Kisah Karantina Pandemi Pes di Jawa dan Malang Pada 1910

Kisah karantina akibat pandemi pes di Paris of the East pada 1910

Jurnal Sejarah
Kover Jurnal Sejarah
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Martina Safitry, Dosen Sejarah Peradaban Islam IAIN Surakarta danPengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia 



Pada sebuah reportase perjalanan seorang fotografer di Malang menjelang pertengahan tahun 1911, diceritakan suasana kesunyian di jalan- jalan yang biasanya ramai. Di ujung jalan terdapat sebuah bendera merah dan papan pengumuman bertuliskan huruf Jawa dan Latin yang berisi larangan untuk memasuki kampung.

Beberapa mantri polisi tampak berjaga di depan jalan masuk desa. Pemukiman penduduk tampak tak berpenghuni ditinggal pergi untuk karantina atau ditinggal mati pemiliknya.

Tak seberapa jauh dari pemukiman penduduk berdiri sejumlah barak berbentuk lingkaran sebanyak 40 buah. Hari-hari terasa begitu mencekam, penduduk disergap ketakutan akan datangnya penyakit mematikan yang mengancam kelangsungan hidup mereka (Weekblad voor Indie, 23 April 1911).

Gambaran suram itu terjadi ketika Malang dilanda wabah penyakit pes. Citra Malang yang dijuluki sebagai Paris of the East dengan potensi alam yang indah berubah menjadi daerah yang mencekam. Sejak pertama kali menimbulkan korban jiwa pada November 1910 hingga akhir tahun 1911, dari 2300 kasus, tercatat 2100 pasien meninggal dunia.

Hal yang menarik kemudian untuk dibahas, dari jumlah tersebut yang menjadi korban pada tahun 1911 akibat penyakit pes adalah bangsa Pribumi, Tionghoa dan Arab. Terjangkitinya manusia oleh suatu penyakit dan kemudian mewabah secara luas dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu daya tahan tubuh yang kurang baik, interaksi dengan si penderita, faktor genetik, faktor geografi lingkungan, biogeografis dan lain-lain.

  • Keterangan foto: Malang tahun 1947.

Ketika wabah-wabah besar meluas di Hindia Belanda, pemerintah sering kali menyalahkan rakyat Pribumi karena menilai pola hidup mereka tidak sehat dan membawa penyakit berkembang lebih luas. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar.Dalam salah satu suratnya, Kartini menyebut wabah yang terjadi akibat ketidakmampuan pemerintah dalam menyejahterakan, memberikan pendidikan kesehatan kepada rakyatnya.

Uraian mengenai kejadian wabah penyakit di masa lalu mungkin hanya terbenam dalam catatan kaki pada buku laporan jurnal kedokteran atau ilmu kesehatan. Selama ini kajian mengenai suatu penyakit dan wabah memang selalu dilekatkan pada ilmu kedokteran dan kesehatan. Ketika diteliti dengan sudut pandang kesejarahan, hal tersebut ternyata dapat memiliki makna sosial yang luas karena penaklukan manusia terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari perkembangan peradaban manusia .

Tulisan ini akan menggambarkan secara singkat kejadian wabah pes yang pernah terjadi di  Malang tahun 1911 hingga dinyatakan telah bebas wabah pada 1916. Pembicaraan mengenai wabah penyakit tidak melulu berbicara seputar permasalahan kesehatan dan kebijakan penanggulangan epidemi,tetapi juga bisa menghadirkan kehidupan domestik masyarakat, urbanisasi, pengetahuan lokal,dan sentimen rasial dalam ranah kehidupan sosial masyarakat. 

Dengan memperhatikan kehidupan sehari-hari masyarakat, maka bisa diperoleh konstruksi ataupun pemaknaan terhadap masa  lalu untuk kemudian direfleksikan pada fenomena lockdown wabah corona yang terjadi di Indonesia saat ini.

Selama berabad-abad penyakit menular merupakan momok yang menakutkan sebagai penyebab 
kematian terbesar dalam suatu wilayah terlebih ketika epidemi berkembang menjadi pandemi.

Dalam sejarah manusia, kejadian pandemi pes pertama kali terjadi di daerah Mediterania timur mulai dari Mesir hingga Konstantinopel pada tahun 540- 590. Korbannya mencapai 10.000 orang per hari. Di Eropa wabah pes sohor dengan sebutan Black Death pada abad pertengahan.

Kejadian itu memberikan dampak pada berkurangnya hampir dua pertiga jumlah penduduk Eropa.

Memasuki abad ke-20 wabah pes mulai melanda Cina hingga sebagian wilayah di Asia Tenggara. 
Pada September 1910 pemerintah Hindia Belanda memberlakukan impor beras dalam rangka
 persiapan memasuki bulan Ramadan. Negara yang dipilih untuk mengimpor beras yaitu Burma 
(sekarang Myanmar), British India (sekarang India) dan Cina. Padahal di wilayah tersebut wabah pes 
sedang berkecamuk.

  • Keterangan foto: Seorang yang warga pembuat alat pertanian yang bernama Tinsmith berdiri depan bengkel kerjanya di Malang tahun 1910

Dari muatan beras yang dibawa tidak sengaja terbawa pula host atau tubuh induk pembawa 
penyakit pes yaitu tikus. Bakteri Yersinia pestis hidup dalam tubuh kutu tikus yang terjangkiti pes. 
Ketika tikus mati, maka kutu atau pijal bisa berpindah ke manusia atau binatang lain dan menggigit  mereka. Melalui gigitan itulah, bakteri pes berpindah dari kutu tikus ke manusia.

Adapun jenis penyakit pes yang mewabah di Hindia Belanda adalah bubonic pes atau pes kelenjar (bisul) dengan tanda-tanda awal demam, sakit kepala, dan bengkak atau bisul pada kelenjar getah bening yang menyakitkan, biasanya terdapat di ketiak, selangkangan atau belakang telinga. Jenis ini dapat mematikan manusia dalam hitungan dua-tiga hari saja.

Pes bisul merupakan penyakit yang biasanya muncul menjelang  musim hujan. Faktor cuaca sangat mempengaruhi terjadinya epidemi  penyakit ini. Perubahan musim merupakan faktor penentu kekebalan bakteri pes dan tipe penyakit  yang ada pada manusia. Pes pneumonic atau pes paru jarang muncul pada daerah dengan temperatur rendah dan kelembapan tinggi yang konstan.

Pada awalnya tidak ada yang mengira penyakit pes akan muncul dan memakan korban di 
Hindia Belanda. Penderita yang meninggal pada waktu itu diduga menderita tifus atau malaria yang 
disertaidengan pembengkakan kelenjar getah bening atau bisul (Pewarta Soerabaja, 2 April 1911).

Namun, ada gejala yang tidak umum karena semua penderita penyakit tersebut akan meninggal dalam waktu 48 jam setelah ditemukan bisul di daerah leher, ketiak, atau daerah persendian lainnya. 
Kecurigaan bahwa penyakit yang beredar di masyarakat adalah jenis penyakit baru disampaikan oleh 
DokterWydenes Spaans, kepala dinas kesehatan Surabaya, kepada Geneeskundige Laboratorium(laboratorium kedokteran) di Weltevreden,Batavia berdasarkan sampel darah milik Raden Adjeng Moerko,istri seorang guru Pribumi di sisi wilayah Distrik Penanggoengan, Malang pada 
Maret 1911 .

Berdasarkan temuan itu dan penelitian awal yang dilakukan oleh Dokter De Vogel, maka pada
5 April 1911 pem erintah melalui Direktur  Burgerlijk Geneeskundig Dienst (Dinas Kesehatan Sipil) Dokter De Haan mengumumkan bahwa AfdeelingMalang ditetapkan sebagai wilayah yang te
rinfeksi pes.

Pola persebaran  wabah pes di Malang dan sekitarnya diperkirakan dibawa melalui tiga jenis 
vector(perantara) berupa pijal/kutu  Xenopsylla cheopis, Stavalius cognatus, dan Neopsylla sondaica. 
Memasuki  bulan September 1910 kelembaban udara di Malang semakin bertambah walaupun belum memasuki musim penghujan. Hal ini dikarenakan datangnya angin barat yang bertiup dari wilayah Asia Tenggara  dengan membawa komponen air yang lebih banyak. Oleh sebab itu, sekitar 
bulan September tingkat kelembaban udara di Malang mencapai 82%-83% dengan suhu udara 22°C.

Dengan suhu dan kelembapan yang dimiliki oleh Malang, kutu-kutu tikus bereproduksi  25% lebih banyak. Hal ini memperlihatkan bahwa berjangkitnya wabah pes di Malang salah satunya  dikarenakan karena geografi wilayah yang dikelilingi gunung. Selain karena faktor geografis, penyebaran bibit penyakit pes bisa disebabkan karena faktor pergaulan antarmanusia.

Pes merupakan jenis penyakit baru bagi masyarakat Jawa sehingga ketika status pes diumumkan, masyarakat Pribumi masih melakukan aktivitas seperti biasa. Kewaspadaan terhadap penularan penyakit tersebut sangat kurang. Terbukti dengan masih ramainya orang yang berbelanja di hari pasar, berkumpul dalam suatu perayaan tertentu, ataupun mengunjungi orang sakit. 


Sejak ditetapkannya status wabah pes, segala macam bentuk  keramaian dilarang dan daerah yang dinyat akan terjangkit pes diisolasi. Dienst der Pestbestrijding (Dinas Pemberantasan Pes) dibentuk sebagai lembaga untuk menangani wabah pes di Malang. Program yang dijalankan oleh Dinas Pemberantasan Pes meliputi evakuasi, isolasi, dan woningverbetering atau usaha perbaikan rumah.

Seperti yang telah diceritakan di atas, setiap orang yang diduga terjangkit pes diwajibkan tinggal di barak isolasi. Setiap lokasi barak-barak isolasi terdiri dari tiga bagian, yaitu:


1.Barak isolasi yang diperuntukkan bagi penderita pes. 


2.Barak observasi digunakan untu k pemeriksaan pasien dan keluarganya.


3.Barak yang diperuntukkan bagi anggota keluarga para penderita pes.

Bagi individu yang diduga terinfeksi pes, rumahnya ditandai dengan bendera merah. Kemudian 
dipagari dengan bambu atau material lain. Atap rumah atau genting dibuka agar seluruh bagian rumah  terkena sinar matahari.

  • Keterangan foto: Seorang ibu dan anaknya tengah mencuci pakaian di sebuah sungai di Malang, tahun 1910.

Pada April 1911, untuk rumah-rumah yang telah terinfeksi pes dilakukan  tindakan disinfeksi dengan sulfur. Tindakan disinfeksi juga dilakukan terhadap pakaian si pemilik rumah. Tempat tidur mereka dibakar. Interior atau barang-barang yang ada di dalam rumah akan dijemur di sinar matahari sampai satu bulan lamanya. Rumah dengan penghuni yang terindikasi pes paru-paru akan langsung dibakar.

Mendisinfeksi dengan petrosium residu sebenarnya lebih ampuh untuk menghilangkan bakteri pes paru-paru,namun hal ini tidak dilakukan pemerintah karena memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Kejadian wabah pes di Jawa telah mendorong pemerintah kolonial melalui Commissie voor de 
Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat) yang kemudian menjadi Balai Pustaka menerbitkan buku berjudul  De pestziekte op java en de middelen ter voor koming hiervanyang ditulis oleh Dokter Ole d
e Raadt dan dialihbahasa Melayu oleh KP Ardiwinata menjadi Penjakit Pest Ditanah Djawa dan Daja Oepaja akan Menolak Diapada 1915.

Dengan kenyataan bahwa sebagian besar korban pes adalah rakyat Pribumi di 
Jawa yang tidak berbahasa Belanda dan Melayu, maka buku tersebut juga diterbitkan dalam beberapa bahasa antara lain bahasa Jawa, Sunda, Batak, Madura, Aceh, Nias, dan Mandailing.

Ketegasan dan keseriusan lembaga Dienst der Pestbestrijding di Malang mulai menunjukan hasil enam tahun sejak berjangkitnya wabah. Dalam memori serah jabatan Residensi Pasuruan, K. Pereeboompada Desember 1916, Malang tidak lagi berstatus sebagai daerah terinfeksi pes. Kegiatan 
dari Dienst der Pestbestrijding kini difokuskan pada perbaikan rumah. Uang muka yang dikeluarkan 
untuk perbaikan rumah perlahan-lahan mulai diterima penduduk.

Pereeboom menegaskan pembangunan rumah harus diselesaikan paling lambat Desember 1917.
Maraknya pemberitaan keberhasilan Dinas Pemberantasan Pes di Malang menghilangkan 
status daerah pes seolah menenggelamkan situasi riil yang terjadi ketika wabah pes berlangsung. 
Karantina di barak isolasi yang mengharuskan mereka meninggalkan rumah dan pekerjaan, membuat 
banyak dari mereka kehilangan harta bendanya karena pencurian dan tanaman pangan yang mati tidak terurus.

Meskipun selama masa karantina pemerintah memberikan kebutuhan pangan, pembagiannya sering kali tidak merata dan tidak teratur. Kemiskinan membawa implikasi pada kondisi kesehatan. 
Ilustrasi kemiskinan itu terungkap dalam tulisan Marco Kartodikromo di  Doenia Bergerak yang 
di terbitkan pada 31 Januari 1914.

    Orang- orang ketjil kebanjakan hidoepnja: sehari makan sekali, jang sedikit mampoe bisa makan 
nasi, tetapi jang tiada mampoe makan pohong dan djagoeng sadja. Perkara ikan tida sekali-kali dipikirkannja, asal ada garam dan tjabe-rawit soedah tjoekoep. Dari hal pakaian orang-orang desa djarang jang poenja sampe tiga ataoe doea stel: satoe kain kepala, satoe badjoe, dan satoe 
kain atau saroeng. Kebanjakan marika itoe hanja mempoenjai koerang lebih sedikit: satoe katok, satoe kain boeat kemoel, satoe badjoe soedah toea dan satoe kain kepala djoega soedah robek.




---------

*Artikel ini dikutip atas seizin pengelola  Jurnal Sejarah yang ini dikelola oleh 'Masyarakat Sejawaran Indonesia'. Tulisan ini ada di Jurnal Sejarah . Vol. 3(1), 2020.

 
Berita Terpopuler