Saudah Binti Zam'ah, Istri Rasulullah Paling Sabar

Saudah sempat menjadi satu-satunya istri Rasulullah setelah Khadijah.

Pixabay
Saudah Binti Zamah, Istri Rasulullah Paling Sabar. Ilustrasi Muslimah
Rep: Ali Yusuf Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Saudah binti Zam'ah bin Qais bin Abdi‎ Syams merupakan deretan Sahabiyah atau sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan wanita yang imannya kuat. Demi mempertahankan imannya, Saudah rela berhijrah dari kampung halamannya dan akhirnya diperistri oleh Rasulullah SAW.

Baca Juga

Bersama delapan teman dari golongan Bani Amir, Saudah meninggalkan harta untuk menyeberangi dahsyatnya ‎ombak di lautan. Setelah berada di tempat hijrah daerah Habsyi, penderitaan dan tantangan tidak pula ikut hijrah tapi sama-sama ikut.

Saudah mendapatkan cacian, siksaan, dan intimidasi karena menolak ajakan kesyirikan dari warga pribumi. Karena intimidasi, Saudah kehilangan beberapa teman dan juga suaminya. Di tempat asing itu pun penderitaan semakin lengkap dirasakan Saudah.

Melihat hal itu, Rasulullah SAW, menaruh perhatian yang sangat istimewa terhadap wanita muhajirah yang beriman dan telah menjanda tersebut. Oleh karena itu, tiada henti-hentinya Khaulah binti Hakim as-Salimah menawarkan Saudah untuk beliau hingga akhirnya beliau mengulurkan tangannya untuk Saudah.

Teguh Pramono dalam bukunya 100 Muslim Terhebat Sepanjang Masa Inspirasi Para Muslim yang Dicatat dengan Tinta Emas menuliskan, Rasulullah SAW mendampingi Saudah dan membantunya menghadapi kerasnya hidup. Apalagi, kala itu umur Suadah telah mendekati usia senja sehingga membutuhkan seorang yang dapat menjaga dan mendampinginya.

Telah tercatat dalam sejarah, tak seorang pun sahabat yang berani mengajukan masukan kepada Rasulullah SAW t‎entang pernikahan beilau setelah wafatnya Khadijah. Khadijah telah mengimani Rasulullah SAW di saat manusia mengufurinya dan menyerahkan seluruh hartanya di saat orang lain menahan bantuan terhadapnya, dan bersamanya pula Allah SWT mengaruniakan kepada Rasulullah SAW, putra-putri yang baik.

‎Akan tetapi, kesusahan berkepanjangan membuat Khaulah binti Hakim memberanikan diri mengusulkan kepada Rasulullah SAW dengan cara yang lemah lembut dan ramah. Khaulah berkata. "Tidakkah Anda ingin menikah ya Rasulullah?"

Rasulullah SAW. menjawab dengan nada sedih. "Dengan siapa saya akan menikah setelah dengan Khadijah?"

Khaulah menjawab." Jika anda ingin, Anda bisa dengan seorang gadis dan bisa pula dengan seorang janda"

Rasulullah SAW menjawab. "Jika dengan seorang gadis, siapakah gadis tersebut?"

 

Kaulah menjawab, "Putri dari orang yang Anda cintai, yakni Aisyah binti Abu Bakar."

 

 

 

Setelah terdiam beberapa saat, beliau bertanya."Jika dengan seorang janda?

Khaulah menjawab. "Ia adalah Saudah binta Zam'ah, seorang wanita yang telah beriman kepada Anda dan mengikuti Anda."

Beliau menginginkan Aisyah, tetapi terlebih dahulu menikahi Saudah binti Zam'ah yang menjadi satu-satunya istri (setelah wafatnya Khadijah) selama tiga tahun. Setelah itu, barulah Aisyah masuk dalam rumah tangga Rasulullah SAW. 

Orang‎-orang di Makkah merasa heran terhadap Rasulullah SAW dengan Saudah binti Zam'ah. Mereka tidak percaya dengan kejadian tersebut.

Seorang janda yang telah lanjut usia dan tidak begitu cantik menggantikan posisi Khadijah. Hal tersebut jelas menarik perhatian bagi para pembesar Quraisy, akan tetapi, kenyataan membuktikan posisi Khadijah. Namun demikian, hal itu merupakan rahmat dan kasih sayang dan penghibur hati Rasulullah SAW.

Sebagai seorang istri, Saudah mampu menunaikan kewajibannya dalam rumah tangga bersama Rasulullah SAW, melayani putri beliau, dan mendatangkan kebahagiaan serta kegembiraan di hati Rasulullah SAW. Setelah tiga tahun berjalan, masuklah Aisyah dalam ruma tangga Rasulullah SAW, disusul kemudian istrinya yang lain seperti Hafsah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain. 

Saudah menyadari Rasulullah SAW tidak mengawini dirinya melainkan karena kasihan melihat kondisinya setelah kepergian suami sebelumnya. Saudah sudah mengetahui niat Rasulullah SAW yang ingin menceraikannya. Namun, Saudah mengetahui Rasulullah SAW tidak akan melakukan hal itu karena merasa hal itu akan menyakiti hatinya.

Tatkala Rasulullah SAW benar-benar mengutarakan keinginannya untuk menceraikannya, Saudah merasa sedang mengalami mimpi buruk yang menyisakan dada. Ia merendahkan diri dengan berkata.

"Pertahankanlah aku ya Rasulullah! Demi Allah, tiadalah keinginanku diperistri itu karena ketamakan saya. Akan tetapi hanya berharap agar Allah SWT membangkitkan aku pada hari kiamat dalam keadaan menjadi istrimu."

Begitulah Saudah, lebih mendahulukan keridhaan suaminya yang mulia, maka ia berikan gilirannya (tidur) kepada Aisyah untuk menjaga hati Rasulullah SAW. Sementara, ia sendiri sudah tidak memiliki keinginan sebagaimana layaknya wanita lain.

Rasulullah SAW pun menerima usulan istrinya yang memiliki perasaan halus tersebut. Tak berapa lama turunlah ayat Alquran an-Nisaa ayat 1‎28.

‎Setelah masuk di rumah tangga Rasulullah SAW yang dijalaninya dengan keridhaan dan ketenangan, Saudah bersyukur kepada Allah SWT yang telah menempatkan dirinya di samping sebaik-baiknya makhluk di dunia. 

Saudah juga bersyukur kepada Allah SWT karena telah mendapatkan gelar ummul mukminin dan menjadi istri Rasulullah SAW di surga. Akhirnya Saudah wafat pada akhir pemerintahan Umar bin Khattab.

Kesabaran dan keridhaan Saudah, ternyata memberikan penilaian istimewa dari Aisyah. Aisyah menilai Saudah sebagai wanita yang memiliki kesetian yang luar biasa terhadap suaminya.

"Tidak ada seorang wanita pun yang paling aku sukai agar aku memiliki sifat seperti dirinya melebihi Saudah binti Zum'ah yang tatkala usianya telah senja, ia berkata, "Ya Rasulullah aku hadiahkan kunjungan Anda kepadaku untuk Aisyah."

Meski Saudah tidak begitu populer dibandingkan dengan istri Rasulullah SAW yang lain, tetapi ia termasuk wanita yang memilki martabat mulia dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT dan Rasulullah SAW.

 

 

 
Berita Terpopuler