Belajar Al-Arbain Haditsan, Ringkasan 40 Hadis

Belajar Al-Arbain Haditsan, Ringkasan 40 Hadis

ROL/Mardiah
Belajar Hadits Nabi
Rep: Nashih Nasrullah Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sanad dalam tradisi keilmuan Islam memiliki peran dan posisi penting. Bahkan, oleh as-Syahrastani, sebagaimana ditegaskan dalam kitab al-Milal wa an-Nihal, sanad disebut-sebut sebagai salah satu distingsi (pembeda) utama antara Islam dan agama lainnya.

Keberadaan sanad menjadi faktor kuat serta bukti dan validitas sebuah fakta ilmiah tertentu. Tidak hanya di bidang ilmu hadis, tetapi juga merambah hampir ke tiap disiplin ilmu. Abdullah Ibnu al-Mubarak pernah mengatakan, sanad adalah separuh dari kekuatan agama.

Tanpa sanad, niscaya siapa pun orangnya akan berpendapat apa pun yang dikehendaki tanpa mengindahkan dalil dan argumentasi agama yang kuat dan absah, ujar al-Mubarak. Dalam tradisi periwayatan hadis, validitas dan autentitas sanad merupakan syarat mutlak penerimaan sebuah riwayat tertentu.

Berbagai macam kitab hadis pun telah ditulis untuk menginventarisasi dan mengumpulkan ragam riwayat yang tercecer, baik di lembaran-lembaran catatan maupun hafalan para perawi yang tersebar di seluruh wilayah Arab kala itu. Mulai dari kitab al Jami’, Musnad, Sunan, al Mustakhraj, al Mustadrak, sampai kitab sederhana dan ringkas yang hanya memuat empat puluh hadis saja.

Untuk kategori kitab sederhana dan ringkas itu, para ulama kerap menyebutnya dengan al-Arbain (empat puluh). Salah satu contoh al-Arbain adalah kitab karangan seorang ulama Nusantara berdarah Padang, Sumatra Barat, yang telah menetap lama di Makkah, Arab Saudi, bernama Syekh Abu Al Faidl Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama Nusantara itu mendapat julukan Musnid ad-Dunya (pakar sanad dunia) lantaran penguasaannya terhadap ilmu hadis baik riwayat ataupun dirayat. Di antara peninggalan berharga ulama terkemuka itu adalah kitab yang bertajuk al-Arbain Haditsan min Arbaina Kitaban an-Arbaina Syaikhan.

Kitab itu adalah ringkas yang mengumpulkan hadis nabi dari 40 syekh dan 40 kitab yang berbeda pula. Maksud 40 syekh adalah mereka para syekh yang dijadikan referensi sanad bagi Syekh Yasin dari 40 ragam kitab yang dinukilnya.
 
Menurut Syekh Yasin, kitab itu disusun tatkala dirinya mendapat kesempatan mengajar kitab al-Arba’in fi Mabani al-Islam wa Qawaid al-Ahkam karangan imam an-Nawawi di Madrasah Dar al-Ulum, Makkah al-Mukarramah. Sejumlah sahabatnya dari para pegiat ilmu hadis lantas meminta syekh untuk mengumpulkan 40 hadis tentang berbagai persoalan mulai dari akidah hingga muamalat.

Tetapi, permintaan itu tidak serta-merta direalisasikan oleh Syekh Yasin. Setelah beristikharah lantas beliau merasa yakin untuk menulis sebuah kitab hadis yang terdiri dari 40 hadis saja. Uniknya, kitab yang rampung ditulis pada tahun 1363 H itu memuat 40 hadis berbeda serta dinukil dari 40 kitab hadis yang beragam pula.

Tak hanya itu, ke 40 hadis tersebut sanadnya diperoleh secara langsung oleh Syekh Yasin dari para syekh ahli hadis. Sebenarnya, ada satu lagi kitab dengan corak serupa yang ditulis Syekh Yasin dengan 40 hadis dari 40 syekh. Hanya saja, kitab kedua yang kelar ditulis satu tahun setelah kitab pertamanya tersebut selesai, tidak dinukil dari 40 kitab,  tetapi diperolehnya dari 40 wilayah yang berbeda hasil perjalanannya mencari hadis rahlat fi thalab al hadis.

Maka serupalah mereka (ulama dan orang saleh) jika tidak bisa sama persis karena sesungguhnya mencontoh orang mulia adalah kunci kesuksesan, kata Syekh Yasin mengutip sebuah pepatah Arab. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metode penulisan yang digunakannya sangat sistematis karena latar belakang keilmuannya di bidang ilmu hadis riwayat dan dirayat yang sangat mendalam. Secara berurutan, Syekh Yasin menyebutkan hadis satu per satu sesuai dengan derajat kitab hadis yang pernah ada.

Tentunya, apa yang dilakukan Syekh Yasin tak hanya menukil lalu mencomot begitu saja dari kitab bersangkutan. Akan tetapi, disertai dengan menyebutkan sanad yang didapatkannya. Kitab yang menjadi nukilan pun sangat beragam mulai dari kitab shahih, sunan, musnad, mu’jam, mushannaf, hingga kitab hadis tentang fadlail a’mal.

Bahkan, Syekh Yasin menyertakan informasi singkat tentang hukum hadis yang dibahasnya berikut takhrij ijmali (takhrij global) akan keberadaan hadis serupa di kitab-kitab hadis lainnya.       

Syeikh Yasin memulakan kitabnya dengan enam kitab hadis mu’tabar yang menduduki rangking utama. Keenam kitab itu adalah Shahih al-Bukhar, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Jami’ at-Turmudzi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. Tak ketinggalan, kitab Muwaththa’ karangan Imam Malik, baik yang berasal dari riwayat Yahya maupun Muhammad menyusul dalam deretan keenam kitab tersebut, sedangkan tiga kitab yang termasuk deretan terakhir dalam kitab Syekh Yasin adalah kitab as-Sunnah karangan al-Kai, Hilyat al-Awliya’ karya Abu Nu’aim al-Ashfahani, dan kitab Amal al-Yaum wa al-Lailat karangan Ibnu as-Sinni.

Sebagai contoh, hadis pertama  yang disebutkan dalam kitab itu terdapat dalam kitab Shahih Bukhari tentang landasan haji qiran atau menunaikan ibadah haji sekaligus umrah. Riwayat hadis tersebut diperoleh Syekh Yasin dari Syekh Hafsh Umar bin Hmadan al-Mahrasi at-Tunisi, seorang pakar hadis di Arab Saudi.

Sanad yang disampaikan oleh Syekh Hafsh tak terputus dan menyambung hingga Muhammad bin Ismai’il al-Bukhari, sementara sanad yang dimiliki al-Bukhari tersambung dengan Ibnu Abbas dan Umar bin Khattab. Hadis tersebut berbunyi, Saya (Umar bin al-Khattab) mendengar Rasulullah bersabda saat berada di lembah al-Aqiq (sebuah lembah yang dekat al-Baqi’ yang berjarak 4 mil dari Madinah): Seorang utusan dari Tuhanku mendatangiku suatu malam dan berkata : Shalatlah di lembah yang diberkah ini dan berniatlah umrah dan haji (qiran).

Syekh Yasin lantas memberikan sedikit keterangan tentang hadis itu. Menurut dia, derajat hadis tersebut adalah sahih. Imam Bukhari meriwayatkannya dalam kitab al-Hajj dengan redaksi dan sanad sama persis. Hadis itu juga dirwayatkan oleh beberapa pakar antara lain, Abu Daud dan Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya, Ibnu Abi Syaibah dari kitab al-Mushannaf, dan Ibnu al-Jarud dalam kitab Shahih-nya. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsistensi Syekh Yasin dalam memaparkan tiap hadis yang dinukilnya terjaga dengan apik hingga pembahasan terakhir. Di pengujung karyanya itu, syekh mengutip sebuah hadis dari kitab karangan Ibn As Sinni bertajuk Amal al-Yaum wa al-Lailat. Menggunakan sanad dari Syekh Umar bin Abi Bakar Bajunaid, ia menukil sebuah hadis riwayat Anas bin Malik Al Anshari.

Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Apabila seorang laki-laki keluar dari rumah, ucapkanlah: Bismillahi alaihi tawakkaltu ’alallahi la haula wala quwwata illa billah (Dengan menyebut nama Allah aku bertawakkal kepada Allah tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah). Maka, seketika itu juga dikatakan padanya, ’Engkau telah dijaga, diberikan petunjuk, dan dicukupi’.

Dia berkata, "Setan malu bertemu dengannya lalu setan tersebut bertemu dengan setan lainnya dan mengatakan: 'Bagaimana bisa menggoda seorang laki-laki yang telah dijaga, diberi petunjuk, dan telah dicukupkan’."

 
Berita Terpopuler