Ketika Dunia Membisu atas Genosida Muslim Rohingya

Dunia internasional belum menjatuhkan hukuman pada Myanmar terkait Rohingya.

AP/ Fareed Khan
Ketika Dunia Membisu atas Genosida Muslim Rohingya. Anak-anak pengungsi Rohingya belajar di madrasah, di Karachi, Pakistan.
Rep: Febryan. A Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Hampir tiga tahun berlalu sejak militer Myanmar menumpas puluhan ribu muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Namun, nasib Rohingya masih terkatung-katung di pengungsian. Di lain sisi, dunia internasional juga belum menjatuhkan hukuman terhadap Myanmar.

Baca Juga

Ratusan orang Rohingya yang menetap di Pakistan kini masih meratapi nasib sanak saudara mereka yang menjadi korban penumpasan militer Myanmar. Mereka masih mencari kepastian, apakah kerabatnya di Myanmar tewas atau berhasil kabur ke Bangladesh.

Salah satu yang masih meratapi nasib saudaranya adalah Ibrahim Hussein (56 tahun). Ia adalah warga Rohingya yang tinggal di Karachi, Pakistan, yang sebagian besar keluarganya tewas dalam operasi militer Myanmar pada 2017. Namun nasib sepupu dan keponakannya masih misteri.

Kepada Anadolu Agency, Ahad (23/8), Husein mengatakan, misteri misteri dua kerabatnya itu bermula ketika mereka melarikan diri bersama anggota keluarga lainnya dari Myanmar menuju Bangladesh. Mereka semua lalu terpisah karena adanya penyerbuan. Sebagian tewas, sebagian lain berhasil memasuki Bangladesh, sedangkan mereka berdua menghilang.

Laporan-laporan yang saling bertentangan tentang dua kerabatnya yang hilang semakin menambah penderitaan Husein. "Beberapa dari teman desa kami mengatakan mereka [keponakan dan sepupu] juga dibunuh bersama dengan anggota keluarga lainnya. Yang lain mengatakan mereka masuk ke Bangladesh bersama beberapa kelompok lain," kata Hussein, warga Rohingya yang kabur dari Myanmar pada 1942 dan menjadikan Pakistan sebagai rumahnya sejak 1982.

 

 

Warga Rohingya di Pakistan juga mengutuk sikap komunitas internasional yang hanya diam. Padahal PBB sudah menyatakan Rohingya adalah orang paling teraniaya di dunia.

"Sudah tiga tahun, tapi tidak ada tindakan konkrit dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Myanmar atas genosida dan penyediaan kembali pemukiman  bagi Muslim Rohingya. Sebaliknya, pemerintah [Myanmar] lebih keras menganiaya mereka," kata Noor Hussein Arakani dari Forum Solidaritas Rohingya yang berbasis di Karachi.

Pada November 2019, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyetujui peluncuran penyelidikan atas kejahatan terhadap komunitas Rohingya. Sebuah langkah yang ditolak oleh Myanmar yang bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma.

Statuta Roma adalah perjanjian pendiri ICC yang berupaya melindungi komunitas dari genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. "Hanya Turki, Gambia, dan beberapa negara Muslim lainnya, yang secara konsisten memperjuangkan kasus kami di forum internasional," katanya kepada Anadolu Agency.

Menurut Arkani, kunci penyelesaian masalah Rohingya ada pada China. Sebab kekuatan veto Chinalah yang membuat penyelidikan tidak dilakukan.

Sejumlah pengungsi etnis Rohingya duduk menunggu saat tiba di tempat penampungan yang baru di Balai Latihan Kerja (BLK) Desa Mee Kandang, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (10/7/2020). Sebanyak 99 orang pengungsi Rohingya yang terdiri dari 43 orang dewasa dan 56 anak-anak dipindahkan ke tempat penampungan sementara yang baru dan sehat sambil menunggu kepastian dari imigrasi, IOM dan UHNCR soal sampai kapan mereka akan berada di Indonesia. - (ANTARA/RAHMAD)

"Jika China hari ini memutuskan (penyelidikan), masalah tersebut dapat diselesaikan dalam beberapa minggu," katanya seraya menambahkan Myanmar tidak dapat mengatakan 'tidak kepada China.

China adalah salah satu dari sedikit negara yang tidak mengutuk kebrutalan militer Myanmar pada 2017 terhadap Muslim Rohingya. China menyebut kejadian itu sebagai masalah internal Myanmar.

"Kami mengimbau pemerintah China tidak melihat [masalah] ini dari sudut pandang politik. Ini adalah masalah kemanusiaan. China telah menjadi teman baik dan pendukung Pakistan. Kami berterima kasih kepada negara untuk itu," katanya.

https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/rohingya-muslims-in-pakistan-decry-global-silence/1950892

 

 

 
Berita Terpopuler