimnya, tetapi tidak memberitahukan niat kepadanya. 

Kaci mengatakan ingin berbicara dengan imam setelah sholat Jumat. Kemudian dia datang untuk berbicara dengan bertanya kepadanya apa yang diperlukan untuk menjadi Muslim.  Dia menjawab ada dasar-dasar untuk memahami tentang Islam dan bersyahadat.  

Kaci mengatakan telah belajar tentang Islam selama lebih dari setahun dan siap menjadi Muslim. Kaci kemudian melafalkan kalimat syahadat dan menjadi Muslim pada 12 Juli 1996.

"Alhamdulillah, itu adalah langkah besar pertama. Banyak pintu terbuka setelah itu dan terus terbuka atas karunia Allah. Saya pertama kali mulai belajar sholat, kemudian mengunjungi masjid lain di Winston-Salem, dan mulai mengenakan jilbab dua pekan kemudian," ujar dia.

 

 
Berita Terpopuler