Muslim Kulit Hitam di Balik Gerakan Anti-Rasisme di Amerika

Muslim Afrika-Amerika memiliki peran penting dalam anti-rasisme di AS.

AP/John Minchillo
Para pengunjuk rasa berbaris di Jembatan Brooklyn setelah rapat umum di Cadman Plaza Park, Kamis, 4 Juni 2020, di New York. Protes berlanjut setelah kematian George Floyd, yang meninggal setelah ditahan oleh petugas kepolisian Minneapolis pada 25 Mei
Rep: Kiki Sakinah Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kematian seorang pria Afrika-Amerika bernama George Floyd di tangan seorang polisi kulit putih di Minneapolis telah mendorong munculnya aksi unjuk rasa dan kerusuhan di Amerika Serikat (AS). 

Baca Juga

Kematian Floyd setelah ia mati lemas karena ditekan lehernya oleh polisi tersebut kian mengingatkan pada rasisme yang masih terjadi di AS. 

Dalam sejarah Amerika, perjuangan atas ketidakadilan rasial telah memunculkan gerakan hak-hak sipil. Gerakan hak sipil itu dipelopori terutama oleh warga kulit hitam di Amerika. Kasus Floyd ini sendiri kembali menyoroti para aktivis hak-hak orang kulit hitam. 

Dari aktivis hak-hak sipil tersebut, Muslim kulit hitam di Amerika turut memainkan peran. Dari mulai Malcolm X hingga Keith Ellison, mereka telah memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat luas.  

Sejarah mencatat peran dari Muslim kulit hitam Amerika yang berada di garis depan dalam perang melawan ketidakadilan yang dialami warga negara non-kulit putih. Selama bertahun-tahun, banyak Muslim kulit hitam terkemuka yang muncul dalam gerakan hak-hak sipil.

Mereka di antaranya adalah Malcolm X dan Muhammad Ali. Beberapa dari para aktivis itu memiliki sejarah kontroversial terkait apakah mereka memang telah memeluk Islam. Namun, kehidupan mereka telah terbukti menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam.

Dalam situasi saat ini, Muslim kulit hitam memang memiliki tugas yang sangat sulit. Namun, mereka tetap berperan untuk memperjuangkan kesetaraan dan hak masyarakat. Berikut beberapa nama dari Muslim kulit hitam yang memiliki peran penting dalam gerakan hak sipil di Amerika, dilansir di TRT World, Jumat (5/6):

 

1. Imam Mahdi Bray

Direktur Nasional Aliansi Muslim Amerika dan aktivis hak-hak sipil seumur hidup, Imam Mahdi Bray, mengatakan bahwa mereka memiliki sejarah panjang yang berurusan dengan kekerasan oleh kelompok-kelompok ekstremis seperti Ku Klux Klan. 

"Ketika banyak orang berpikir tentang terorisme, mereka memikirkan 9/11. Tetapi bagi saya terorisme terjadi pada hari itu pada tahun 1956 ketika rumah kakek saya dibom oleh Klan," kata Bray.

Keluarga Bray tinggal di Virginia utara di mana kakeknya, Wright Grey Junior, berkampanye untuk mendaftarkan pemilih kulit hitam dan bekerja sama dengan aktivis dan ikon terkenal, Dr Martin Luther King Jr Bertahun-tahun telah berlalu sejak itu, Amerika menyaksikan diri memiliki presiden kulit hitam, serta para senator, pengacara dan juga walikota yang merupakan warga kulit hitam.

 

Imam Mahdi Bray, Direktur Nasional Aliansi Muslim Amerika - (pbs.org)

Kendati begitu, Bray mengatakan bahwa diskriminasi terhadap orang kulit berwarna tidak berubah. Ia mengatakan, apa yang terjadi di AS adalah sesuatu yang telah terjadi selama bertahun-tahun. 

"Kami menderita rasisme dan kekerasan sistemik. Apa yang terjadi pada George Floyd telah terjadi pada banyak pria kulit hitam Afrika-Amerika yang pada dasarnya mengalami kematian dan kekerasan mematikan oleh penegak hukum," katanya kepada TRT World dalam sebuah wawancara.

Bray merupakan seorang mantan Kristen Baptis, yang kemudian masuk Islam pada pertengahan 1960-an. Ia mengatakan, bahwa dirinya memang seorang mualaf.  Saat itu adalah masa ketika orang kulit hitam Amerika mulai tertarik dengan transisi politik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika di negara-negara seperti Aljazair. Aljazair memperoleh kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Prancis pada 1962. 

"Secara budaya, pemuda kulit hitam seperti saya sedang mengalami apa yang kami sebut gerakan identitas Hitam dan jadi kami melihat ke arah Afrika dan kami melihat Islam adalah agama yang datang dari sana," ujarnya.

Pan-Afrikaisme kemudian berhembus, dan pemberontakan melawan Apartheid di Afrika Selatan menjadi seruan bagi orang Afrika-Amerika. Menurutnya, perjuangan untuk martabat di tempat-tempat seperti Afrika Selatan sangat terkait dengan pengalaman Afrika-Amerika yang mengalami sistem apartheid mereka sendiri.

 

2. Keith Ellison

Ellison (56) merupakan jaksa penuntut umum terkemuka di Minnesota, negara bagian di mana Floyd meninggal. Sebagai jaksa agung, dia akan memimpin penyelidikan terhadap petugas polisi tersebut. Ia juga berjanji untuk meminta pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat.

Sebagai seorang pengacara kriminal (pembela pidana), Ellison masuk Islam saat ia menjadi mahasiswa pada usia 19 tahun. Kala itu, ia aktif terlibat dalam menyoroti kebrutalan polisi terhadap orang kulit hitam. Ellison memiliki pengalaman langsung tentang kebrutalan polisi. Hal itulah yang mendorongnya untuk mengambil peran aktif dalam gerakan hak-hak sipil.

US Rep. Keith Ellison, (AP/Amr Nabil)

"Ketika dia berusia 4 tahun, dia bersembunyi di bawah tempat tidurnya ketika pengangkut pasukan Pengawal Nasional melewati lingkungannya pada 1968, di tengah kerusuhan yang terjadi setelah pembunuhan Martin Luther King Jr, dan menjadi dewasa pada era Coleman Young, walikota kulit hitam pertama kota itu," Mother Jones melaporkan.

Pada 1989, Ellison membentuk kelompok yang disebut Koalisi untuk Akuntabilitas Polisi, yang menerbitkan buletin yang merinci kebrutalan polisi. Dia adalah Muslim pertama yang terpilih ke kongres pada 2006, dan mengambil sumpahnya pada Alquran. Hal itu lantas menjadi sebuah langkah yang membuat marah beberapa politisi kulit putih. 

 

3. Marcus Garvey

Beberapa dekade sebelum para Muslim kulit hitam mengambil inspirasi dari Afrika, tercatat nama Marcus Garvey. Dia adalah pendiri Universal Negro Improvement Association (UNIA), yang memulai 'kampanye kembali ke Afrika'.

Garvey lahir di jamaika. Dia pindah ke AS pada usia 28 tahun pada 1917. Saat itu bertepatan dengan kerusuhan ras di East St Louis, peristiwa yang menciptakan lingkungan dari ketakutan rasial di kalangan orang kulit hitam.

"Dengan bantuan murid-murid seperti ayah saya, Garvey, dari markas besarnya di Harlem City, New York, mengibarkan bendera kemurnian ras kulit hitam dan mendesak massa Negro untuk kembali ke tanah air leluhur mereka di Afrika, suatu alasan yang membuat Garvey manusia paling kontroversial di dunia,” tulis Malcolm X di halaman pertama bab pertama otobiografinya.  

Sebagai pendukung kuat nasionalisme kulit hitam dan kemandirian orang kulit hitam, Garvey menghadapi penganiayaan di tangan FBI dalam kasus dugaan penipuan melalui surat yang berkaitan dengan promosi Black Steamship Line (BSL).

Marcus Garvey salah satu Muslim kulit hitam suarakan rasisme. - (pambazuka.org)

Ajaran "agama hitam" Garvey selaras dengan banyak Muslim dan memengaruhi para pemimpin Nation of Islam. Meskipun ia secara resmi seorang Katolik, namun Profesor Samory Rashid dari Indiana State University, dalam bukunya 'Black Muslims in the US' mengatakan bahwa keengganan Garvey untuk secara terbuka mengungkapkan keyakinannya tetap menjadi misteri.  

"Namun demikian, moto UNIA tentang 'Satu Tuhan, satu tujuan, satu tujuan' akan memiliki daya tarik khusus bagi umat Islam yang mungkin telah mengisi jajarannya dalam ribuan," tulis Rashid.

Dia diusir dari AS pada 1927 dan dia meninggal di Inggris pada 1940. Jenazahnya dipindahkan ke Jamaika di mana dia menjadi pahlawan nasional pertama bangsa tersebut.

Filosofi Garvey, yang berpusat pada kembalinya orang kulit hitam ke tanah air mereka yang asli, membantu mengarah pada penciptaan agama Rastafari. Rastafarian percaya bahwa Haile Selassie I, kaisar Ethiopia yang memerintah antara 1930 dan 1974, adalah seorang Dewa dan bahwa ia akan memfasilitasi kembalinya komunitas kulit hitam ke Afrika. Di antara pengikut Garvey adalah seorang pria bernama Elijah Muhammad. 

 

4. The Nation of Islam (NOI)

Tidak ada sejarah singkat tentang Muslim Hitam di AS yang akan lengkap tanpa menyebutkan NOI. NOI didirikan oleh Wallace Fard Muhammad pada 1930. Fard sendiri memiliki asisten bernama Elijah Muhammad, yang merupakan pemimpin Muslim kontroversial yang ajarannya menyimpang dari Islam arus utama.

Elijah dilahirkan pada 1897 di Georgia sebagai Elijah Poole. Sebagai seorang anak yang lahir dalam kemiskinan, ia pernah menyaksikan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Albert Hamilton, seorang Afrika-Amerika. Peristiwa itu memiliki dampak mendalam pada dirinya. Elijah kemudian mengambil alih kepemimpinan NOI dari Fard.

Elijah Muhammad (kanan) dan Muhammad Ali (kiri) - (noirg.org)

"Nation of Islam tidak mengadopsi Islam ortodoks atau seperti beberapa orang akan mengatakan Islam Sunni. Orang-orang seperti Muhammad Ali membantu membangun jembatan itu, kemudian menolak beberapa ajaran agama yang diberikan oleh Elijah Muhammad," kata Mahdi Bray.

Bray mengatakan, bahwa seperti yang biasa dikatakan oleh seorang syekh dari Arab Saudi bahwa mungkin mereka tidak beribadah dengan benar. Tetapi, mereka beribadah ke arah yang benar.

Kendati begitu, NOI mendukung nasionalisme kulit hitam dan memiliki daya tarik yang luas. Juru bicara NOI paling terkenal adalah Malcolm X.

 

5. Malcolm X

Malcolm Little lahir pada 1925 dengan warna kulit yang dianggap lebih terang daripada saudara-saudaranya. Hal ini kemudian menjadi sesuatu yang membuat ayahnya lebih menyukainya daripada anak-anak lain. Ayahnya secara tidak sadar sangat menderita dengan cuci otak orang kulit hitam tentang orang Negro, sehingga dia cenderung lebih menyukai Malcolm yang lebih cerah.

Diskriminasi yang ia hadapi sebagai seorang anak membentuk pandangannya di kemudian hari ketika ia dengan tegas menentang untuk melakukan rekonsiliasi dengan orang kulit putih, setidaknya untuk sebagian besar hidupnya.

Malcom X - (Malcomx.com)

Di sekolah, ia unggul tetapi diberi tahu oleh seorang guru bahwa ia harus mempertimbangkan karir yang realistis sebagai tukang kayu daripada bermimpi menjadi pengacara.

Malcolm kemudian mengganti nama Little dalam namanya dengan variabel X yang menyimpang dari dominasi kulit putih. Sebagai seorang pemuda, ia menghabiskan beberapa tahun di penjara, waktu di mana ia masuk Islam. Setelah dibebaskan, ia menjadi anggota aktif dari NOI. 

Ia diketahui telah menyediakan banyak senjata intelektual untuk gerakan Black Power. Setelah merasakan adanya perbedaan dengan Elijah Muhammad, ia meninggalkan NOI pada 1964 dan melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk melakukan haji.  Ia lantas mengubah namanya menjadi el-Hajj Malik el-Shabazz. Malcolm X ditembak mati pada 1965 oleh beberapa anggota NOI.

 

 
Berita Terpopuler