Rabi yang Meninggalkan Sinagog

adamite
Moisha Kravitsky
Red: Indah Wulandari

REPUBLIKA.CO.ID,AL’BURIKENT -- Moisha Krivitsky tidak pernah menduga kehidupannya akan berubah drastis setelah seorang perempuan yang tidak dikenalnya meminta bantuan.

Saat permintaan itu datang sekitar lima tahun lalu, Krivitsky usai memberikan ceramah di Sinagog di wilayah Republik Dagestan. Ya, Krivitsky seorang rabi. Ia terkenal pintar dan bersahabat, sehingga perempuan misterius itu tidak sungkan meminta bantuan yang ‘aneh’.

“Saya masih ingat, kejadian itu saat Ramadhan. Saya tahu, dia seorang Muslim dan meminta komentar saya tentang Alquran terjemahan bahasa Rusia karya Krachkovsky. Dia juga meminta kitab Taurat untuk dibacanya,” kenang Krivitsky dilansir dari muslimconvert.com, Kamis (26/11).

Meski rasanya berat memenuhi permintaan tersebut, nyatanya Krivitsky mengaku 10 kali membaca Alquran dari sang perempuan. Pada saat itulah ia kian memahami ajaran-ajaran dasar Islam.

“Ternyata, saya banyak menemukan berbagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang hidup dari Alquran. Meski bukan Alquran berbahasa Arab, setidaknya saya mulai memahami dasarnya,” cetus Kravitsky.

Dalam Alquran, urai Krivitsky, disebutkan sosok Nabi Muhammad SAW. Semakin membacanya, Krivitsky semakin mencintai kepribadian Rasulullah. Mulai dari kebiasaan-kebiasannya, hingga cara Rasulullah berkomunikasi dengan umat.

“Sebelum berinteraksi dengan ajaran Islam, ada banyak pertanyaan terkait keyakinan setelah saya membaca bukuu karya ilmuwan Afrika Selatan Ahmad Didat yang membandingkan konten Alquran dan Injil, “ungkap Krivitsky.

Dalam Taurat dan Alquran disebutkan bahwa manusia hendaknya mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi terakhir. Krivitsky pun seakan dibuka hati dan matanya bahwa jawabannya ada dalam agama Islam.

“Meski Taurat tidak menyebutkan nama Nabi Muhammad, kami mengerti bahwa beliau adalah sosok yang dimaksud sebagai pembawa ajaran agama yang hanya menyembah Tuhan yang Esa. Tentu saja, kami mengetahuinya dari perjalanan sejarah,” urai Krivitsky.

Rasa penasaran Krivitsky kian memuncak. Ia pun membaca hadis-hadis sahih. Di sanalah ia makin mantap menemukan jawaban batinnya karena Nabi Muhammad berulang-ulang menyebut bahwa ada nabi dan rasul sebelum kedatangannya di tengah umat.

“Semuanya cocok. Kita bahkan menemukan nama-nama mereka (nabi dan rasul) dalam Taurat dan Injil, “ kata Krivitsky.

Setelah berbagai keheranan yang dilaluinya, Krivitsky berkontemplasi. Menurutnya, ia selalu bertanya dalam hati, ”Mengapa saya membaca Alquran dan hadis? Mungkinkah ini sebuah jalan pertobatan yang selama ini selalu saya pikirkan dan nantikan?”

Proses pencarian keyakinan Krivitsky diakuinya timbul karena kurangnya komunitas Muslim di Dagestan. Hanya ada segelintir ustaz yang mengajar secara khusus para muridnya. Karakteristik umat Muslim Dagestan, dinilainya, sebatas ritual.

“Padahal, ajaran Islam seperti sebuah lautan dalam. Semakin menyelam di dalamnya, kita akan semakin menemukan sesuatu yang baru,” jelasnya.

Takdir pun membawa Krivitsky mendapat pengalaman hidup di penjara setelah ia dinyatakan ikut terlibat dalam demonstrasi melawan kebijakan pemerintah. Aparat menjebloskannya ke penjara saat tengah malam tanpa ada persidangan.

Selama tiga bulan ia berinteraksi dengan penghuni penjara lainnya. Atas kehendak Allah SWT, justru Krivitsky makin menemukan kekuatan batinnya di dalam bui yang dikesankan tempat penghukuman terburuk di dunia.

“Saya melihat orang-orang Muslim dan non-Muslim di penjara saling berbaur. Mereka bisa bertoleransi jauh lebih baik di dalam sana,” jelas Krivitsky.

Keluar dari penjara, Krivitsky memutuskan memulai hidup baru. Ia tidak mendatangi sinagognya kembali. Justru, ia diterima dengan tangan terbuka oleh takmir Masjid Central Juma di kawasan pergunungan Kaukasus Utara, tepatnya di Al’Burikent, Makhachkala, Dagestan.

Dibantu sang takmir, Muamat Arif, Krivitsky bersyahadat. Kemudian, dia mengganti namanya menjadi Musa. Ia pun dipercaya menjadi pengurus masjid.

“Saya pikir, hidup ini paradoks. Dulu, saat di sinagog ada masjid di dekatnya. Saya sangat tertarik melongok kegiatan di dalamnya, sepertinya nyaman. Kini, saya benar-benar hidup di dalam masjid,” urai Musa.

Musa yang telah berkeluarga memang membawa anak dan istrinya tinggal di kompleks masjid. Ia telah melengkapi semua jawaban dari berbagai pertanyaan yang berkecamuk di dadanya waktu itu. Hidupnya kini tenang dengan mengabdikan dirinya untuk melayani umat.

 
Berita Terpopuler