Pukat UGM: Hak Angket Hanya Bisa Ditujukan ke Pemerintah, Bukan KPK

Republika/Prayogi
Ilustrasi KTP elektronik (e-KTP)
Rep: Rizma Riyandi Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM mendorong agar DPR RI menolak hak angket KPK. Pasalnya hak angket yang ditujukan kepada KPK akan melanggar hukum dan undang-undang.

"Hak angket kan hanya ditujukan untuk pemerintah, bukan lembaga negara seperti KPK," ujar peneliti Pukat UGM, Fariz Fachryan saat ditemui di Kantor Pukat UGM, Jumat (28/4).

Menurutnya, jika hak angket disetujui, hal tersebut hanya akan menimbulkan kekisruhan di tubuh DPR. Hal ini karena orang-orang yang menekan Miryam akan terbongkar. Selain itu, keselamatan Miryam pun bisa terancam jika BAP-nya dibuka.

Di sisi lain, jika hak angket benar-benar dikabulkan, KPK bisa mengajukan sengketa kewenangan pada Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau KPK mau ajukan sengketa kewenangan ya bisa," kata Fariz.

Selain menuntut menolak hak angket, Pukat UGM menuntut agar DPR menghentikan intervensi politik yang menghambat kinerja KPK. Hal itu terutama dalam mengungkap kasus KTP-El yang sedang berlangsung.

Fariz menegaskan, hak angket KPK terkait BAP Miryam merupakan salah satu upaya intervensi politik dalam pengungkapan kasus korupsi besar. "Kami mendukung KPK untuk tidak tunduk kepada intervensi-intervensi politik yang bertujuan menghambat kinerja pemberantasan korupsi," ujarnya.

Sementara itu Peneliti Pukat UGM lainnya, Zaenur Rohman menuturkan, permintaan hak angket didasari oleh sebuah kepentingan. Lantaran hal itu, ia berharap agar hak angket tidak dikabulkan, walaupun sampai sekarang sudah ada 19 orang anggota fraksi yang menyatakan setuju dengan hak angket. "Hari ini kan keputusannya. Kita akan lihat saja apakah hak angket akan digelar di paripurna atau tidak. Harapannya DPR bisa tolak hak angket," ujar Zaenur.

Baca juga: Hak Angket DPR Soal Korupsi KTP-El Dinilai Langgar Undang-Undang

 
Berita Terpopuler