Model Pendidikan Profetik Nabi Ibrahim AS (2-Habis)

Nabi Ibrahim mencintai anak karena Allah.

Paramayuda/ANTARA
Model Pendidikan Profetik Nabi Ibrahim AS (2-Habis)
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID,

Baca Juga

Mencintai anak karena Allah

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menempatkan cinta kepada Allah di atas segala cinta, hal ini sebagai bukti ketaatannya pada Allah. Bukti ketaatan itu adalah ditunjukkan dengan cinta, sedangkan bukti cinta adalah berkurban. Kisah ini mengajarkan agar mencintai anak semata-mata karena Allah. Sebab, jika kecintaan kepada anak melebihi cinta kepada Allah, malapetaka akan ditimpakan dalam kehidupan keluarga itu (QS al-Taubah [9]: 24).

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Tafsir dari ayat di atas adalah  Allah menyebutkan sebab yang melazimkan hal itu, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah dan RasulNya wajib didahulukan di atas kecintaan kepada apa pun, dan menjadikan segala sesuatu menginduk kepadanya, Dia berfirman, “katakanlah, ‘Jika bapak-bapak’,” sama juga ibu-ibu, “saudara-saudara”, dalam nasab keluarga, “istri-istri, kaum keluargamu.” Yaitu kerabatmu secara umum. “dan harta kekayaan yang kamu usahakan”, dan kamu mendapatkannya dengan susah payah, ia disebutkan secara khusus karena ia paling dicintai oleh pemiliknya, dan tentu saja pemiliknya lebih semangat dalam menjaganya daripada orang yang mendapatkan harta tanpa usaha dan lelah “dan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya.”

Yakni khawatir menipis dan berkurang. Ini meliputi seluruh bentuk perniagaan dan usaha dalam berbagai bentuk perniagaan seperti emas, bejana, senjata, perabot, biji-bijian, hasil bumi, ternak, dan lain-lain. “Dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai”, karena keindahannya, hiasannya, dan kesesuaiannya dengan hawa nafsumu, jika semua itu “adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya”, maka kamu adalah orang-orang fasik yang zhalim. “maka tunggulah”, azab yang akan menimpamu “sampai Allah mendatangkan keputusanNya”, yang tiada tertolak. “Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”, yaitu yang keluar dari ketaatan kepada Allah, yang mendahulukan salah satu perkara di atas, daripada kecintaan kepada Allah.

Ayat yang mulia ini adalah dalil terbesar akan kewajiban mencintai Allah dan RasulNya, dan mendahulukannya di atas kecintaan kepada segala sesuatu selain keduaNya, serta ancaman keras dan kemarahan besar atas siapa saja yang salah satu dari yang disebutkan ini lebih dia cintai daripada Allah, RasulNya, dan jihad di jalanNya. Dan tandanya adalah bahwa jika dia dihadapkan pada dua perkara, yang pertama dicintai oleh Allah dan RasulNya dan dia tidak memiliki hasrat padanya, dan kedua dicintai dan diinginkan oleh nafsunya, akan tetapi ia mengakibatkan lenyapnya apa yang dicintai oleh Allah dan RasulNya atau menguranginya, maka jika dia mendahulukan apa yang diinginkan oleh nafsunya daripada apa yang dicintai Allah, berarti itu menunjukkan bahwa dia zhalim dan telah meninggalkan apa yang wajib atasnya.

Kewajiban orang tua yang paling esensial adalah mendidik akidah anak, lalu menyelamatkan mereka dari siksa neraka (QS al-Tahrim [66]: 6).

Melibatkan anak membangun baitullah

Beribadah bersama anak, dan melibatkannya menegakkan agama Allah. Ibnu Katsir dalam kitab Qishash al-Anbiya’ menjelaskan, Ismail turut mengumpulkan batu dan mengulurkannya kepada Ibrahim, lalu Ibrahim membangun bangunan Ka’bah yang sebelumnya rusak.

Ketika membangun baitullah itu bersama anaknya, Ibrahim juga berdoa agar mereka menjadi hamba yang taat dan negeri itu diberkahi (QS al-Baqarah [2]: 126-129).

Quran Surat Al-Baqarah Ayat 126

 وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَٱرْزُقْ أَهْلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِ ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.

Quran Surat Al-Baqarah Ayat 127-129

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (127)

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (128)

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (129) 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):` Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui `.(QS. 2:127) 

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. 2:128)

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al quran) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. 2:129) 

 

 

Nabi Ibrahim menginginkan dan mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi doa

Namun, Allah mengisyaratkan bahwa keturunan Ibrahim yang dijadikan pemimpin bukanlah orang-orang yang zalim (QS al-Baqarah [2]: 124).

۞ وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ

"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”".

Dengan begitu, Ibrahim mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13) maupun zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).

Sebagai orang tua, seharusnya kita lebih mengkhawatirkan masa depan akidah anak-anak kita daripada sekadar mengkhawatirkan karier dan kehidupan ekonomi mereka (QS al-Baqarah [2]: 133-134).

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Adakah kamu hadir ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku.’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Mahaesa dan kami hanya tunduk kepada-Nya’”. (QS. Al-Baqarah: 133) Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 134)

Kompak dengan Istri

Nabi Ibrahim bukan hanya memilih tempat yang tepat. Tetapi, sang istri juga termasuk wanita tangguh serta sholihah. Lihat saja, ketika Ibrahim diutus meninggalkan kota Makkah menuju Palestina. Sang istri tegar serta perkasa. Hajar menjadi single parent, selama Nabi Ibrahim pergi ke Palestina dalam rangka melaksanakan perintah-Nya. Sejak kaki menginjak tanah Makkah, ia melempar pan­dangan pada tanah kosong yang ada di sekelilingnya dengan perasaan tak menentu.

Siti Hajar setia kepada suaminya dan ia juga setia terhadap Allah Swt dan ini dibuktikan dari transkip dialog yang terjadi antara Siti Hajar dan Nabi Ibrahim : “Allahu amaroka bi hadza ?” (Apakah Allah yang memerintah kepadamu agar saya tinggal di sini ?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am.” (Iya.) Kemudian Siti Hajar berkata lagi, “Idzan la yudlayyi’uni.” (Jadi kalau begitu, Allah tidak akan membiarkanku.). Memunculkan keyakinan seperti ini sangat sulit sekali apalagi ditengah kesulitan hidup yang menerpa Siti Hajar pada waktu itu. Akan tetapi beliau tetap teguh dan setia kepada Allah hingga pada akhirnya Allah mengabadikan kisahnya bersama putra kesayangannya Ismail As dalam pencarian air minum ketika Ismail kecil kehausan yang diabadikan Allah lewat kewajiban sa’i yakni berlari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Hajar begitu ikhlas, sedangkan Ibrahim begitu yakin dengan istrinya yang mampu mendidik anaknya

Tawakkal kepada-Nya

Karena hanya tawakkal inilah yang bisa menghilangkan rasa kekhawatiran-kekhwatiran yang menyelimuti dirinya. Bagaimana mungkin, sang ayah meninggalkan anak dan istrinya ditempat yang kering, tandus, tiada satupun orang, sementara itu tidak ada tumbuhan yang dapat dimakan, atau mata air yang bisa digunakan air minum.

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيل

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. ” (QS. Ali ‘Imron: 173)

Doa yang berada di akhir surat tersebut Hasbunallah wa nikmal wakil adalah doa yang pernah dibaca Nabi Ibrahim AS karena pasrah dan yakinnya kepada Allah. Karena tiada yang bisa dimintai pertolongan selain Allah.

Nur Ngazizah, Dosen PGSD UMP Purworejo

 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/07/31/model-pendidikan-profetik-nabi-ibrahim-as-2/

 

 
Berita Terpopuler