Apindo Minta Pemerintah Tingkatkan Belanja APBN

Belanja APBN masih sedikit dari total APBN yang sekitar Rp 2.700 triliun.

Republika
APBN
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono meminta pemerintah meningkatkan belanja APBN 2020 yang dinilai masih belum memadai. Dengan meningkatnya belanja APBN diharapkan penurunan pertumbuhan ekonomi bisa diatasi.

"Saran saya kita harus berupaya keras menghentikan trend ke bawah yang terus menerus ini," kata Iwantono di Jakarta Kamis (6/8), mengenai pada kuartal kedua 2020 terjadi kontraksi ekonomi sebesar 5,32 persen secara year on year (yoy).

Caranya, kata Iwantono, dengansegera meningkatkan daya beli masyarakat melalui kebijakan moneter dan fiskal. Untuk moneter, katanya, sudah ada berbagai pelonggaran di sektor perbankan, walaupun tidak semua merasakan.

"Sudah ada lebih dari Rp 800 triliun untuk restrukturisasi," katanya.

Namun di sisi fiskal, katanya, masih jauh ketinggalan. Belanja APBN masih sedikit dari total APBN yang sekitar Rp 2.700 triliun.

Selain itu, katanya, stimulus ekonomi yang jumlahnya Rp 695,2 triliun lambat sekali realisasinya, baru sekitar 20-25 persen.

Ia mengatakan, jika hal ini terjadi maka daya beli masyarakat terus memburuk, karena likuiditas kering. Padahal, katanya, Presiden Joko Widodo, sudah berkali-kali marah dan beberapa hari lalu masih juga mempersoalkan itu.

"Ini memang aneh Presiden sudah ancam mau reshuffle kabinet segala, tetapi jalannya seperti keong. Gawat juga kalau Presiden sudah ancam tapi di bawahnya seperti nggak takut," katanya.

Menurut Iwantono, rendahnya belanja APBN karena birokrasi agak ketakutan atau terlalu berhati-hati agar tidak salah yang bisa membawanya ke ranah hukum.

Iwantono meminta para pejabat terkait segera duduk bersama mencari solusi agar pelaksana proyek dan pengguna anggaran tidak paranoid, dan dipastikan sepanjang tidak dikorupsi dan tidak ada moral hazard, seharusnya semua bisa dijalankan dengan tenang.

Iwantono sendiri sudah memprediski bahwa kuartal II mengalami kontraksi dengan pertumbuhan minus.



Baca Juga

 
Berita Terpopuler