Ke Tanah Suci Kian Mahal

Dok. Kemenag/ Arsyad Hidayat
Suasana renovasi Mataf Masjidil Haram.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rahmat Fajar, Muhyiddin, mg02

Biro perjalanan haji dan umrah sedang bersiap mengantisipasi dampak kebijakan Arab Saudi terkait pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar lima persen yang berlaku mulai 1 Januari 2018. Meskipun sebagian pihak menilai dampaknya tak signifikan, perusahaan perlu bersiap diri mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Kepala Cabang AliaGo Kebayoran Baru, Jakarta, Vivi Adil mengatakan, dampak dari kebijakan tersebut belum dirasakan. Dia mengakui, terjadi penurunan konsumen di cabangnya. Namun, itu karena faktor lain. "Kalau saya kayaknya udah dari kemarin berdampak sebelum ada masalah PPN karena harga kita tahun lalu dan sekarang gak ada perubahan yang signifikan," ujar Vivi ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/1).

Dia menjelaskan, terjadi penurunan jumlah jamaah berkisar 30-40 persen. Hal tersebut diakibatkan krisis kepercayaan masyarakat kepada biro perjalanan haji dan umrah akibat beberapa kasus travel yang tidak bertanggung jawab. Kemudian kondisi Arab Saudi yang memberlakukan visa progresif sebesar 2.000 riyal juga menjadi faktor menurunnya konsumen yang menggunakan AliaGo. Ditambah dengan tanah suci yang ditutup karena ada perbaikan sumur zamzam.

Perusahaannya belum menyinggung tentang apa langkah yang akan dilakukan ke depan terkait kebijakan PPN Arab Saudi ini. Namun, Vivi memberikan gambaran bagaimana menyiasati biaya yang naik. Biasanya manajemen menyiasati dengan mengeluarkan paket ekonomis, tapi tetap bertanggung jawab atas seluruh kenyamanan jamaah. Misalnya, mencari pesawat yang harganya tidak terlalu mahal, tetapi dengan kualitas yang bagus.

Dia menjelaskan, AliaGo memiliki paket perjalanan haji dan umrah mulai harga Rp 17 jutaan-Rp 30 jutaan. Kendati demikian, Vivi masih menunggu pembahasan dari perusahaan terkait opsi yang akan diambil pascakebijakan Arab Saudi tersebut.

Marketing Arfa Tours Riyan mengaku belum merasakan dampak dari kebijakan itu. Menurut Riyan, dampak tersebut akan bisa dilihat dua hingga tiga bulan ke depan. Untuk Januari dan Februari 2018, Arfa Tours akan memberangkatkan jamaah yang tidak kebagian tempat duduk pada November dan Desember tahun lalu. Di samping itu, Arfa Tours juga sudah melunasi seluruh pembiayaan pada 2017 untuk pemberangkaan 2018. Karena itu, kata Riyan, secara kuantitas tidak ada pengaruh dari kebijakan Arab Saudi tersebut.

Riyan menjelaskan, Arfa Tours sendiri membagi produknya ke dalam kelas menengah ke atas dan menengah ke bawah. Ia menilai, untuk kebijakan PPN lima persen tersebut tidak akan menjadi masalah bagi mereka kelas menengah ke atas. Menurut Riyan, perusahaan harus memberikan paket promo untuk masyarakat menengah agar mereka tidak terlalu terbebani oleh dampak dari kebijakan PPN lima persen tersebut.

Ia menambahkan, Arfa Tours akan meng antisipasi dengan cara lebih mengoptimalkan pemasaran lewat onlineuntuk agar perusahaan ini tetap berjalan. Pasalnya selama ini Arfa Tours sebesar 99 persen pemasaran menggunakan digital online.

"Kita mengandalkan kualitas pelayanan. Seandainya harga diturunkan, tapi kualitas gak diperbaiki, lebih baik kita naikkan kualitas. Jamaah kita kan cerdas kalau memang mereka mendapatkan layanan bagus mereka sebanding dengan harga," kata Riyan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh (Amphuri) Firman M Nur mengingatkan travel perjalanan untuk hati-hati dalam menerapkan tarif. Dengan kenaikan berlakunya PPN lima persen di Saudi Arabia, kami menyikapinya sebagai kenaikan yang masuk logika.

"Kami hanya menganjurkan untuk berhati-hati dalam menerapkan tarif," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/1).

Firman menilai peningkatan secara signifikan tarif haji dan umrah juga tidak baik. Sebab, kenaikan yang signifikan ini dikhawatirkan akan menurunkan animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Selain bisa menurunkan daya minat masyarakat, margin dari kenaikan harga yang terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan tidak kompetitifnya harga dalam menentukan harga terbaik. Namun, harga terbaik tetaplah harus mengikuti harga acuan dari Kementerian Agama.

"Harga acuan yang ditetapkan Kemenag adalah Rp 20 juta. Harga acuan ini semua kepastian pelayanan, transportasi, tiket pesawat, akomodasi di Arab Saudi, dan hal-hal lainnya bisa didapatkan oleh jamaah dengan harga sesuai acuan tadi," kata dia.

Firman tidak menampik kemungkinan adanya beberapa travel yang menaikkan tarif perjalanannya. Ia hanya mengingatkan untuk selalu menggunakan harga acuan yang diterapkan Kemenag.

Kenaikan ini adalah sebuah keniscayaan yang bisa dipahami semua masya rakat Muslim Indonesia. "Harapan kami tentu ini tidak mengubah niat masyarakat Indonesia untuk berangkat menunaikan ibadah haji dan umrah," katanya.

Meski Arab Saudi menarik PPN lima persen, belum ada informasi travel perjalanan yang tutup. Amphuri pun hingga saat ini belum menerima informasi dari anggotanya yang akan menaikkan tarif perjalanan.

"Kalaupun nanti kemudian ada yang menaikkan harga, kami harapkan dan anjurkan untuk tidak berlebihan. Depag (Kemenag) juga sudah mengimbau travel perjalanan untuk tidak semena-mena dan berlebihan dalam meningkatkan tarif," katanya.

Ketua Asosiasi Penyelenggara Umroh dan Haji In-Bound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi mengatakan, pihaknya bakal menaikkan biaya perjalanan umrah dan haji sebesar 10-25 persen pada Februari nanti seiring kebijakan baru Arab Saudi. Syam menjelaskan, kenaikan itu terjadi pada biaya di land arrangement yang bisa meningkat antara 15-75 dolar AS per orang.

"Perhitungan kasat mata kenaikan tidak terlalu signifikan, bergantung pada jenis hotel dan kendaraan darat yang kita gunakan di sana," katanya.

Untuk paket bawah atau termurah, biaya land arrangement dapat meningkat pada kisaran 15 dolar AS atau setara Rp 200 ribuan. Sementara untuk paket hotel kelas menengah hingga atas, biaya land arrangement kemungkinan akan naik masing-masing pada kisaran 75 dolar AS. Syam tidak mempermasalahkan jika nantinya ada travel yang menaikkan tarif biaya haji dan umrah. Sebab, travel tersebut mengerti kondisi ekonomi yang riil. Dengan harga yang dipasarkan, travel tersebut bertahan.

Kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk memberlakukan PPN sebesar lima persen pada 1 Januari lalu memang menyita perhatian pemerintah dan masyarakat. Pemberlakuan PPN tersebut merupakan kebijakan pertama kali bagi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Kebijakan itu akan menyasar mayoritas barang mewah dan jasa.

Langkah itu diambil akibat dari rendahnya harga minyak. Negara-negara kawasan Teluk menginginkan adanya peningkatan pemasukan anggaran. Dilansir dari BBC, Rabu (10/1), UEA memperkirakan pendapatan PPN akan mencapai sekitar 12 miliar dirham atau 2,4 miliar poundsterling. Pajak tersebut akan dikenakan kepada beberapa sektor, seperti bensin, solar, makanan, pakaian, tagihan listrik, dan kamar hotel.

Pemasukan Arab Saudi didapatkan 90 persen dari industri minyak, sedangkan UEA sebesar 80 persen. Dengan harga minyak yang rendah membuat kedua negara tersebut mencari jalan keluar agar pemasukan besar tetap masuk ke kas negara.

Untuk menyikapi kebijakan itu, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama Arfi Hatim mengungkapkan, biro perjalanan atau travelhaji dan umrah harus lebih cermat menyikapi kebijakan PPN lima persen tersebut. Jika harus menaikkan harga perjalanan umrah, kata Arfi, kenaikannya tidak sampai memberatkan masyarakat. Apalagi, kebijakan Arab Saudi hanya berimbas secara langsung kepada beberapa item, seperti akomodasi di Arab Saudi, transportasi, dan konsumsi.

"Jadi, tidak seluruhnya total biaya dikenakan lima persen. Kami minta supaya lebih cermat dalam menaikkan harga imbas dari kebijakan Arab Saudi, walaupun harus dinaikkan," ujar Arfi kepada Republika.co.id, Rabu (10/1).

Kementerian Agama, lanjutnya, sedang membahas harga referensi bagi biro perjalanan umrah apabila harus menaikkan harga. Karena itu, Kemenag belum memberikan imbauan berapa patokan harga kenaikan yang harus dipatuhi sebuah biro perjalanan umrah. Menurut Arfi, dampak dari kebijakan tersebut juga relatif. Ia menilai pengenaan PPN lima persen tersebut tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap bisnis perjalanan umrah.

Arfi menjelaskan, kebijakan ini tidak akan terlalu memengaruhi minat jamaah umrah. Pengenaan pajak sebesar lima persen, atau bahkan 10 persen, tidak akan berpengaruh pada minat masyarakat. "Ini bisnis sampai kiamat," ujar dia.

Berdasarkan data Kemenag, jumlah jamaah umrah Indonesia pada 2017/1438 Hijriyah mencapai 870 ribu. Setiap tahunnya terjadi penambahan sekitar 100 ribu-120 ribu jamaah. Pada 1439 H ini kami perkirakan lebih dari satu juta yang berangkat.

"Minat masyarakat melaksanakan ibadah umrah dilandasi daftar tunggu haji dan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia," kata dia.

Kendati demikian, Arfi menegaskan agar hal ini tidak dijadikan perusahaan tertentu menaikkan harga yang tidak masuk akal. Arfi juga mengimbau supaya masyarakat lebih berhati-hati dan cermat dalam memilih penyelenggara haji dan umrah. Dia menjelaskan, bukan tidak mungkin situasi ini dimanfaatkan oleh penye lenggara haji dan umrah nakal dengan memasang harga murah, tetapi dengan tingkat risiko ketidakberangkatan yang tinggi.

Arfi menyarankan agar masyarakat mengecek harga yang ditawarkan biro perjalanan haji dan umrah apakah sesuai ketentuan. Kemudian, calon jamaah perlu memperhatikan jangka waktu pemberangkatan sejak mendaftar agar jangan terlalu lama menunggu.

Catatan lainnya, perlu ada perjanjian tertulis konsumen dengan penyelenggara haji dan umrah. Perjanjian tersebut harus mencantumkan hak dan kewajiban kedua belak pihak sehingga tidak ada yang dirugikan antara konsumen dan penyelenggara.

Koordinator Badan Pelaksana Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan, dia tidak mengetahui secara pasti terkait dampak dari kenaikan PPN lima persen tersebut. Ia juga tidak mempunyai komentar banyak terkait apa yang harus ditekan supaya biaya perjalanan haji dan umrah di Indonesia tidak terlalu naik drastis.

"Saya gak tahu, PPN kan macam- macam. Saya kurang tahu apa jenisnya yang dikenakan, dampaknya saya kurang tahu, saya gak mendalami," ujar Anggito ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu.

Selain kebijakan PPN lima persen, ada beberapa kebijakan lain yang dinilai bisa memengaruhi kenaikan ongkos haji jamaah Tanah Air. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Noor Achmad mengungkapkan, kebijakan tersebut beragam.

Ada beberapa hal penting yang sedang terjadi di Pemerintah Saudi yang bisa jadi akan memengaruhi biaya haji, yaitu pertama diberlakukannya PPN sebesar lima persen itu. Kedua, kenaikan harga BBM di Saudi yang cukup signifikan yang saya dengar naiknya 100 persen, bahkan ada yang lebih, ujarnya kepada Republika, belum lama ini.

Menurut dia, penetapan pajak bagi ekspatriat atau tenaga kerja asing yang ditetapkan Pemerintah Arab juga bisa berdampak pada biaya perjalanan ibadah haji. Karena, dia menjelaskan, bagi yang membawa keluarga juga akan dikenakan pajak perorangan sebesar 200 riyal per bulan.

Selain itu, kata dia, perusahaan-perusahaan di Saudi saat ini juga diharuskan banyak memperkerjakan dan memprioritaskan orang Saudi yang tentu saja gajinya akan lebih mahal. "Kebijakan ini pun bisa berdampak pada ongkos naik haji Indonesia. Tentu saja dengan kebijakan tersebut akan memengaruhi harga-harga sehingga bisa jadi akan memengaruhi elemen-elemen biaya haji, seperti hotel, transportasi, katering, porter, dan lain-lain sehingga bisa jadi BPIH akan terpengaruh," ujarnya.

Karena itu, menurut dia, Komisi VIII, Dirjen Haji dan Umrah Kemenag, serta BPKH perlu segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP)dengan mengundang kepala Kantor Urusan Haji di Saudi sehingga bisa mengantisipasi kebijakan Saudi yang bisa berpengaruh terhadap BPIH. "Saya tetap meminta kebijakan tersebut tidak menyebabkan kenaikan BPIH, tapi tidak mengurangi kualitas pelayanan haji yang selama ini telah berjalan dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan menggenjot kinerja BPKH agar mendapat nilai manfaat yang lebih besar dari dana haji yang sekarang sudah mencapai Rp 103 triliun," katanya.

Di samping itu, Kemenag juga bisa melakukan negosiasi dengan Arab Saudi, seperti halnya harga hotel ataupun transportasi. Menurut dia, pihaknya akan mengupayakan agar kebijakan di Arab Saudi itu tidak membuat ongkos haji naik.

"Cara lain yang bisa ditempuh adalah sesegera mungkin Kemenag, dalam hal ini Dirjen Haji, segera melakukan nego harga paling tidak hotel dan transportasi agar tidak dinaikkan," ujar dia.

 
Berita Terpopuler