Kampung Tubuh Manusia

Informasi tentang virus corona membuat masyarakat Kampung Tubuh panik.

Republika
Virus corona membuat masyarakat Kampung Tubuh panik. Foto: Ilustrasi
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, “Teman-teman...aku, Otak dan Telinga punya informasi penting nih. Berita ini lagi trending topic di dunia manusia dan dunia virus.”

Begitulah percakapan di antara mereka bermula. Mata melaporkan ke teman-temannya yang lain mengenai informasi yang diperoleh.

“Berita apa?” tanya Tangan.

“Ada virus yang menyerang manusia. Katanya berasal dari pasar hewan di Wuhan, China. Masyarakat di sana, memakan kelelawar,” jawab Mata.

“Virus itu menular dari satu manusia ke manusia yang lain,” tambah Otak.

“Ya ampun, seram ih,” sahut Hati.

“Kalau bisa menular, berarti manusia gak boleh bersentuhan fisik dong?” tanya Tangan lagi.

“Informasinya sih iya, manusia gak boleh bersentuhan fisik dan harus selalu cuci Tangan,” jawab Telinga.

“Ih, aku takut...” balas Tangan.

“Sama...aku juga takut. Aku gak tenang sekarang nih,” sahut Hati.

“Hei tangan, berarti kamu harus selalu bersih, agar kami semua tidak kena virus. Kalau kami kena virus, berarti salah kamu karena gak bersih,” tiba-tiba Lidah menyalahkan Tangan.

Eh, kok gitu sih? Kok aku yang salah? Kan tergantung manusianya. Dia mau selalu aku dalam kondisi bersih atau tidak. Kalau dia mau aku selalu bersih, seharusnya dia harus rajin cuci tangan. Jangan asal menyalahkan aku dong,” balas Tangan dengan nada kesal.

“Bagaimana pun, itu tetap salah kamu kalau kami semua terinfeksi virus corona,” Lidah tetap menyalahkan Tangan.

Udah-udah, gak usah saling menyalahkan. Seharusnya, dalam kondisi seperti ini, kita harus saling kompak dan bekerja sama menjaga manusia,” Hati mencoba menjadi penengah.

“Iya teman-teman. Kita harus tetap berusaha dan saling bekerja sama agar kita semua tidak terinfeksi. Seandainya terjadi kondisi buruk, kita terinfeksi, tolong jangan salahkan siapa pun ya teman-teman,” Otak juga berusaha mendamaikan Lidah dan Tangan.

Akhirnya, Lidah dan Tangan pun diam, namun masyarakat lainnya di Kampung Tubuh Manusia masih ricuh karena takut dan khawatir setelah memperoleh informasi mengenai virus yang dapat menular dari satu manusia ke manusia lainnya. Informasi tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh anggota masyarakat yang lainnya.

“Eh, nama virusnya apa?” tanya Paru-paru.

“Virus Corona,” jawab Mata.

“Beritanya sih, menyerang sistem pernapasan manusia,” tambah Otak.

“Ya ampun...aku takut teman-teman. Pengen nangis ih...” balas Paru-paru dengan lemah. “Kalau nanti manusia terinfeksi virus ini, nasibku bagaimana ya?”

“Info yang kami tahu, virus corona yang masuk ke Tabung Bronkial, lalu meninggalkan Tabung Bronkial, dan masuk jauh ke kamu Paru-Paru. Berdampak pada jaringan yang terlibat dalam pertukaran gas. Maksudnya mendapatkan udara yang baik dan udara yang buruk. Pada tahap ini, manusia mengalami sesak napas dan jika sudah masuk fase akut, sesak napasnya parah banget,” jelas Otak.

“Hah?? Berarti aku juga terinfeksi?” Tabung Bronkial terkejut.

“Iya,” jawab Telinga.

“Ya ampun, bagaimana ini teman-teman? Aku gak mau terinfeksi. Aku gak mau manusia sesak napas,” seru Paru-paru dengan mata berkaca-kaca. “Aku takut teman-teman. Aku takuuuuuttttt...” Paru-paru mulai menangis.

“Aku pun gitu. Aku takuuuttttt...” tambah Tabung Bronkial dengan suara gemetar dan mata berlinang.

“Aku pun juga gak mau terinfeksi. Aku pun gak mau manusia sakit. Sabar ya Paru-paru. Jangan panik dulu. Jangan pikir yang aneh-aneh,” Usus Besar berusaha menenangkan Paru-paru yang sedang menangis.

“Kamu juga ya Tabung Bronkial, jangan panik. Jangan pikir hal-hal buruk,” tambah Usus Besar.

“Iya teman-teman, betul itu. Oh ya, informasi yang kudengar, gejalanya hampir sama seperti demam panas biasa. Agak susah dibedakan,” Telinga menjelaskan ke teman-temannya.

“Manusia demam?? Berarti kami sakit dong?” tanya Sendi Putar.

“Iya, sendi-sendi nanti akan merasakan nyeri,” jelas Mata.

“Ih...aku takut,” tambah Sendi Putar.

“Aku takut juga. Aku gak mau sakit,” balas Sendi Geser dengan lirih.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, masyarakat di Kampung Tubuh Manusia semakin ketakutan. Perkampungan mereka pun semakin ricuh.

Mata, Otak dan Telinga terus menjelaskan setiap pertanyaan dari teman-teman mereka, termasuk menjelaskan bahwa virus tersebut tergantung pada sistem imun atau kekebalan tubuh manusia. “Berarti kalau sistem imun manusia kuat, virus itu mati ya?” tanya Leukosit dan Limfosit serempak.

“Aku gak tau virus itu langsung mati atau gak, tapi informasinya kalau sistem imun manusia kuat dan ketika diserang virus itu, dia gak akan sakit tapi bisa menularkan ke manusia lain,” jelas Otak.

“Aduh, kok seram banget sih. Takut aku,” balas Leukosit.

“Iya nih,” sahut Limfosit dan Granulosit.

“Aku gak mau terinfeksi dan aku gak mau manusia sakit. Bagaimana ini teman-teman??” tambah Granulosit dengan suara lirih.

“Berarti, ini tanggung jawab Tangan, Leukosit, Limfosit dan Granulosit jika kita terinfeksi,” ujar Paru-paru.

“Lah...kok kami??” tanya Leukosit dan Limfosit serempak.

Kok, aku lagi sih yang disalahkan?” tanya Tangan heran.

“Iya nih si Paru-paru. Jangan asal menyalahkan aja dong,” sahut Granulosit.

“Aku gak menyalahkan kalian, tapi faktanya seperti itu. Katanya kan manusia gak boleh saling bersentuhan. Nah, kontak fisik itu kan paling cepat terjadi melalui Tangan dan manusia harus selalu cuci Tangan. Terus...kalau sistem imun manusia gak kuat, kita semua akan terinfeksi. Ya berarti...benar dong kalian yang harus bertanggung jawab kalau kami semua terinfeksi,” jelas Paru-paru.

“Aku setuju banget apa yang kamu sampaikan, Ru,” Lidah menyetujui penjelasan Paru-paru.

“Lidah, benarkan apa yang aku sampaikan?” tanya Paru-paru.

“Benar banget,” jawab Lidah.

Eh... ini kenapa malah ribut lagi sih? Kenapa saling menyalahkan lagi sih? Kan tadi aku dan Otak sudah jelaskan. Gak boleh ada yang saling menyalahkan,” ujar Hati.

Udah teman-teman, sekarang kita berdoa aja. Semoga virus ini cepat pergi dan gak masuk ke tubuh manusia,” Hati mencoba menenangkan teman-temannya.

“Iya, benar teman-teman. Kalau kita semakin takut, nanti malah kepikiran terus dan kita jadi stres. Jadi, kita santai aja tapi tetap berusaha agar virus itu tidak bisa menyerang kita,” tambah Otak.

Akhirnya, masyarakat di Kampung Tubuh Manusia mulai tenang, meskipun sebenarnya mereka masih diselimuti ketakutan dan rasa was-was.
TENTANG PENULIS: Herta Widya, Peserta Workshop Menulis Cerpen Republika

 
Berita Terpopuler