Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

Saturday, 18 Syawwal 1445 / 27 April 2024

MPR: TAP MPR Belum Dicabut, PKI Dilarang!

Senin 17 Aug 2015 15:39 WIB

Rep: Agus Raharjo/ Red: Angga Indrawan

Wakil Ketua MPR Mahyudin

Wakil Ketua MPR Mahyudin

Foto: MPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MPR RI menyayangkan pemunculan simbol-simbol dan gambar tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) di beberapa daerah di Indonesia. Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin mengatakan, selama TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 belum dicabut, PKI masih menjadi organisasi terlarang di Indonesia.

“PKI sudah jelas ada TAP MPR yang melarang, baik kegiatan maupun atributnya tidak boleh disebarluaskan di wilayah Indonesia,” kata Mahyudin di kompleks parlemen Senayan, Senin (17/8).

Dalam TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 tersebut mengatur kedudukan hukum pembubaran PKI dan ajaran-ajaran komunisme. Bahkan, TAP MPRS tersebut diperkuat dengan TAP MPR Nomor 1 tahun 2003. Jadi, kata dia, selama TAP MPR soal PKI ini tidak dicabut, maka keberadaan PKI dan ajaran komunisme dilarang di Indonesia. 

Politikus partai Golkar ini mengatakan, kegiatan yang memunculkan simbol PKI di beberapa daerah sebenarnya untuk menolak keberadaan partai yang pernah menjadi salah satu partai besar di Indonesia itu. Namun, Mahyudin mengatakan, sebaiknya aksi teatrikal maupun seni lainnya harusnya mempertimbangkan adanya larangan dari TAP MPRS ini. 

Bahkan, kata Mahyudin, pihaknya akan tetap mempertahankan keberadaan dari TAP MPRS itu jika ada upaya untuk mencabut dari pihak lain. Menurutnya, ideologi komunisme tidak cocok dengan Pancasila. “Kami dari Golkar pasti akan terus memertahankan TAP MPR itu,” imbuh dia. 

Terhadap kasus munculnya simbol-simbol PKI di beberapa daerah, termasuk dalam karnaval di Pamekasan, Madura, MPR menilai Badan Intelejen Negara (BIN) harusnya merasa kecolongan. Sebab, BIN yang saat ini dipimpin oleh Sutiyoso harusnya bisa mendeteksi hal itu sebelumnya. 

“Ini PR untuk Pak Sutiyoso agar tidak terulang lagi,” tegas Mahyudin. 

 

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler