RUU Omnibus Law Ciptaker Cenderung Ekonomisentris 

Para pekerja muda terancam akan kehilangan keamanan pekerjaan (job security).

republika
RUU Omnibus Law Cipta Kerja bikin cemas pekerja.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusako FH Universitas Andalas Charles Simabura mengkritisi rancangan undang-undang omnibus law cipta kerja. Pasalnya, menurut dia, RUU tersebut cenderung ekonomisentris.

Baca Juga

"Dikatakan pesanan mungkin iya, pesanan dari siapa? Terbuka saja kita. Siapa yang menyusunnya ya kita bisa lihat. Lebih banyak ke kepentingan pengusaha," kata Charles dalam diskusi di Tebet, Jakarta, Kamis (5/3).

Hal lain yang membuat dirinya yakin bahwa RUU omnibus law cipta kerja cenderung ekonomisentris adalah banyaknya pasal yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dihidupkan kembali oleh pemerintah. Hal tersebut juga membuktikan tidak adanya koordinasi di internal pemerintah.

"Misalnya, kehutanan, mungkin dia (Menko Perekenomian) enggak nanya ke menteri kehutanan, 'eh pasal berapa sih yang oleh MK dibatalin?' Termasuk yang penanaman modal, secara birokrasi enggak memetakan dulu di dalam, tiba-tiba muncul gagasan-gagasan yang hanya mendengarkan keluhan-keluhan, padahal sebenarnya beberapa keluhan itu sudah diselesaikan beberapa melalui putusan MK. Ini yang kemudian munculnya pasal zombi," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demorkasi (Sindikasi) Ihsan Raharjo menyebut omnibus law cipta kerja memberikan dampak luas, termasuk memberikan dampak buruk. Para pekerja muda terancam akan kehilangan keamanan pekerjaan (job security).

"Dengan adanya job security, mereka bisa merancang masa depan. Kalau yang diterapkan (dalam omnibus law cipta kera) kontrak, itu akan membuat para pekerja tidak lagi memiliki rancangan hidup," ujarnya. 

 
Berita Terpopuler