Belajar Jarak Jauh Makin Tunjukkan Pendidikan Bias Kelas

Siswa dari keluarga menengah ke atas relatif tak punya masalah akses internet.

Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pendidikan di Indonesia masih bias kelas. Hal ini terlihat dengan banyaknya masalah dalam penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama masa darurat pandemi Covid-19. 

Baca Juga

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan bias kelas ini terlihat ketika siswa dari keluarga menengah ke atas relatif tidak memiliki masalah dalam ketersediaan akses internet dalam PJJ. Hal ini berbeda dengan keluarga menengah ke bawah dan siswa yang tinggal di daerah tertinggal. 

"Kita melihat bahwa terjadi bias kelas sebenarnya dalam pendidikan kita. Bias kelas ini anak dari keluarga mampu atau menengah ke atas akses internet tidak berat, artinya bisa menjalankan proses PJJ. Tapi bagi yang berada di daerah misalkan, belum tentu mengalami hal sama," kata Retno, dalam sebuah diskusi daring, Kamis (7/5). 

Ia mengatakan, bagaimana pendidikan berkualitas dan berkeadilan akan tercapai ketika proses pendidikan tidak merata. PJJ hanya memfasilitasi keluarga menengah ke atas yang relatif mempunyai kemampuan dan digitalisasi yang memadai.

Retno menegaskan, bias kelas ini bukanlah hal baru dalam masalah pendidikan di Indonesia. Bias kelas sudah ada sejak dulu dalam pendidikan di Indonesia namun tidak juga teratasi. 

Terkait hal ini, Retno berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bisa memperhatikan masalah bias kelas ini. Apalagi di masa darurat pandemi Covid-19 kebutuhan pendidikan anak Indonesia harus tetap dipenuhi. Sementara wilayah Indonesia begitu luas dan beragam kondisinya. 

Di dalam kesempatan yang sama, Ketua Serikat Guru Indonesia (SGI) Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB), Eka Ilham menjelaskan, guru di sekolahnya tidak bisa melakukan PJJ secara daring. Sebab, sebagian besar siswanya tidak memiliki akses kepada internet. 

Eka menjelaskan, akses internet melalui provider di tempat ia tinggal, Kecamatan Palibelo sangat lambat dan tidak mendukung aktivitas pembelajaran. Satu-satunya mendapatkan akses internet yang lancar adalah dengan menggunakan WiFi. Namun, akses WiFi cukup mahal dan siswa tidak mampu mendapatkannya. 

Akhirnya, cara yang dilakukan selama ini adalah para guru melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa. "Memantau yang sifatnya penugasan-penugasan itu, setelah masa pandemi ini. Mereka sifatnya telling story. Dalam artian, mereka dapat menceritakan kembali yang terjadi selama pandemi," kata Eka. 

Ia juga menambahkan, penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada akhirnya tidak untuk membeli kuota. Sebab, dari segi ketersediaan sinyal saja di daerah tempat dia mengajar tidak bisa memadai. 

 
Berita Terpopuler