Menelusuri Sejarah Islam di Negeri Yaman (2-Habis)

Menelusuri Sejarah Islam di Negeri Yaman (2-Habis)

Reuters
Suasana kota tua Sanaa, Yaman, setelah berkecamuk perang.
Rep: Ahmad Islamy Jamil Red: Julkifli Marbun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepeninggal Rasulullah SAW, negeri Yaman berada dalam kondisi stabil selama era pemerintahan Khulafa ar-Rasyidun. Masyarakat di negeri itu bahkan memberikan kontribusi besar dalam perkembangan Islam sepeninggal Rasulullah SAW.

“Suku-suku Yaman memainkan peranan penting dalam penaklukan Islam di Mesir, Irak, Persia dan sekitarnya, Anatolia, Afrika Utara, Sisilia, hingga  Andalusia,” ungkap Wilferd Madelung dalam karyanya, The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate.

Tak hanya itu, suku-suku Yaman yang menetap di Suriah, juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan kekuasaan Dinasti Umayyah, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Marwan I.

Beberapa emirat yang didirikan di Afrika Utara dan Andalusia semasa Umayyah, dipimpin oleh orang-orang keturunan Yaman. Ketika Bani Abbasiyah berkuasa, Muhammad bin Abdullah bin Ziyad mendirikan Dinasti Ziyadiyah di Tihama pada 818.

Negara baru yang dibangun oleh dinasti tersebut membentang dari Haly—yang hari ini merupakan bagian dari wilayah Arab Saudi—di utara,  sampai ke Aden di selatan. Secara normatif, Dinasti Ziyadiyah mengakui kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.

“Namun pada praktiknya, mereka memiliki kekuasaan yang independen di Yaman dan menjadikan Zabid sebagai ibu kota kerajaan Ziyadiyah,” ujar Paul Wheatley dalam The Places Where Men Pray Together: Cities in Islamic Lands, Seventh Through the Tenth Centuries.

Sejak abad kesebelas, negeri Yaman berulangkali mengalami suksesi atau pergantian kepemimpinan dari satu penguasa ke panguasa lainnya. Mulai dari  Dinasti Sulayhiyah (1047 – 1138), Rasuliyah (1229 – 1454), Tahiriyah (1454 – 1517), hingga Turki Ottaman.

 
Berita Terpopuler