Ini yang Perlu Dilakukan untuk Memajukan Daerah Kepulauan

Di kawasan pembangunan setiap kabupaten pesisir perlu dibangun minimal 5 hal.

Dok Rokhmin Dahuri
Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS membawakan makalah di acara Workshop Nasional "Sosialisasi RUU Daerah Kepulauan" yang diadakan oleh Aspeksindo.
Red: Irwan Kelana

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN – Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.  Indonesia mempunyai lebih dari 17.500 pulau. Baik yang sudah bernama, maupun belum.

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memerlukan strategi pembangunan tersendiri, agar masyarakatnya sejahtera secara berkelanjutan.  “Indonesia perlu strategi percepatan pembangunan daerah kepualauan yang maju, sejahtera, dan mandiri,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.

Ia mengemukakan hal tersebut di acara Workshop Nasional Sosialisasi RUU Daerah Kepulauan di Balikpapan, Selasa (10/3). Acara yang digelar oleh Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) itu juga dirangkai dengan Kunjungan Kerja Ibu Kota Neghara  (IKN)  ke Penajam Paser Utara. Secara keseluruhan, rangkaian acara tersebut diadakan sampai hari ini, Kamis (12/3).

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin yang juga Dewan Pakar Aspeksindo membawakan makalah berjudul “Strategi Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan untuk Peningkatan Daya Saing  dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Secara Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan”.

Dalam makalahnya itu ia menyebutkan sejumlah strategi tersebut. Antara lain, penataan Ruang Wilayah Pesisir dan PPK  atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau‐ pulau Kecil (RZWP3K)  yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) darat.  RZWP3K meliputi penataan penggunaan ruang darat dan laut suatu wilayah pesisir atau pulau kecil. Minimal 30 persen dari total wilayah pesisir atau PPK harus dialokasikan untuk kawasan lindung (protected areas), selebihnya (kurang dari 70 persen) untuk kawasan pembangunan (pemanfaatan).

“Karena semua limbah dan sedimen akibat erosi tanah melalui aliran sungai, run off atau aliran air tanah semuanya akan bermuara ke laut pesisir; maka RTRW darat harus menyesuaikan dengan RZWP3K,” kata Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – 2024 itu dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Ia menambahkan, bergantung pada kondisi biofisik dan sosekbud nya, di kawasan pembangunan setiap kabupaten pesisir (Aspeksindo) dibangun minimal 5 hal. Yaitu,   satu kawasan industri pengolahan perikanan terpadu berbasis perikanan budidaya (laut dan payau/tambak) dan/atau perikanan tangkap; kawasan pariwisata bahari;  kawasan industri manufaktur;  industri pengolahan ESDM; dan industri pengolahan komoditas perkebunan dan agro; dan jenis industri lainnya. 

“Semua produk yang dihasilkan haru berdaya saing tinggi (QCD), inklusif, dan ramah lingkungan. Dalam hal ini,  dengan pola KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dan Omnibus Law,” ujar  Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia  itu.

Selanjutnya, kata Rokhmin, setiap unit usaha (bisnis) harus menuhi skala ekonomi, menerapkan manajemen rantai pasok terpadu, (gunakan tekonologi mutakhir, dan mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Terkait pembangunan wisata bahari, Rokhmin menyebutkan pentingnya  revitalisasi obyek-obyek (destinasi) wisata bahari yang ada saat ini, sehingga lebih menarik bagi wisatawan, baik wisnu maupun wisman. Selain itu, pengembangan obyek-obyek wisata baru yang inovatif dan atraktif.  “Contoh, jadikan 'Indonesia as a center of the world’s coral reef triangle'  sebagai ikon pariwisata bahari Indonesia,” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya, kata Rokhmin, peningkatan aksesibilitas (termasuk bebas visa), prasarana dan sarana; peningkatan kualitas SDM; promosi dan pemasaran, serta perbaikan kebijakan dan manajemen sektor pariwisata.  “Daerah yang memenuhi persyaratan mesti membangun KEK pariwisata. Contohnya Tanjung Lesung  (Banten) dan Mandalika (NTB),” papar anggota International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Jerman itu.

 

 
Berita Terpopuler