Wacana Pelonggaran PSBB, Sudah Tepatkah?

Pelonggaran PSBB diwacanakan karena khawatir masyarakat stres dan agar ekonomi jalan.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Suasana sepi di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Senin (4/5). Akibat diberlakukannya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dan adanya larangan untuk mudik selama pandemi Covid-19, membuat terminal tersebut tidak beroperasi dari 30 April 2020 lantaran tidak ada aktivitas naik dan turun penumpang
Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mimi Kartika, Febrianto Adi Saputro

Wacana relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengemuka. Bahkan, Presiden Joko Widodo berencana akan mengevaluasi pelaksanaan PSBB di tengah pandemi covid yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan di Indonesia.

Anggota Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, mengatakan, pemerintah harus konsisten menerapkan PSBB. Ia menekankan, saat ini belum saatnya melakukan relaksasi PSBB.

"Kita harus konsisten sampai (kasus Covid-19) turun benar. Itu harusnya suspect juga turun, bukan hanya kasusnya. Kita harus konsisten," ujar Pandu saat dihubungi Republika, Ahad (3/5). 

Ia justru mendorong pemerintah menerapkan PSBB secara nasional. Menurut dia, wacana pelonggaran PSBB seharusnya dibicarakan di internal pemerintah, bukan diungkapkan ke publik.

Truk tangki Pertamina saat mengisi BBM di TBBM Plumpang, Jakarta, Senin (4/5). PT Pertamina (Persero) mencatat penjualan BBM di SPBU wilayah DKI Jakarta anjlok hingga 50 persen sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) - (Republika/Putra M. Akbar)

Sebab, hal itu dapat membingungkan masyarakat yang saat ini sedang atau baru menghadapi PSBB di wilayahnya masing-masing.

"Jadi nanti masyarakat bingung, PSBB-nya baru jalan di berapa wilayah, kok di level nasional diomongin tentang itu (pelonggaran PSBB—Red)," kata Pandu. 

Ia menuturkan, pemerintah seharusnya membuat kriteria atau standar yang harus dicapai untuk membuat kebijakan relaksasi PSBB. Pemerintah harus menyusun mekanisme melepas pembatasan secara bertahap.

Menurut dia, jika pemerintah melonggarkan PSBB di DKI Jakarta yang kasus Covid-19 sudah melambat, perlu diperhatikan daerah lain yang justru kasusnya meningkat. Sebab, pandemi Covid-19 ini merupakan bencana nasional yang hampir menjangkiti seluruh wilayah Indonesia.

Pandu mencontohkan skenario ketika pergerakan penduduk di DKI sudah dilonggarkan, tetapi Jawa Barat belum. "Kalau Jakarta melandai, ya, percuma saja kalau ada orang dari luar Jakarta masuk. Kan bisa timbul masalah. Itu yang disebut arus balik itu, dan PSBB yang paling penting adalah pembatasan pergerakan penduduk. Pembatasan sosial yang paling penting itu adalah pembatasan mobilitas penduduk, maka itu harus dilarang mudik," tutur Pandu.

Tim Pakar FKM UI sebelumnya memaparkan analisis bahwa kasus Covid-19 di Indonesia akan mulai menurun pada Juni mendatang. Penurunan angka kasus harus dipertahankan sampai benar-benar mereda dan berhenti atau tidak ada lagi penambahan kasus Covid-19.

Satpol PP menyegel toko busana yang melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (4/5/2020). Penyegelan toko busana tersebut dilakukan karena telah melanggar aturan PSBB di Kota Bogor tentang pelaku usaha yang bergerak bukan pada sektor kebutuhan sehari-hari dan bahan makanan dan minuman - (ANTARA/ARIF FIRMANSYAH)

 

“Jadi mulai mereda, mulai melambat, kita harus pertahankan terus sampai benar-benar reda. Kalau hujan tuh tadi hujan deras, sekarang mau hujan gerimis, terus sampai berhenti hujannya baru kita bisa keluar. Analoginya kayak gitu," kata Pandu.

Pelonggaran PSBB Karena Khawatir Warga Stres

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut pemerintah tengah memikirkan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pelonggaran untuk aturan tersebut disiapkan untuk mencegah masyarakat merasa stres karena merasa terlalu dikekang.

"Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB nanti akan diadakan sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran," jelas Mahfud melalui siaran langsung Instagram-nya, Sabtu (2/5) malam.

 

Ia memberikan contoh pelonggaran itu soal aktivitas yang dapat dilakukan dengan protokol tertentu selama PSBB. Menurutnya, hal tersebut dipikirkan oleh pemerintah karena pemerintah tahu kalau masyarakat dikekang maka akan timbul stres yang berujung pada menurunnya imun mereka.

"Nah kalau stres itu imunitas orang itu akan akan melemah juga akan menurun oleh sebab itu kita memikirkan mari kerjakan ini semua secara sabar bersama-sama," jelas dia.

Mahfud menyampaikan, yang saat ini diperlukan adalah kebersamaan. Menurut dia, saat ini tidak ada lagi hierarki atau struktur hubungan antara orang dengan orang lain yang satu lebih tinggi dengan yang satu lebih rendah. Saat ini, kata dia, posisi semua orang sama.

"Sekarang ini sama sama-sama posisinya, di depan kos itu sama, siapa pun yang lengah akan diserang (penyakit). Oleh sebab itu kita harus saling sama-sama menjaga jangan biarkan ditulari orang lain, jangan juga menulari orang lain. Nah itulah sekarang protokol yang diatur oleh pemerintah," kata dia.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo juga mengingatkan agar pemerintah tidak terburu-buru melakukan relaksasi atau pelonggaran PSBB. "Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru. Sebelum kecepatan penularan Covid-19 bisa dikendalikan dengan pembatasan sosial, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dulu dilakukan," kata Bambang dalam keterangannya, Ahad (3/5).

Mantan ketua DPR RI ini menilai kecepatan penularan Covid-19 masih cukup tinggi dan belum bisa dikendalikan. Hal itu diketahui dari pertambahan jumlah pasien setiap harinya.

Oleh karena itu, Bamsoet menilai penerapan PSBB yang konsisten masih diperlukan. Apalagi, Jakarta sebagai episentrum Covid-19, sehingga perlu diberi waktu lebih agar mampu mengendalikan kecepatan penularan Covid-19.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu meminta agar pemerintah mengkaji penerapan PSBB di sejumlah daerah. Selain itu, Bamsoet juga berharap penerapan relaksasi juga hendaknya mendengarkan pertimbangan kepala daerah, sama seperti mekanisme pengajuan PSBB. 

"Karena diasumsikan bahwa kepala daerah paling tahu kondisi wilayahnya masing-masing," kata dia. 

(ed: fitriyan zamzami)

 
Berita Terpopuler