Abu al-Hasan al-Amiri, Sang Filsuf, Berdebat Lewat Diskusi

Abu al Hasan al Amiri adalah seorang filsuf Muslim.

Wordpress.com
Abu al-Hasan al-Amiri, Sang Filsuf, Berdebat Lewat Diskusi. Foto: Filsafat Islam (ilustrasi).
Rep: Ferry Kishihandi Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebiasaan kaum cendekiawan pada abad pertengahan adalah menggelar diskusi serta perdebatan ilmiah. Ini dilakukan untuk bertukar pikiran dengan menjelaskan ide dan gagasan masing-masing. Kegiatan itu juga kerap dilakukan oleh Al-Amiri di berbagai kesempatan. Ia selalu menghadiri  kelompok-kelompok diskusi. 

Perdebatan mencakup banyak topik, mulai dari persoalan hukum, sosial, politik, hingga pemerintahan. Tentu, bagi seorang filsuf seperti Al-Amiri, semua itu dibahas dengan dalil-dalil filosofis. Hal tersebut pula yang terjadi ketika tokoh ini melakukan perdebatan terbuka dengan Abu Said Al-Sirafi di Madinah.

Joel L Kraemer mencatat momen itu berlangsung dalam majelis Abu al-Fath bin Amid pada Februari  975 Masehi. Pertemuan itu penuh sesak oleh pengunjung. Al-Amiri yang mengawali perdebatan, meminta Al-Sirafi menjelaskan fungsi kata bi dalam kalimat bismillahirahmanirrahim.

Banyak orang yang hadir terkejut dengan pertanyaan itu. Al-Sirafi sigap menjawab dengan menukil beberapa ayat Alquran. Sejarah al-Tauhidi menilai perdebatan antara dua tokoh itu sangat mengesankan. Meski, beberapa sumber mengatakan pertanyaan Al-Amiri melahirkan persaingan panjang antarfilsuf.

Di Baghdad, Al-Amiri juga terlihat menonjol. Meski, sejumlah filsuf tak berkenan dengan kehadirannya. Salah satu pemicunya, menurut versi Al-Amiri, karena mereka kurang menyukai sesuatu yang asing. Imbasnya, ia sempat ditolak saat ingin bergabung dengan beberapa perkumpulan diskusi.

Beruntung, Al-Amiri disambut baik dalam kelompok kajian ilmiah yang digagas Ibnu Al-Amid. Dari tokoh ini, Al-Amiri banyak belajar, termasuk tentang mesin dan teknologi. Di bawah bimbingan Ibnu Al-Amid, ia banyak memperoleh wawasan baru, terutama di bidang sains, teologi, filsafat, hingga sastra.

Dari sini, dia menemukan bahwa filsafat dapat beriringan dengan ajaran Islam dan terus berusaha mengintegrasikan dua hal tersebut. Al-Amiri mengatakan, keesaan Tuhan merupakan unsur penting. Dan, ia meyakini bahwa nilai-nilai Islam lebih utama dibandingkan keyakinan lainnya.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler