Aftech: Ada 55 Inisiatif Fintech Dukung Pemulihan Ekonomi

Pandemi juga telah mempengaruhi hampir semua penyelenggara fintech.

Tim Infografis Republika.co.id
Industri financial technology (fintech) mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Rep: Retno Wulandhari Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri fintech turut mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) mengatakan para penyelenggara fintech telah membuat berbagai inisiatif untuk membantu individu dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menghadapi dampak pandemi.

"Fintech akan selalu berpartisipasi memberikan dampak positif bagi masyarakat termasuk di tengah tantangan pandemi Covid-19," kata Ketua Umum Aftech Niki Luhur, Kamis (10/9).

Niki mengungkapkan setidaknya ada 55 inisiatif yang diinisiasi oleh 52 perusahaan fintech untuk mendukung pemulihan nasional. Diantaranya memberikan fasilitas transfer gratis untuk UMKM, penurunan biaya dan suku bunga untuk nasabah hingga memberi nasihat keuangan secara gratis.

Selain itu, pandemi juga meningkatkan kolaborasi antara pemerintah dan fintech untuk memperluas jangkauan dari langkah-langkah dukungan pemerintah. Misalnya, untuk menjangkau lebih banyak penerima manfaat, program Kartu Pra-Kerja memperluas penyedia layanan keuangan untuk menyalurkan G2P (Government-to-Person) melalui
bank milik negara dan penyelenggara fintech Pembayaran Digital.

Di sisi lain, industri fintech menjadi solusi untuk mempercepat inklusi keuangan karena fintech mempermudah akses ke layanan keuangan. Hal itu tergambar dari penyaluran pinjaman online yang terus tumbuh. Menurut OJK, pada Juni 2020, penyaluran pinjaman mencapai Rp113,46 triliun, naik 153,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Namun, Niki tidak menampik, pandemi ini juga telah mempengaruhi hampir semua penyelenggara fintech. Setidaknya terdapat beberapa tantangan yang dihadapi industri ini yaitu penurunan jumlah pengguna, penurunan penjualan untuk beberapa model bisnis, tantangan operasional, termasuk produktivitas dan efisiensi yang lebih rendah.

"Banyak juga yang mengalami kesulitan dalam penggalangan dana serta penundaan ekspansi bisnis," tutur Niki.


Baca Juga

 
Berita Terpopuler