Penanganan Pariwisata di Palu Tunggu Tanggap Darurat Selesai

Kemenpar telah menyiapkan langkah-langkah penanganan sektor pariwisata di Palu

Republika/Putra M. Akbar
Suasana kondisi Jembatan Ponulele yang rusak di kawasan Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Red: Hazliansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata Arief Yahya telah menyiapkan langkah-langkah untuk penanganan sektor pariwisata di Palu, Sulawesi Tengah dan sekitarnya terkait bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada Jumat (28/9) lalu. Namun saat ini Kemenpar masih menunggu proses evakuasi dan tanggap darurat yang dilakukan pemerintah.

"Untuk pariwisata memang belum kita mulai, saat ini masih dalam masa tanggap darurat di Palu dan sampai saat ini masih mengutamakan proses evakuasi," ujar Arief Yahya, Senin (1/10) malam.

Saat ini Kemenpar melalui Tim Crisis Center (TCC) terus melakukan monitoring dan mengumpulkan data. Tidak hanya terhadap tiga faktor utama pariwisata, yakni amenitas, atraksi dan aksesibilitas, tapi juga wisatawan. Menpar mengatakan telah mengirim tim untuk melakukan pendataan dan mengonfirmasi terkait keberadaan wisatawan yang ada di Palu.

"Sampai saat ini (fokus penanganan) masih untuk evakuasi, kalau semua sudah stabil baru akan kembali ke pariwisata. Kita akan lakukan seperti yang kita lakukan di (penanganan pascagempa) Bali dan Lombok," ujar Arief Yahya.

Saat proses pemulihan pariwisata sudah bisa dimulai, maka Kemenpar akan fokus pada penanganan sumber daya manusia setelah itu penataan destinasi yang terdampak serta pemasaran atau promosi. Termasuk menyiapkan dana pemulihan seperti yang disiapkan di Bali dan Lombok.

"Sekarang evakuasi dulu nomor satu," kata Menpar.

Menurut Menpar, bencana gempa tentunya akan berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan. Tidak hanya ke kunjungan daerah lokasi bencana, tapi Indonesia secara keseluruhan.


Seperti saat erupsi Gunung Agung di Bali, dimana dampak langsung ke Bali mencapai 500 ribu wisatawan namun secara nasional juga mencapai 500 ribu wisatawan. Begitu juga saat gempa Lombok, dampak yang langsung kunjungan wisatawan ke Lombok mencapai 10 ribu namun secara nasional mencapai 100 ribu wisatawan yang membatalkan perjalanannya ke Indonesia.

"Itu bisa dimengerti, karena wisatawan tidak tahu dimana lokasi Bali atau Lombok. Tapi yang mereka tahu adalah Indonesia," kata Menpar.

Begitu juga dengan Travel Advisory yang dikeluarkan sejumlah negara. Adalah hal yang wajar banyak negara mengeluarkan peringatan jika terjadi satu bencana di satu negara.

"Kita menghargai negara-negara yang keluarkan travel advisory dan kita memang berkewajian untuk tidak mempromosikan destinasi yang terkena bencana. Sama sekali kita drop semua terkait promosi," jelasnya.

Namun ia memastikan bahwa selain Palu yang menjadi lokasi bencana saat ini, destinasi lain di Indonesia aman untuk dikunjungi. "Pulau Jawa secara umum, Bali aman dan silakan ke Indonesia. (Wisatawan mancanegara) Yang datang ke Indonesia dan Indonesia rata-rata 1,5 juta tiap bulannya," kata Menpar.

Sementara Ketua Tim Crisis Center Kemenpar, Guntur Sakti, mengatakan, dalam fase tanggap darurat ini Kemenpar memberikan layanan informasi yang dibutuhkan ke semua pihak.

 

Baik terhadap media maupun terhadap sejumlah negara melalui perwakilan VITO di luar negeri yang membutuhkan holding statement dan official statement.

"Semua layanan informasi diberikan ke semua pihak sejak tanggal 28 September malam," ujar Guntur Sakti yang juga Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar.

Informasi yang disampaikan, jelas Guntur, adalah berdasarkan pusat informasi yang ditunjuk pemerintah. Dalam hal ini BNPB terkait korban dan juga BMKG.

"Saat ini dari Kemenpar telah menugaskan dari zonasi terdekat dengan Palu, yaitu Poltekpar Makassar. Mereka melakukan observasi, kedua memastikan apakah korban yang berada di semua amenitas terutama hotel-hotel untuk kita minta data," kata dia.

 
Berita Terpopuler