Ulama India Menentang Sensus Penduduk

Sensus penduduk bisa menjadi ancaman bagi umat Islam di India.

PTI
Ulama India Menentang Sensus Penduduk. Foto Ilustrasi: Ribuan Muslim India di Chennai memprotes Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), Sabtu (15/2).
Rep: Ratna AJeng Tejomukti Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI --  Ulama Jamiat-I-Hind (JUIH) menentang kegiatan Daftar Penduduk Nasional (NPR) yang akan datang. Mereka mengatakan kegiatan ini bisa menjadi ancaman besar bagi umat Islam, yang telah tinggal di negara itu selama berabad-abad.

Dilansir di indiatoday.in, Jumat (21/2) NPR akan dilakukan di seluruh negeri bersama dengan sensus rumah 2021 dari 1 April hingga 30 September 2020. Setiap penduduk India diwajibkan mendaftar di NPR.

Tujuan NPR adalah untuk membuat basis data identitas komprehensif dari setiap penduduk di negara tersebut. Presiden JUIH Maulana Syed Arshad Madani mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan NPR jika dilakukan dengan cara yang mirip dengan Sensus sejak 1951, tetapi sekarang sensus tersebut memiliki bentuk dan makna yang berbeda.

Madani menilai pemerintah pusat terlibat dalam politik kebencian selama beberapa tahun terakhir. "Dunia tahu pemerintah menabur benih kebencian selama delapan tahun terakhir. Kami mendapat ancaman dari petugas survei pemerintah itu karena kami tidak akan pernah mendapatkan hak kami," katanya.

Madani mengatakan proyek NPR-NRC adalah bagian dari agenda pemerintah pusat untuk mengubah India menjadi negara Hindu.

"NPR-NRC adalah bagian dari agenda yang lebih besar untuk mengisolasi dan mengasingkan Muslim dan menjadikan India sebagai negara Hindu. Mereka ingin mempolarisasi masyarakat," katanya.

Ketika Konstitusi menjamin hak yang sama bagi semua warga negara, terlepas dari agama, kasta, bahasa, wilayah mereka, agenda di belakang CAA-NRC-NPR sangat jelas. Dia mengatakan NPR adalah ancaman besar bagi umat Islam dan juga beberapa komunitas lain, termasuk Dalit.

Menyoroti bahwa di NPR, petugas survei dapat menulis 'D' (artinya ragu-ragu) di depan nama siapa pun dan ini bermasalah.

Madani mengatakan mereka tidak memiliki masalah dengan bentuk Sensus populasi konvensional. Dia mengatakan orang tidak dapat melarikan diri dari NPR bahkan jika diasumsikan bahwa CAA dan NRC akan dihapuskan.

"(Menteri Dalam Negeri Uni) Amit Shah dan (Perdana Menteri Narendra) Modi tidak berbicara tentang NPR. Mereka berbicara tentang CAA-NRC.

Menyoroti alasan untuk menentang NPR, dia berkata mereka memiliki dua masalah utama. Pertama, orang harus membuat akta kelahiran orang tua dan kedua, surveyor dapat menulis pernyataan yang meragukan di depan nama siapa pun.

Madani mengatakan organisasinya telah mengajukan petisi terhadap NPR di pengadilan.

Ditanya apakah mereka akan memboikot proses pembaruan NPR, Madani mengatakan JUIH akan membahas masalah ini pada pertemuan badan umum yang dimulai di Mumbai pada Jumat ini.

Masalah agama, sosial dan politik juga akan dibahas pada pertemuan yang akan berakhir dengan rapat umum pada Ahad (23/2). Untuk diketahui, JUIH, dibentuk pada tahun 1919, adalah salah satu organisasi terkemuka cendekiawan Islam yang tergabung dalam aliran pemikiran Deobandi.

JAKARTA -- Sebelumnya diberitakan, Pemerintah India dilaporkan akan memperbarui catatan demografis negaranya. Seluruh warga di India akan dicatat kembali sebagai pembaruan Daftar Penduduk Nasional (NPR). Hal ini dilakukan di tengah protes massa yang dipicu oleh Undang-undang Kewarganegaraan yang baru.

"Penduduk biasa diartikan sebagai orang yang telah tinggal di daerah setempat selama enam bulan terakhir atau lebih atau orang yang berniat tinggal di daerah itu selama enam bulan ke depan atau lebih. Mereka dicatat untuk keperluan NPR itu," ujar laporan The Press Trust of India dikutip Anadolu Agency, akhir tahun lalu.

Menteri Informasi dan Penyiaran India Prakash Javadekar menuturkan pemerintah telah mengalokasikan 1,2 miliar dolar AS untuk memperbarui catatan penduduk yang dia sebut sebagai daftar penduduk biasa negara. Keputusan itu muncul setelah pertemuan kabinet yang dipimpin Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi.

"Kabinet telah menyetujui proposal untuk memperbarui NPR. Tidak ada yang perlu memberikan bukti. Setiap orang yang tinggal di India akan dimasukkan (ke dalam NPR)," kata Javadekar kepada wartawan setelah pertemuan.

Dengan begitu, semua warga India diharuskan menyerahkan informasi yang diminta ke dalam daftar sejak awal latihan yang dijadwalkan untuk April 2020. Pengumuman soal pembaruan NPR itu muncul di tengah demonstrasi massa meletus setelah pemerintah Modi memberlakukan amandemen UU Kewarganegaraan pada 11 Desember.

UU tersebut akan memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi dan Kristen dari Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh, tetapi tidak untuk Muslim dalam keadaan yang sama. Setidaknya 26 orang kehilangan nyawa selama aksi protes menentang UU Kewarganegaraan yang dinilai diskriminatif terhadap Muslim.

Menurut beberapa laporan, pemerintah Modi juga berencana mengimplementasikan Daftar Warga Nasional (NRC). Registrasi ini meminta orang yang tinggal di India membuktikan kewarganegaraan mereka. Di satu provinsi, hampir 1,9 juta orang dibiarkan tanpa kewarganegaraan sebagai akibat praktik ini.

 
Berita Terpopuler