Dunia Alami Kekeringan Parah Akibat El Nino

Carina Cooke
Kebakaran hutan dan semak akan meningkat, seperti yang terjadi di Willare, Australia Barat awal tahun lalu.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Kepala kantor PBB untuk urusan pengurangan risiko bencana (UNISDR) memperingatkan dunia tidak siap menanggung konsekuensi kekeringan parah.

Australia berada dalam cengkeraman peristiwa cuaca El Nino yang ekstrem, dengan perkiraan mengalami lebih banyak gelombang panas dan risiko kebakaran yang lebih tinggi pada musim panas ini.

Margareta Wahlstrom adalah perwakilan khusus Sekjen PBB untuk pengurangan risiko bencana. Ia mengatakan, dari semua kondisi bahaya, kekeringan adalah yang paling kompleks karena hal itu sulit untuk dijadikan patokan.

"Sebagian besar negara di dunia masih menderita kekeringan parah, bahkan negara-negara kaya. Ini adalah area di mana kami tak cukup siap. Saya tak berpikir dunia cukup menyadari bahwa hal ini akan berlangsung seperti itu,” ujarnya.




Margareta berada di Australia karena adanya pertemuan dengan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan, Departemen Kejaksaan Agung dan Departemen Lingkungan Hidup untuk membahas bagaimana Australia bisa mengurangi resiko dan biaya dari bencana itu.

"Australia saya bisa lihat akan menjadi lebih kering kemungkinan," katanya.

Ia mengutarakan, "Jadi bagaimana menghadapi kekeringan dari perspektif ekonomi adalah area kebijakan yang sangat penting dan antisipasi-nya, tindakan apa yang dilakukan, adalah masalah yang sangat besar."

Para pakar internasional berbicara tentang "Godzilla" El Nino yang menyerang Australia.

Prakirawan cuaca Australia menjadi sedikit lebih konservatif dengan prediksi mereka dan mengatakan, cuaca saat ini diperkirakan menyaingi rakasa El Nino pada 1997.

Andrew Watkins, manajer prediksi iklim di Biro Meteorologi Australia, mengatakan, sejumlah wilayah Australia telah mengalami suhu yang tinggi, dengan Melbourne bersuhu sekitar 16 derajat Celsius di atas rata-rata pada awal bulan ini.

Dampaknya bisa jauh lebih berbahaya di tempat lain di dunia.





Sebuah laporan yang dirilis (28/10) di jurnal Nature Climate Change memperingatkan jika emisi karbon dioksida terus berlanjut di level saat ini, daerah Teluk Persia bisa jadi tak layak huni.

Margareta mengatakan warga di sana mungkin akhirnya harus meninggalkan daerah itu.

"Saran kami, di tengah gelombang panas minumlah lebih banyak air, tinggal di dalam rumah, jangan bergerak terlalu cepat tapi itu jelas tak cukup," ujarnya.

"Kita bisa melihat beberapa dampaknya sekarang, dengan gelombang panas yang sangat panjang ini. Bahkan di Eropa, bencana paling mematikan dalam beberapa dekade adalah gelombang panas yang memiliki dampak serius pada manusia seperti di Prancis, Eropa Barat dan beberapa tahun kemudian di Rusia,” katanya.

Ia menyambung, "Tahun ini kami telah melihatnya (gelombang panas) di India, Pakistan, kota-kota besar. Sangat jelas ini adalah salah satu dampak kesehatan manusia yang paling kritis dari perubahan iklim.”

 
Berita Terpopuler