Pendidikan Agama dan Harmoni Bangsa

Republika/Mardiah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, oleh M.Hamdar Arraiyyah, Kapuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan agama diberikan kepada semua peserta didik di satuan pendidikan formal pada semua jalur dan jenjang. Itu amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kebijakan ini memberi peluang kepada setiap peserta didik untuk mempelajari dan memahami ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian, dari lembaga pendidikan diharapkan lahir orang-orang yang cakap sesuai dengan tingkatannya dan memiliki sikap dan perilaku religius.

Predikat religius dimaksud tidak hanya pada aspek pengetahuan, tetapi juga penghayatan dan pengamalannya.  Integrasi ketiga aspek itu dinyatakan secara eksplisit pada tujuan pendidikan agama sebagaimana yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. Tujuannya yaitu berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 

Tujuan tersebut sejalan dengan ketentuan UU Sisdiknas yang mengharuskan agar murid diajar oleh guru agama yang menganut agama yang sama. Ketentuan ini mengukuhkan kedudukan guru sebagai pembimbing sekaligus sebagai model bagi murid-muridnya. Guru membimbing murid-muridnya dalam mengidentifikasi nilai-nilai agama. Selanjutnya, guru mengelaborasi nilai dengan beragam metode dan teknik penyampaian disertai dengan praktik nayata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian nilai-nilai agama tidak hanya berada pada tataran ide atau cita, tetapi juga pada tataran realita atau fakta.

Tujuan seperti disebutkan di atas bersifat umum, yakni untuk semua agama,  mencakup enam agama yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Agama-agama dalam kaitan ini memperlihatkan titik temu pada sejumlah butir nilai, meskipun muatan berbagai nilai itu mengandung perbedaan antara satu agama dengan yang lainnya. Titik temu agama juga terlihat pada bentuk-bentuk hubungan yang harus dipelihara dan dikembangkan oleh setiap penganut agama, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungan alam. Dengan demikian, relasi antara manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial di muka bumi dapat berkembang ke arah yang baik, damai dan sejahtera, karena dipandu oleh agama.

Selanjutnya Relasi Manusia dengan Tuhan
   

Agama menata pola hubungan manusia dengan Tuhan. Ini sesuatu yang spesifik, karena ajaran agama memiliki dimensi lahir dan batin, individu dan sosial, duniawi dan ukhrawi. Keyakinan dan hubungan antara manusia dengan Tuhan menjadi fondasi yang mewarnai pola-pola hubungan manusia secara keseluruhan. Agama memandu hati dan rasio manusia. Sejalan dengan hal itu, seseorang tidak boleh larut dalam perasaan hati yang membawa kepada kerugian.

Kekecewaan harus dipulihkan, sebab bila tidak dipulihkan akan mendatangkan kerugian bagi manuisa yang bersangkutan maupun orang lain. Benih-benih kebencian tak boleh dibiarkan tumbuh, karena menimbulkan permusuhan dan konflik yang berujung pada kerugian, penderitaan atau kehancuran bagi semua pihak terkait. Dendam adalah penyakit hati yang harus diobati. Itu satu dua penjelasan terkait dengan pengendalian perasaan hati yang sifatnya negatif.

Agama memberi bimbingan untuk menata perasaan hati ke arah yang positif. Cinta kasih kepada sesama manusia harus dikembangkan. Bantuan kepada sesama yang mengalami kesulitan harus diberikan atas dasar kemanusiaan. Ekspresi cinta harus dilakukan dengan tulus. Pertolongan kepada orang lain tak boleh diungkit-ungkit. Itu merusak nilai amal. Cinta kepada sesama juga harus disalurkan secara positif. Memberi barang berharga kepada orang yang dikasihi dari sumber pendapatan yang tidak sah adalah letupan cinta yang sifatnya negatif. Tindakan yang baik dan benar atas dasar cinta itu yang dikehendaki agama.

Agama juga memandu rasio. Dengan rasio manusia dapat mencapai kemajuan yang sangat pesat yang berdimensi material maupun spiritual. Tetapi kemajuan yang bersifat material, bisa jadi digapai melalui cara-cara yang tidak benar, jika tidak dipandu oleh agama. Produk yang lahir dari kemampuan berfikir manusia juga perlu diberi tuntunan berdasarkan agama. Tidak jarang barang-barang yang dihasilkan, seperti ICT (Information and Comunication Technology) dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif atau kejahatan.     

Harmoni dalam KBBI secara singkat diartikan, antara lain, dengan keselarasan dan keserasian. Sementara itu, harmony dalam kamus bahasa Inggris, diartikan antara lain dengan: a state of peaceful existence and agreement; a pleasing combination of related things (Oxford). Artinya, suatu situasi dalam keadaan atau perjanjian damai; kombinasi sejumlah hal terkait yang menyenangkan.

Dalam konteks kehidupan berbangsa di Indonesia, diharapkan agar pendidikan agama memberi kontribusi terhadap pemeliharaan dan pengembangan kehidupan yang damai bagi semua penduduk di seluruh tanah air dengan latar belakang etnik dan agama yang beragam. Pada beberapa daerah di negeri ini, agama atau etnik tertentu mewarnai latar belakang penduduk secara umum. Agama dan etnik hampir-hampir berhimpitan. Kondisi ini diharapkan dapat dipersepsi dan dikelola secara positif untuk kemaslahatan bangsa.

Agama mempunyai pandangan yang positif tentang keragaman etnik. Keragaman bangsa dan suku bangsa tercipta atas kehendak Tuhan. Keterikatan seseorang pada etnik tertentu harus diterima dengan ikhlas disertai dengan penghargaan terhadap orang yang menjadi bagian dari etnik lainnya. Dalam kitab suci umat Islam, sebagai contoh, dikatakan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku upaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (al-Hujuraat/49: 13).

Sesuai dengan teks terjemah ayat yang dikutip itu, Islam menempatkan setiap suku bangsa dalam posisi yang sama. Faktor pembeda derajat antara satu orang dengan yang lainnya adalah tingkat ketakwaan terhadap Allah. Dengan kata lain, capaian manusia yang berdimensi moral dan spiritual membedakannya dari yang lain.
Kutipan di atas juga memberi arahan agar manusia menumbuhkan sikap saling memahami budaya. Arahan ini agaknya sejalan dengan apa yang dewasa ini dikenal dengan sebutan cross cultural understanding.

Pemahaman lintas budaya akan membantu terciptanya interaksi yang damai dan santun di antara warga etnik yang berbeda.  Selanjutnya, hak asasi bagi setiap manusia untuk memeluk agama menurut pilihannya masing-masing juga diakui oleh semua agama. Dengan pengakuan ini, perbedaan keyakinan keagamaan di antara warga masyarakat bukan menjadi halangan bagi bangsa ini untuk mewujudkan kemakmuran yang didambakan bersama. Prinsip ini sesungguhnya sudah dipedomani oleh masyarakat di berbagai daerah untuk waktu yang lama. Kasus konflik yang pernah terjadi antara satu etnik dengan lainnya bukan karena perbedaan etnik dan agama, melainkan faktor lain terutama politik dan ekonomi.

Mengacu pada pandangan dan pengalaman yang pernah terjadi di beberapa tempat, maka pesan-pesan keagamaan yang menekankan persaudaraan atas dasar kemanusiaan perlu senantiasa disegarkan. Pesan-pesan kitab suci dari berbagai agama tentang kerjasama untuk kesejahteraan umat manusia perlu diinternalisasikan oleh pemeluk agama yang bersangkutan. Ini adalah bagian dari tugas guru pendidikan agama.

Beberapa kutipan singkat dari teks suci agama semestinya terekam dalam ingatan siswa. Sebagai misal, bagi siswa muslim, sabda Nabi Muhammad Saw. yang perlu selalu dijadikan acuan antara lain, “Allah tidak mengasihi orang yang tidak mengasihi sesama manusia.” Dalam sabdanya yang lain, “Kasihilah orang yang berada di bumi, niscaya kamu sekalian dikasihi oleh Yang Ada di Langit.” Artinya, manusia yang mengasihi sesamanya akan dikasihi oleh Allah Swt., Zat Yang Mahatinggi kedudukannya.   

Demikian pula sebaliknya, pesan agama yang melarang pemeluknya untuk berlaku buruk terhadap orang lain perlu juga diingatkan. Agama menghargai jiwa manusia dan  melarang membunuh sesama manusia tanpa sebab yang dibenarkan. Agama melarang untuk mengambil harta benda orang lain tanpa melalui cara-cara yang benar dan berlaku dalam kehiduan sosial. Intinya adalah agama melarang segala bentuk kezaliman terhadap orang lain.
Perintah agama untuk mengasihi dan larangan mengganggu sesama manusia menjadi rujukan yang kuat bai para guru agama dalam menanamkan nilai-nilai kasih sayang terhadap sesama manusia. Jika peran itu dijalankan dengan baik oleh guru berbagai agama, maka harmoni di antara sesama anak bangsa akan senantiasa terjaga dan terpelihara. Jalan menuju kemakmuran senantiasa terbuka lebar.

 
Berita Terpopuler