Kecilin, Aplikasi Pengompres Data Buatan Anak Muda Indonesia

Mengompres data dengan Kecilin juga bisa menghemat data.

Foxnews
Internet. Ilustrasi
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Aplikasi Kecilin adalah aplikasi penghemat kuota buatan Indonesia. Christopher Farrel Millenio Kusumo adalah pendiri sekaligus CEO startup kecerdasan buatan (AI) yang berfokus pada kompresi data internet Kecilin sejak 2018.

Farrel, sapaan akrabnya mengembangkan Kecilin sejak 2018. Pria kelahiran 1 Agustus 2000 ini mengembangkan Kecilin berbekal dari dukungan investor dan hibah hadiah pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2018.

Saat ini, Kecilin telah memiliki 35 karyawan dengan 115 pengembang yang bergabung. Aplikasi Kecilin telah memiliki sekitar 15.000 pengguna harian. Aplikasi tersebut juga telah mengantongi 100.000 unduhan di Google Play Store.

Setiap harinya, Kecilin mengkompres kurang lebih 115TB data. "Kalau dirupiahkan anggap saja 1GB  Rp5.000, kita sudah hemat Rp 500 juta per bulan untuk orang-orang akses internet," ujar Farrel.

Berbasis di Yogyakarta, Kecilin banyak bekerja sama dengan talenta digital asal Kota Gudeg itu. Sebagian talenta digital juga berasal dari Malang.

Algoritma dari aplikasi Kecilin sebelumnya telah digunakan dalam produk B2B berupa API yang dapat digunakan oleh perusahaan yang mengalami permasalahan storage data yang membengkak, transfer data yang mahal dan juga lama. Kemudian, Farrel berpikir untuk memperluas ke B2C dengan menghadirkan aplikasi Kecilin.

"Tonggak yang saat ini dikerjakan adalah lebih ke paten. Karena paten di Indonesia untuk algoritma belum bisa worldwide exposure-nya, aku mendaftarkan WIPO di Prancis, sedang dalam proses," ujar Farrel.

"Sambil nunggu patennya granted, kita bikin B2C itu, kemarin launching aplikasi Kecilin bulan Maret," lanjut Farrel.

Baca Juga

Kecilin tidak lahir tiba-tiba. Semua berawal dari keinginannya untuk mengkompresi data saat harus mengunduh aplikasi game.

"Waktu SMP itu saya profesional gamers, gamer yang berpenghasilan. Dari situ tertarik gimana sih caranya membuat game. Lalu, ketika mulai, saat itu 2015-2016 membuat game sendiri tertarik dengan AI," ujar Farrel.

Saat bermain game, Farrel mengaku sering menemui "musuh" bot (program komputer). Berangkat dari rasa penasarannya pada pembuatan AI dalam program komputer yang adaptif terhadap ritme pemain game, Farrel menjadi tertarik lebih jauh dengan AI, tepatnya Machine Learning.

Sejak saat itu Farrel mulai tertarik dan melakukan banyak riset tentang Machine Learning. Hingga ketika liburan semester tahun 2017 dia menemukan ide untuk membuat temuan teknologi.

"Waktu itu pengen download game yang ukurannya 30GB, sedangkan kuota yang aku punya cuma 5-6GB, aku ari cara ada enggak sih format yang sudah kekompres. Ternyata ada, tapi maslahnya adalah ukurannya sama, jadi enggak ada perubahan yang signifikan dari segi ukuran," kata Farrel.

Farrel, yang saat itu duduk merupakan siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta, kemudian melakukan riset mendalam soal impelementasi Machine Learning dan AI untuk kompresi data. Dari situ, Farrel tertarik mengikuti ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR).

Dari situ, dia menemukan algoritma dengan core yang baru yang digabungkan dengan sudut pandang ilmu lainnya. Akhirnya dia mengikuti berbagai macam lomba.

Perjalanan untuk membuat karyanya lebih dikenal banyak orang ternyata tidak semudah yang diperkirakan. Temuan Farrel sempat 11 kali ditolak dalam lomba-lomba karya ilmiah, hingga akhirnya raksasa teknologi Google menemukan inovasi teknologi milik Farrel tersebut.

"Karena susah dalam menerangkan apa sih ini dan apa sih impact-nya, dan akhirnya muncul juga ide untuk open source, aku taruh di GitHub, akhirnya ada undangan dari Google," ujar dia.

Farrel akhirnya bertolak ke markas Google di Mountain View, California, Amerika Serikat, pada 14 Februari 2017. Dalam sebuah summit, Farrel diminta untuk mempresentasikan algoritma core temuannya.

"Ketika present, ternyata banyak yang tertarik tentang core-nya sendiri, dari situ sendiri sebenarnya tendensi ku adalah membuat algoritma yang bisa kompres game doang saat itu, dan ternyata bisa dituntasi ke hal-hal lainnya," kata dia.

Akhirnya, Farrel diminta Google untuk bergabung dalam sebuah proyek untuk bekerja selama enam hingga tujuh bulan. Karena masih berada di bangku sekolah menangah atas, Farrel bekerja secara jarak jauh.

"Pagi sampai siang sekolah, terus malamnya video call. Jadi, kerja jam 10 malam sampai jam 4 pagi, kemudian paginya lanjut lagi sekolah," kenang Farrel.

Saat bergabung dalam proyek Google, Farrel mengembangkan algoritma khusus kompresi pada Google Photos.

Bekerja bersama Google, menurut Farrel, raksasa mesin pencari itu lebih berorientasi pada proses. Google memperhatikan proses programming setiap orang yang bekerja sama dengan dia, karena setiap programmer memiliki style yang berbeda, dan fokus bagaimana program tersebut dapat dimengerti orang lain, kata Farrel.

Pada saat itu juga Farrel bertemu dengan angle investor yang mendorong dirinya untuk mengembangkan algoritmanya sendiri.

"Akhirnya saya membuat yang sangat-sangat berbeda dari yang Google punya. Akhirnya bikin Kecilin," ujar dia.

 
Berita Terpopuler